Percayalah

486 50 11
                                    

Pagi yang indah dengan suasana yang cerah. Seorang gadis tengah menikmati udara segarnya dengan berdiam diri di pekarangan rumahnya ditemani seekor kucing putih. Jyko nama kucingnya.

Seekor kucing yang lucu sejenis kucing persia dengan memiliki bulu putih yang lebat, selain itu memiliki mata biru. Kucing ini cukup dibilang pandai dan mengerti akan perasaan pemiliknya. Jika si pemilik mengatakan tidak, kucing ini menuruti perkataannya.

"Can you see this Jyko?" tanya Alena seraya menunjuk pada bunga yang tertanam di pot. Mata kucing yang biru melirik ke arah tanaman itu.

"You like this?"

Meong

Kucing itu mengeong seakan-akan kucing itu menjawab pemiliknya. Kucing itu mendekat dan menggosokkan badannya pada pemiliknya, bertingkah manja dan menggemaskan. Kucing itu berlarian entah pergi kemana. Alena yang melihat itu langsung berlari mengejarnya.

"Jyko, wait!" seru Alena.

Seorang lelaki dengan memakai seragam sekolah dibalut dengan jaket levis, memarkirkan motornya tepat di depan rumah Alena. Disimpan tasnya di atas motornya. Lelaki itu pun melihat sekeliling rumahnya, memastikan bahwa tidak ada orang yang melihatnya. Lelaki itu pun memasukinya dengan mengendap-ngendap, menyusup ke pekarangan rumahnya.

Meong

Seekor kucing mengagetkannya.

"Astaghfirullah cing, lain kali bilang." Kucing itu menggemaskan. Lelaki itu pun berjongkok dengan kaki sebelah menyentuh lantai. Kucing itu cepat sekali beradaptasi dengan orang baru. Kucing itu menggosokan badannya bertingkah manja.

"Jyko where are you now?" tanya Alena seraya mencari kucing kesayangannya di semak-semak, mungkin saja kucing itu sedang mengumpat.

"Kucingnya lucu apalagi pemiliknya," ucap seorang lelaki.

Alena berbalik badan menghadap ke sumber suara. Cowok yang tak asing lagi baginya. Bevan Deonandra Fernandes, orang yang nekat menemuinya di tengah malam hanya untuk bisa tertidur pulas. Cowok yang aneh yang pernah ia temui.

Bevan menyodorkan kucingnya pada Alena. Alena pun mengambil dan menggendong kucing kesayangannya.

Bevan duduk di rumput-rumput. Bevan menatap Alena yang kini tengah berdiri seraya menatap balik padanya. Matanya menoleh ke bawah mengisyaratkan agar Alena duduk di sampingnya. Alena yang paham akan isyarat itu langsung duduk di samping Bevan dengan kucing yang berada pangkuannya.

Hening, itulah yang terjadi pada mereka tak ada satu pun yang membuka suara.

"Bukannya kamu harus pergi ke sekolah?" tanya Alena mencairkan suasana.

Bevan menoleh ke samping. "Seharusnya itu yang menjadi pertanyaan aku untuk kamu." Alena terdiam mendengar pernyataan Bevan. Kucing itu mengeong pelan seakan kucing itu mengerti perasaan pemiliknya.

"Maaf," ucap Bevan.

Alena kembali tersenyum setelah melihat kucingnya dengam raut wajah sedih. "Seandainya Ayah mengizinkan aku, mungkin saat ini aku tidak akan berada di rumah," jelas Alena.

Kali ini Bevan yang terdiam. Bevan melirik ke samping tepat pada Alena. "Kamu tahu apa yang aku lakukan di saat aku menghadapi rasa bosan atau menghadapi masalah?" Alena menggelengkan kepalanya.

"Ada dua tempat yang aku kunjungi ... Pertama Danau," ungkap Bevan.

Bukan Bevan saja yang menjadikan Danau sebagai tempat untuk mencari ketenangan, bahkan Alena saja suka pergi ke sana.

