Bidadari Tak Bersayap

227 27 12
                                    

Kedatangan seorang gadis cantik berbadan mungil kini menyita perhatian seluruh siswa-siswi SMAN Garuda. Kecantikannya membuat kaum Adam tak henti menatapnya. Bisa dibilang gadis itu dikategorikan sebagai Bidadari tak bersayap.  

"Gila cantik bener,” ungkap salah satu siswa yang tengah mematung di ambang pintu.

“Bidadari surga,” sahut siswa lainnya.

Beberapa lelaki yang melewatinya justru malah dibuat mematung. Seolah mereka tersihir dengan paras cantiknya. Namun, ada tiga orang lelaki yang tidak menyadari hal itu. Sontak hal itu membuat ketiga lelaki yang tengah berjalan beriringan dibuat bingung.

"Napa mereka pada aneh lagi sih?" celetuk Gio.

"Lo pada masih inget kan kejadian waktu itu?" tanya Bevan mengingatkan. Kejadian saat ini sama persis dengan kejadian di kala itu. Dimana semua siswa bertingkah aneh ketika mereka melewatinya.

“Gue inget,” jawab Gio, sedangkan Ciko mengangguk pelan mengiakan perkataan Gio.

Ketiga lelaki itu tahu harus melakukan apa saat ini. Mereka pun berbalik badan secara bersamaan. Kini mereka disuguhkan pemandangan indah. Seorang gadis dengan penampilan baru, rambut pendek curly di bawah pundak yang terurai, dengan memperlihatkan senyum yang merekah sempurna.

“Hai,” sapa Alena seraya melambaikan tangannya.

"Ini bener Bidadari turun dari langit," celetuk Gio seraya menatap Alena tanpa berkedip.

Bevan mengusap wajah Gio yang terlalu lama menatap Alena. "Bidadari gue awas aja lo embat," bisik Bevan tepat di telinga Gio.

“Yaelah Cuma lima detik, pelit amat,” gerutu Gio.

Bevan tidak mempedulikan Gio yang tengah kesal padanya. Bevan lebih memilih mengajak Alena untuk pergi menuju kelas, tanpa berpamitan pada Gio dan Ciko.

Ciko menepuk pundak Gio seraya bertanya, "Yo, lo mau Bidadari kan?" Gio menganggukkan kepalanya antusias. "Noh bidadari lo," ucap Ciko menambahi seraya menunjuk pada Miss Beggy.

"Bidadari turun dari genteng,” timpal Gio.

"Hei kemari," panggil Miss Beggy.

Ciko terkekeh pelan. "Kalau dipanggil itu disamperin dong," ejek Ciko.

"Kampret, masa nyamperin banteng yang ada gue diseruduk lagi," umpat Gio.

Suaranya terdengar sangat jelas di telinganya. Darahnya kini mulai mendidih, ketika seseorang menghinanya, apalagi seseorang itu ialah muridnya. Memang fisiknya selalu dijadikan bahan candaan orang-orang. "Apa kamu bilang? Saya mirip banteng? Kurang asem!” cerca Miss Beggy.

Ciko tertawa lepas. "Gue duluan bro," pamit Ciko seraya berlalu pergi meninggalkannya.

"Kurang gula kali Bu," timpal Gio dengan wajah polos.

"Eh berani kamu ngelawan saya?" tanya Miss Beggy seraya berkacak pinggang. Jika sudah seperti itu habislah riwayat Gio. "Sini kamu," perintah Miss Beggy.

Gio dengan ragu berjalan menghampiri Miss Beggy. Seketika nyali Gio menciut ketika Miss Beggy berjalan menujunya. Gio pun berjalan mundur, sedangkan Miss Beggy pun menghentikan langkahnya. Gio kembali berjalan menghampiri Miss Beggy, lagi-lagi dirinya berjalan mundur ketika Miss Beggy berjalan menuju ke arahnya. Keduanya seperti sedang bermain kucing-kucingan.

"Lain ucing-ucingan ieu mah banteng-bantengan," gerutu Gio.

"Apa kamu bilang?" tanya Miss Beggy. Kali ini dirinya benar-benar marah. Lihat saja wajahnya sangat merah.

"Sieun banteng ngamuk,” gerutu Gio seraya berlari menuju kelasnya.

"Anak jaman sekarang kurang ajar," umpat Miss Beggy kesal.

Saat hendak tiba di kelas, Bevan dan Alena berpapasan dengan Bianca yang baru saja melewatinya. Bianca menatap Alena dengan tatapan sinis seraya menyunggingkan bibirnya.

