Bevan terus mencari keberadaan sosoknya. Bahkan, Bevan rela mencari sosoknya sampai ke ujung Dunia. Sepanjang jalan, sepasang matanya tak henti-henti terus mencari di setiap berbagai penjuru.
Terlihat seorang gadis dengan rambut curly yang terurai, kini tengah duduk di sebuah halte. Bevan pun menghentikan motornya tak jauh dari gadis itu. Bevan menghampiri gadis itu yang tengah menunduk.
"Hai," sapa Bevan dengan memperlihatkan giginya. Gadis itu mendongakkan kepalanya melihat ke sumber suara. Seketika senyum Bevan pudar, ketika mengetahui gadis itu bukan sosok yang ia cari. "Maaf," ucap Bevan.
Tak cukup sampai di sini pencariannya. Bevan kembali mencari ke daerah lain. Hingga rasa lelah itu menghampirinya. Bevan memutuskan untuk menghentikan pencarian gadis itu. Bevan menghentikan motornya di pekarangan panti asuhan. Bevan menyusuri lorong-lorong seorang diri. Suara gelak tawa menggema di sebuah ruangan, suara yang begitu indah.
"Kakak ini lucu," ungkap Fatih.
Kini pikirannya tertuju pada gadis itu. Bevan langsung berlarian menuju ruangan dimana anak-anak panti tengah berkumpul. Bevan membuka pintu yang tertutup rapat dengan napas tersengal-sengal. Bevan melihat sekelilingnya, apa benar kini sosoknya ada di sini?
Namun, tidak ada sosoknya yang selama ini ia cari. Di dalam ruangan hanya ada anak-anak panti yang tengah bermain. Mungkin yang tadi Bevan dengar sebutan Kakak itu bukan ditujukan pada bidadarinya, melainkan mereka sedang bermain layaknya sebagai adik dan kakak. Bevan rasa, dirinya harus pergi ke dokter, memastikan kondisi dirinya.
Seorang gadis berjalan gontai menyusuri lorong-lorong, dengan mengambil jalan keluar dari belakang. Gadis itu tersenyum, betapa bahagianya ia ketika bersama anak-anak panti. Seketika dirinya mendapatkan cinta dari anak-anak itu. Sebuah mobil terparkir di depan panti asuhan tengah menunggunya.
Ponselnya berdering ada panggilan masuk, seketika langkahnya terhenti. Gadis itu pun mengeluarkan ponselnya dari dalam tas. Saat gadis itu mau mengambil ponselnya, tiba-tiba gelang yang melingkar di pergelangan tangannya menyangkut di resleting tas.
Gadis itu pun mencoba melepaskan gelang dari resletingnya. Namun, ternyata tidak mudah. Gadis itu mencoba lebih keras lagi, alhasil gelangnya tidak tersangkut lagi di resletingnya. Gadis itu pun mengambil ponsel, lalu mengangkat panggilan dari Ayahnya.
"Hallo Yah."
"..."
"Iya, aku pulang sekarang."
"..."
"Iya Ayah, Bye.” Gadis itu pun kembali berjalan menuju mobil yang kini sudah menunggunya di depan gerbang. Tanpa ia sadari, gelangnya terjatuh pada saat ia melepaskan gelangnya dari resleting. Tarikan yang kuat membuat gelang itu terputus.
Bevan berjalan keluar dari panti asuhan. Bevan tidak bisa berlama-lama di panti asuhan. Karena Uminya menelepon dan menyuruhnya untuk pulang. Saat Bevan berjalan, ia merasa seperti ada yang mengganjal di bawah sepatunya. Ternyata Bevan menginjak sebuah gelang hitam yang terputus. Bevan berjongkok seraya mengambil gelang itu. Memperhatikan baik-baik gelang itu, siapa tahu dia menemukan pemiliknya. Di gelang itu tertulis inisial huruf A.
"A?" tanya Bevan seraya beranjak berdiri dengan masih memperhatikan gelang itu. Bevan pun memasukan gelang itu ke dalam saku celananya. Berharap suatu saat ia menemukan pemiliknya.
Malam berlalu. Kini Bevan tengah duduk di kursi depan terasnya, dengan ditemani secangkir teh hangat. Bevan terus saja memperhatikan gelang itu seraya memikirkan siapa sebenarnya pemilik gelang itu? Entah mengapa Bevan begitu terlalu memikirkan hal-hal kecil. Seolah itu ada kaitannya dengan gadis pemilik mata hitam pekat. Apa mungkin?
Bevan menghempas jauh-jauh pemikirannya itu. Tidak mungkin gadis itu pergi ke panti, sudah jelas itu sangat mustahil. Sangat ketat penjagaan gadis itu, mungkin sepertinya bisa dihitung, ketika gadis itu keluar dari rumahnya. Tidak mudah bagi gadis itu untuk pergi keluar. Pertama, gadis itu harus meminta izin kepada Ayahnya. Kedua, Ayahnya tidak mudah memberikan izin padanya, selagi itu benar-benar penting.
Umi menghampiri Bevan seraya duduk di kursi. "Diminum atuh tehnya, nanti dingin," tawar Umi Bevan.
Ranti-Umi Bevan keturunan Sunda-Pakistan. Terlihat jelas dari sisi keturunannya melekat di dirinya. Keturunan Sundanya melekat sangat jelas dalam logat bicaranya. Namun, ia jarang sekali menggunakan bahasanya itu. Karena Bevan tidak terlalu mengerti dengan bahasanya.
Dari kecil Bevan diajarkan oleh Uminya hanya bahasa Indonesia. Dari sisi keturunan Pakistannya, terlihat sangat jelas dari wajah dan bentuk hidungnya yang mancung bagaikan perosotan anak TK.
Seketika lamunan Bevan buyar. Bevan mengambil secangkir teh. Lalu ia menyeruput teh hangat. Bisa dibilang Bevan pecinta teh dibanding kopi.
Umi melihat Bevan tengah memegang gelang. Padahal setahu dirinya, Bevan tidak pernah memakai gelang. "Gelang siapa Van?" tanya Umi Bevan.
Bevan melihat gelang yang kini di genggamannya. "Bevan nemu di panti Umi," jawab Bevan seraya menyimpan gelas di atas meja.
"Gelangnya putus?" tanya Umi Bevan memastikan. Bevan mengangguk seraya menyodorkan gelang itu pada Uminya. Kemudian, diambil oleh Uminya. Bagi siapa pun yang melihat gelang itu, pasti akan mengatakan indah. Meskipun, terlihat sederhana, tapi mengesankan.
"Cantik. Pasti yang punyanya juga gak kalah cantik," ungkap Umi Bevan.
Bevan tersenyum seraya berkata, "Iyalah Umi kan dia perempuan, kalau laki-laki dia ganteng kaya Bevan."
"Jika kamu disuruh untuk milih, kamu mau pilih gelangnya apa pemiliknya?"
"Bevan akan milih Bidadari." Bevan tetap berpegang pada pendiriannya. Sosoknya yang berhasil membuat Bevan jatuh cinta. Meskipun, cuma bertemu dalam waktu singkat. Untuk pertama kalinya, Bevan merasakan jatuh cinta. Dulu Bevan beranggapan, bahwa cinta hanya akan merusak hidupnya.
Umi tersenyum melihat putranya yang kini melamun, sepertinya memikirkan bidadari yang baru saja ia sebut. Umi pun beranjak dari kursi. "Umi benerin ya." Dibalas anggukan oleh Bevan. Kemudian, Umi pun pergi ke dalam rumah untuk memperbaiki gelang milik Bevan.
•
••
•
•
•
•
•
TBCTinggalkan jejak dengan cara vote dan ramaikan kolom komentar.
Terimakasih ❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Without Love (Revisi)
Teen Fiction"Hai Bidadari cantik, gimana udah bangun? Kalau udah jangan lupa bangunin Bevan ya!" Isi surat itu seperti tidak berarti apa-apa. Namun, siapa sangka isi surat itu mengandung makna terdalam. Alena disadarkan oleh sebuah kenyataan yang sangat menyaki...