Seorang pria dengan memakai setelan kemeja putih dibalut dengan jas hitam yang membuatnya terlihat wibawa. Pria itu tengah duduk di sofa ruang tamu. Bevan menuruni anak tangga dengan cepat. Seketika suasana hatinya berubah, ketika melihat pria yang tengah berbincang dengan Umi. Bevan berjalan tanpa menghiraukannya. Langkahnya terhenti ketika seseorang memanggilnya.
"Bevan sini," panggil Umi.
Bevan pun berbalik badan seraya bertanya, "Iya, ada perlu apa Umi?"
"Abi mau bicara," sela Sam-Abinya.
Bevan memutar matanya jengah. "Maaf, Bevan gak ada waktu," ucap Bevan seraya berlalu pergi. Itulah caranya menghindari perseturuan dengan Abi. Setiap kali Bevan bertemu dengannya suasana hatinya langsung berubah.
“Bevan, kamu tahu sedang bicara sama siapa?” tanya Abi dengan nada membentak.
Langkah Bevan mendadak terhenti. Bevan berbalik badan seraya berjalan melangkah menghampirinya. “Seorang pengusaha besar bernama Sam Fernandes yang tidak pantas disebut sebagai Abi,” jawab Bevan.
Satu tamparan berhasil mendarat di pipi Bevan. Marah, kesal, kecewa jelas tergambar dari raut wajah Pria di hadapannya. Tanpa berpamitan pada kedua orangtuanya, Bevan pun berlalu pergi. Bevan menancapkan gasnya membelah jalanan dengan kecepatan kencang.
Perubahan sikap Bevan yang menjadi dingin berhasil memicu perhatian semua orang. Pasalnya Bevan selalu tersenyum ketika melewati mereka bahkan sering menyapanya. Namun, kali ini Bevan tidak menggubrisnya, bahkan saat ini tak ada senyuman yang mengembang dengan sempurna terukir di bibirnya. Terdengar sebagian dari penggemar Bevan berbisik-bisik seperti ini.
"Kak Bevan kenapa berubah jadi dingin sih?” tanya salah satu siswi.
"My ikhwan berubah kayak power rangers,” celetuk siswi lainnya menambahi.
"Bevan senyum dong, ah jadi gak mood ngerjain pr,” gerutu siswi lainnya.
Lagi-lagi Bevan terus berjalan tanpa menghiraukan mereka. Bevan pun masuk ke dalam kelas yang kini pandangan semua orang tertuju padanya. Kini wajah Bevan tidak memancarkan cahaya tidak seperti biasanya. Bevan terus berjalan menuju bangkunya. Bevan pun mendudukkan pantatnya di kursi bernotabene di samping Alena.
Ciko dan Gio menghampiri Bevan. Keduanya memperhatikan Bevan dari atas sampai bawah. Gio menempelkan tangannya tepat di kening Bevan, memeriksa kondisinya bahwa dia baik-baik saja.
Bevan berdecak seraya menepis tangan Gio. "Apaan si Yo, gue baik-baik aja kali," bentak Bevan.
Gio bergidik ngeri. Pikiran negatifnya kini menguasai otaknya. "Ko, si Bevan kesurupan maung kali ya," bisik Gio tepat pada telinga Ciko yang tengah berdiri di sampingnya.
"Ngaco lo," timpal Ciko.
Di sepanjang pelajaran Bevan terdiam seribu bahasa. Tidak seperti biasanya dimana Bevan selalu mengganggu Alena ketika sedang belajar dengan gombalannya. Namun, sikapnya kini seperti bongkahan es balok.
"Van kenapa? Ada masalah?" tanya Alena. Bevan mengangguk pelan. "Masalah apa?" tanya Alena menambahi.
"Masalahnya aku kepikiran kamu terus,” jawab Bevan seraya menopang dagunya dengan pandangan tertuju pada Alena. Seketika Alena terkekeh pelan.
Suasana hati Bevan kembali seperti biasanya, kini wajahnya bersinar. Waktu kini sudah memasuki jam istirahat, Bevan dan Alena pun berjalan beriringan memasuki kantin. Seketika penggemar Bevan yang didominasi kaum hawa menjerit histeris melihatnya.
"Akhirnya senyum juga,” ucap salah satu siswi yang berada di ambang pintu.
"Nikmat mana yang kau dustakan,” sahut siswi lainnya.
Ada sebagian penggemarnya yang tak berani bercakap, bahkan menatapnya saja tidak berani. Ia hanya bisa menggigit kuku-kukunya. Ada juga yang hanya bisa menundukkan pandangannya ketika Bevan melewatinya. Bisa dibilang penggemar rahasia.
Leon menatap sinis pada Bevan yang tengah berjalan melewatinya. Bevan dan Alena pun memilih meja yang berada di samping Leon. Tanpa memesan apapun, Bi Inah datang dengan membawa nampan berisikan pesanan mereka. Bi Inah memang peka akan hal itu. Karena ia sudah tahu apa makanan yang Bevan dan Alena sukai.
Andaikan di dunia ini semua lelaki sama seperti Bi Inah, mungkin para gadis tidak akan memberikan berbagai kode baik lewat story whatsapp, instagram atau twitter.
"Bi Inah peka banget deh, Andai dia juga sama kayak Bi Inah," sindir Bevan.
“Dia atau si eneng geulis ieu,” sindir Bi Inah sengaja.
Bevan pun menempelkan jari telunjuknya tepat di bibirnya, mengisyaratkan agar Bi Inah tidak membocorkan rahasianya. “Nanti dia denger Bi,” timpal Bevan. Sontak hal itu berhasil membuat Alena dan Bi Inah tertawa lepas.
Sementara di sisi lain Leon yang dari tadi terus memperhatikan dua insan itu mendesis pelan. Leon benar-benar muak melihat tingkah Bevan yang bisa dikatakan lebay. “Cringe,” ejek Leon.
“Yang syirik mah berisik ya Bi,” kata Bevan.
“Biarinlah Den, anggap aja radio butut,” sahut Bi Inah. “Yaudah atuh ah Bibi mau ke belakang dulu, banyak pesanan,” ucap Bi Inah menambahi.
“Hai Baby,” sapa Bianca yang baru saja datang seraya mencium pipi kanan dan kiri Leon. Memang sikap Bianca kelewat batas, tapi tidak ada yang berani menasihatinya. Karena jika ada yang menasihatinya, bersiap-siap saja namanya akan dibawa sampai ke pemilik sekolah. Mengadu itulah yang sering Bianca lakukan.
“Lebih dari cringe,” sindir Bevan sengaja seraya menyunggingkan bibirnya.
Tinggalkan jejak dengan cara vote dan ramaikan kolom komentar.
Terimakasih ❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Without Love (Revisi)
Teen Fiction"Hai Bidadari cantik, gimana udah bangun? Kalau udah jangan lupa bangunin Bevan ya!" Isi surat itu seperti tidak berarti apa-apa. Namun, siapa sangka isi surat itu mengandung makna terdalam. Alena disadarkan oleh sebuah kenyataan yang sangat menyaki...