"Kedua?" tanya Alena.

Bevan menatap lurus ke depan seraya menjawab, "Sekolah."

Andai dirinya bisa pergi ke sekolah, mungkin dirinya juga akan menjadikan sekolah tempat keduanya untuk menenangkan diri dari masalah.

Bevan menoleh ke samping terlihat Alena kini tengah menunduk dengan raut wajah sedih mendengar kata sekolah. "Percayalah akan ada keajaiban hari ini," ucap Bevan seraya beranjak berdiri, diikuti oleh Alena.

Bevan tersenyum kepada Alena dengan ragu Alena membalas senyumannya. Bevan berjalan keluar, punggungnya tak terlihat lagi, ia semakin menjauh.

Sore kali ini berbeda. Langitnya terlihat begitu cerah dibanding hari-hari kemarin. Sudah menjadi tradisi ketiga lelaki itu untuk berkumpul di warung Mang Adul.

"Kopi, kopi apa yang pahit?" tanya Gio.

Mang Adul menghampiri ketiga lelaki itu seraya membawa nampan dengan di atasnya berisikan sepiring bala-bala hangat, dua gelas teh manis dan satu gelas kopi.

"Kopi kapal api," sahut Mang Adul seraya menyimpan nampannya di atas meja.

"Salah atuh si emang mah," elak Gio.

Ciko mengambil secangkir teh manis, lalu menyeruputnya. "Terus naon atuh?" Ciko ikut bertanya.

"Kopikir dia mencintaimu," jawab Gio seraya mengambil bala-bala hangat. Kemudian, Gio pun memakannya

"Garing lo,” timpal Ciko.

"Banjur ai garing mah atuh ujang," sahut Mang Adul seraya berlalu pergi. Maksud dari perkataannya ialah “Guyur kalau kering.”. Gio mengacungkan ibu jarinya pada Mang Adul yang telah membelanya. Sering kali terjadi ketika Gio mencoba untuk melawak, tapi lawakannya itu justru tidak lucu.

"Temen-temen apa yang nyebelin?" tanya Bevan tiba-tiba. Bevan pun mengambil secangkir teh hangat, lalu meneguk tehnya.

Ciko dan Gio saling melontarkan pandangan satu sama lain seraya mengangkat kedua halisnya secara bersamaan. Gio memutar bola matanya ke atas, berpikir sejenak untuk mencari tahu jawabannya.

“Gue tahu,” kata Gio seraya mengangkat tangannya.

Bevan mengangkat kedua alisnya. Bevan pun kembali menyeruput secangkir tehnya.

"Temen tapi mesra tapi gak jadian," ucap Gio seraya menggebrak meja yang membuat Bevan tersedak.

Bukannya memberikan air putih, Gio refleks malah memberikan bala-bala sisanya. Bevan menepuk punggung tangan Gio yang membuatnya meringis kesakitan, sedangkan Ciko berlari mengambil botol air mineral yang terpajang di lemari es. Kemudian, Ciko pun memberikan air mineral itu pada Bevan. Tanpa berpikir panjang Bevan pun mengambilnya, lalu meneguknya sampai tersisa setengah botol.

Bevan menyimpan botol air mineral di atas meja. "Lo mau tahu jawabannya?"

Gio mengangguk dengan raut wajah polos. Memang sahabatnya yang satu ini benar-benar menyebalkan. "Yaitu temenan sama Lo," sambung Bevan seraya berlalu pergi.

Ciko beranjak berdiri seraya berkata, "Gak ada akhlak lo, Yo." Ciko pun berlalu pergi mengikuti Bevan.

Gio yang melihat Bevan dan Ciko yang malah meninggalkannya hanya bisa mengelus dada. "Salah gue dimana?" tanya Gio seraya kembali memakan bala-bala sisanya.






TBC

Tinggalkan jejak dengan cara vote dan ramaikan kolom komentar.
Terimakasih ❤

Without Love (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang