Dingin

604 68 2
                                    

Mentari pagi menyinari kamar bernuansa putih dengan dekorasi bertemakan Chelsea. Siapa yang tidak kenal dengan Chelsea. Kaum Adam pasti mengenal betul dengan dunia persepakbolaan, terutama Chelsea, maupun Manchester United yang menjadi rajanya di dunia persepakbolaan. Biru yang melambangkan kedamaian, seperti itulah Chelsea.

Kini Bevan sudah rapih dengan menggunakan seragam sekolahnya. Bevan pun menggendong tasnya sebelah, berjalan menuruni anak tangga. "Pagi Umi," sapa Bevan seraya mendudukkan pantatnya di kursi.

Umi tengah menyiapkan makanan untuk sarapan paginya. Bevan mengambil sandwich yang sudah dihidangkan Uminya di atas piring. Bevan pun memakan sandwich itu. "Umi tahu gak, hari ini hari apa?" tanya Bevan tiba-tiba.

Umi mengernyitkan keningnya bingung. Kemudian Umi pun duduk di kursi. "Hari selasa," jawab Umi Bevan.

"Pantes aja selasa di surga deket Umi," ungkap Bevan seraya kembali memakan sepotong sandwichnya.

Umi tersenyum ketika mendapati gombalan dari putranya sendiri. Bevan memang terkenal dengan raja gombal, bukan pada para gadis saja melainkan pada Uminya. Hal itu mengingatkan Umi pada sosok suaminya. Bevan sangat percis dengan suaminya.

Umi mengambil satu buah roti, lalu mengoleskan selai coklat pada rotinya. "Kamu ini percis kaya Abi," timpal Umi Bevan.

Mendengar nama Abi membuat Bevan menjadi hilang nafsu makan. Bevan menyimpan sandwichnya yang hanya tersisa sedikit lagi. Bevan mengambil segelas air, lalu meneguknya. Bevan pun berlalu pergi meninggalkan Uminya yang tengah menatap ke arahnya.

Kejadian di pagi hari membuat suasana hatinya berantakan, mungkin hal itu akan berpengaruh pada siang hari atau bahkan sampai malam nanti. Tanpa memikirkan keselamatan dirinya maupun orang lain, Bevan melajukan motornya dengan kecepatan kencang. Hatinya membara kala mendengar nama itu. Bara itu semakin menjadi-jadi, jika ia mengenang kisah lama. Bevan sangat membenci nama itu. Benci semua yang ada di masalalunya. Terkadang Bevan selalu berpikir, kenapa hal itu harus terjadi pada dirinya?

Salah satu cara meluapkan emosinya dengan cara pergi ke tempat boxing. Bevan kali ini bolos sekolah. Jika seandainya Bevan masuk sekolah, dirinya tidak akan konsentrasi dalam belajar. Bevan berjalan memasuki ruangan yang tak ada satu pun orang di sana. Kemudian, Bevan melempar asal tasnya.

Samsak hitam yang tergelantung siap Bevan hajar. Bevan membayangkan samsak itu orang yang telah menyakitinya. Bevan yang terlihat baik dan ramah, di saat seperti ini Bevan seperti monster.

Tak henti-henti Bevan meninju samsak itu dengan keras. Hingga membuat tangan Bevan bercucuran darah segar ke bawah lantai. Sakit? Mungkin iya, tapi tidak sebanding dengan apa yang ia rasakan di kala itu.

Di sisi lain, Ciko yang tengah mondar-mandir di ambang pintu menunggu kehadiran Bevan. Namun, Bevan tak kunjung datang, sedangkan Gio tengah bersandar di tembok.

Ciko melihat arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. "Bevan lo dimana si? 5 menit lagi ujiannya dimulai," gerutu Ciko. Meskipun, dirinya ingin mengalahkan Bevan yang selalu menjadi juara kelas, tetapi Ciko selalu mengingatkan Bevan mengenai ujian sekolah.

"Paling si Bevan ke panti dulu," ucap Gio.

Ciko mengeluarkan ponsel dari dalam saku bajunya. Kemudian, Ciko mencoba menghubungi Bevan. Namun, panggilannya tidak diangkat sama sekali oleh Bevan. Sebenarnya apa yang terjadi?

Malam telah berlalu. Namun, Bevan masih belum pulang juga. Umi mulai khawatir dengan putra semata wayangnya. Umi sadar seharusnya ia tidak mengingatkan Bevan tentang Abinya.

Seseorang membuka pintu, sontak membuat Umi langsung menghampirinya. Raut wajah Bevan tidak  berseri seperti hari biasanya. “Kamu dari mana aja Bevan?” tanya Umi Bevan khawatir.

“Bevan capek Umi, yaudah Bevan ke kamar dulu ya,” pamit Bevan seraya berlalu pergi menuju kamarnya.

Di sebuah kamar bernuansa biru Bevan langsung membantingkan tubuhnya di atas ranjang, sedangkan tasnya dibiarkan tergeletak begitu saja. Bevan memejamkan matanya sejenak. Tubuhnya lelah begitu juga dengan pikirannya. Telepon rumah berdering menandakan ada panggilan masuk. Bevan meraih gagang telepon itu, lalu ia dekatkan ke telinga kanannya.

“Assalamualaikum Abang Bevan,” ucap salam anak-anak panti serempak.

“Waalaikumsalam, kalian belum tidur?” tanya Bevan.

“Tadi Fatih mimpiin Bang Bevan sampai nangis-nangis, kami juga takut Abang kenapa-napa,” ujarnya dari seberang sana.

Bevan memalingkan pandangannya ke jari-jarinya yang sedikit memar. Bevan tersenyum seraya berkata, “Abang baik-baik aja, kalian tahu kan Abang kuat gak mungkin Abang kenapa-napa.”

“Abang harus janji sama kita, kalau Abang akan selalu ada buat kita.”

“Abang janji,” kata Bevan sebelum mengakhiri panggilannya.






TBC

Tinggalkan jejak dengan cara vote dan ramaikan kolom komentar.
Terimakasih ❤

Without Love (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang