Pada sosok yang mati di tepian bumi,
Diasingkan peradaban,
Mati dalam benci dan penistaan.Pada bayangan yang jatuh saat matahari merekah,
Juga lidah yang biasa menyumpah,
Menilai diri menjadi satu-satunya hal buruk dari sampah.Kau tak pernah hidup.
Tak jatuh dan tak redup.
Tak memaki malam.
Tak tumbang dan tenggelam.Tak berhenti menangisi,
Doa agar terus hidup dalam intuisi.
Tak memulai mencintai,
Realita satir dengan wajah ironi.Kemana kah kau akan terbang?
Hutan kabut dan menghilang,
Atau duduk dan menanti Candra datang.Manisku,
Kamu rintik dalam kemarau.
Kicau indah bak barau-barau.
Bisikan syair dalam surau.Kau hanya tak sadar bahwa aku telah lama pulang.
Namun jiwa dan cintamu telah redup dalam durjasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sunyi Hati Hampa Semesta
PoesíaKetika hati mencoba berhenti berteriak. Maka air mata lah yang terbiasa menahannya dari segala luka yang di dapat karna Cinta, Kecewa dan sebuah Rasa yang hanya Kau dan Semesta dapat mengertinya.