"Pergilah dan berdirilah di depan cermin, kamu akan menemukan Bidadari sesungguhnya."
– Bevan Deonandra Fernandes –Senja. Langit yang indah, banyak orang yang suka dengan langit senja, karena ada ketenangan ketika melihatnya. Bevan kini sudah rapih dengan memakai celana jeans, juga kaos putih dibalut dengan jaket denim, dengan topi yang melingkar sempurna terpasang di kepalanya. Sungguh kini Bevan terlihat tampan bagaikan Dilan sang peramal.
Bevan pun menuruni anak tangga dengan langkah cepat seraya membawa sticky notes juga pulpen di genggamannya. Bevan mendudukkan pantatnya di kursi. Bevan pun menuliskan sesuatu di sticky notes itu. Kemudian, Bevan menempelkan sticky note di bagian luar dan di dalam kotak pizza.
"Umi, Bevan keluar dulu sebentar," pamit Bevan.
"Iya, hati hati!" teriak Umi Bevan yang tengah berada di atas kamarnya.
Bevan pun berjalan dengan gontai dengan membawa kantung berisikan pizza. Jika Dilan terkenal dengan mengendarai motor Honda CB100, berbeda halnya dengan Bevan. Kini Bevan mengendarai motor Vespanya. Motor tua milik peninggalan Kakek buyutnya.
Kebanyakan lelaki memilih mengendarai motor yang trend ketimbang motor jadul. Sensasinya jauh lebih asyik mengendarai motor tua seperti Vespanya. Meskipun tidak terlalu kencang seperti motor ninja miliknya.
Bevan menghentikan motornya tepat di depan rumah kediaman Wijaya. Bevan berjalan gontai memasuki pekarangan rumah dengan membawa kantung plastik berisikan pizza.
Bevan berdiri di depan pintu. Sempat ia merasa ragu saat mau mengetuk pintu. Bevan menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya secara perlahan.
Tok ... Tok ... Tok ...
Namun, tak ada sahutan dari dalam. Bagaimana bisa orang mendengarnya. Karena rumahnya terlalu besar.
Bevan mengernyitkan keningnya bingung. "Di rumahnya gak ada siapa-siapa kali ya," ucap Bevan bermonolog. Kemudian, Bevan melihat seisi ruangan dari kaca jendela, siapa tahu ada orang di dalamnya.
Saat hendak Bevan mau mengetuk pintu, tiba-tiba seseorang dari dalam membuka pintu. Terpampang seorang pria di ambang pintu. "Maaf, ada perlu apa?" tanyanya.
Bevan tidak menggubrisnya. Bevan terus menatap pria di hadapannya. Untuk pertama kalinya Bevan bertemu dengan Ayah dari gadis itu. "Gila Bokapnya serem banget, nanti kalau gue jadi mantunya bisa-bisa dimarahin sama dia," gerutu Bevan dalam hati.
Pria itu berdeham membuat Bevan tersadar dari lamunannya. "Maaf Tuan, ini ada paket," ucap Bevan seraya menyodorkan kantung plastik.
Pria itu mengernyitkan keningnya. "Maaf, tapi saya tidak memesan apapun," bantahnya.
"Bukan Tuan yang memesan, tapi putri Anda." Bevan menyodorkan kembali kantungnya. Dengan ragu Pria itu mengambilnya. Karena penasaran Pria itu pun membuka kantung itu. Namun, dengan cepat Bevan menghentikannya.
"Maaf Tuan, tidak baik membuka barang yang bukan hak milik Anda," ujar Bevan. Entah dari mana kata-kata itu berasal, kali ini Bevan pintar dalam berbicara. Padahal ia gugup berhadapan dengan Ayah dari gadis pemilik mata hitam pekat. "Permisi," sambung Bevan.
Di sisi lain, Alena tengah berbaring tengkurap sambil menonton drama dari laptopnya. Tak ada aktivitas lain selain menonton. Terdengar seseorang mengetuk pintu kamar yang terbuka lebar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Without Love (Revisi)
Teen Fiction"Hai Bidadari cantik, gimana udah bangun? Kalau udah jangan lupa bangunin Bevan ya!" Isi surat itu seperti tidak berarti apa-apa. Namun, siapa sangka isi surat itu mengandung makna terdalam. Alena disadarkan oleh sebuah kenyataan yang sangat menyaki...