"Eh tuan putri, sepertinya bahagia sekali ada apa gerangan?" tanya Bianca seraya memperlihatkan senyumnya. "Gimana? Gak sakit-sakitan lagi?” tanya Bianca dengan nada merendahkan.

Bevan mulai geram, ia pun mengepalkan kedua tangannya dengan erat. "Jaga omongan lo," ucap Bevan seraya menunjukkan jari telunjuknya tepat di wajah Bianca.

"Kenapa? Gak terima, hah? Seharusnya lo sadar diri dong, emang kenyataannya gitu,” ungkap Bianca.

Bevan tidak terima dengan apa yang dikatakan oleh Bianca. Bevan mengangkat tangannya di udara ingin melayangkan satu tamparan tepat di pipinya. Namun, dengan cepat Alena menghentikannya. Alena tersenyum dengan mata berbinar-binar seraya menggelengkan kepalanya, mengisyaratkan agar Bevan tidak melakukan hal itu.

“Kali ini lo selamat, tapi besok gue gak akan ngebiarin lo lolos,” bisik Bevan tepat di telinga Bianca. Kemudian, Bevan pun kembali mengajak Alena untuk pergi ke dalam kelas.

Di sepanjang kegiatan belajar mengajar berlangsung, Alena terus saja memikirkan apa yang dilontarkan Bianca beberapa menit yang lalu. Perkataanya menusuk bagaikan pisau tajam. Baru pertama kali seseorang mengatakan hal itu padanya.

Sesekali Bevan perhatian Alena terus saja melamun. Bevan tahu pasti Alena tengah memikirkan perkataan Bianca. Karena belakangan ini Bevan juga merasa bahwa ada sesuatu hal yang disembunyikan, tapi entah itu apa Bevan tidak tahu. "Kenapa?” tanya Bevan dengan nada pelan.

Alena menggeleng pelan seraya tersenyum, mengisyaratkan bahwa dirinya memang baik-baik saja.

“Yakin?” tanya Bevan seraya memperhatikan Alena seksama. Lagi-lagi Alena mengangguk pelan.

Bel pulang berbunyi semua orang berhamburan keluar kelas menuju gerbang yang kini terbuka lebar. Angkot berjajaran rapih di depan sana, menunggu para penumpang.

Ciko dan Gio sudah pulang lebih awal tak lupa mereka berpamitan pada Bevan dan Alena. Sementara Bevan memutuskan untuk pergi ke toilet sebentar, sedangkan Alena menunggu di depan kelas.

Terdengar suara langkah kaki seseorang menghampirinya. Alena pikir orang itu ialah Bevan, ternyata itu Bianca. Alena yang tengah duduk sontak ia beranjak berdiri.

"Tuan putri kenapa? Pusing? Mau gue anter ke rumah sakit gak?" tanya Bianca sengaja.

“Aku baik-baik aja kok,” jawab Alena seraya tersenyum.

Bianca berdecak sebal. "Alah mana ada lo baik-baik aja, orang lo sering pingsan. Lo tahu itu tandanya apa? Lo itu sakit-sakitan. Oh atau jangan-jangan lo punya penyakit parah?” tutur Bianca panjang lebar seraya menutup mulutnya.

Pikiran negatif kini menguasai otak Alena. Memang sempat terlintas mengenai hal itu. Karena pada dasarnya ia sering merasa pusing dan sering merasa lelah.

"Kalau lo emang kuat gak lemah, gue tantang lo besok lomba lari sepulang sekolah," tawar Bianca seraya menadahkan tangannya di udara.

Alena pun menelungkupkan tangannya di atas tangan Bianca, mengisyaratkan bahwa dirinya menerima tantangan dari Bianca. Bianca tersenyum sinis padanya seraya berlalu pergi meninggalkan Alena. Punggungnya perlahan-lahan semakin menjauh dan tak terlihat lagi.

Alena tidak yakin bahwa dirinya akan bisa mengalahkan Bianca sang atlet, tapi apa salahnya ia mencoba?

Bevan keluar dari toilet siswa, kemudian ia menghampiri Alena yang tengah menunggunya di luar. Sempat Bevan tadi mendengar seseorang tengah berbincang, tapi entah siapa orang itu.

"Ayo,” ajak Bevan.

Tinggalkan jejak dengan cara vote dan ramaikan kolom komentar.
Terimakasih ❤

Without Love (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang