Teriak demi teriak dari setiap penjuru sekolah. Kaum hawa berbaris, berjajar dengan rapih di setiap ruangan. Menyambut kedatangan seorang lelaki tampan tiada tara, yang dikenal dan dijuluki sebagai raja gombal. Siapa lagi kalau bukan Bevan Deonandra Fernandes.
Setiap kali Bevan dan kedua sahabatnya, yaitu Ciko dan Gio. Mereka disambut dengan sangat antusias oleh penggemarnya yang didominasi oleh kaum hawa tentunya. Setiap langkah demi langkah yang mereka tempuh selalu saja diikuti oleh penggemarnya. Layaknya paparazi yang selalu mengikuti gerak gerik para selebritis untuk mencari informasi.
"Bevan selamat pagi," sapa salah satu penggemarnya.
Bevan memperlihatkan senyum yang mengembang dengan sempurna seraya berkata, "Selamat pagi."
Siswi yang mendapat sapaan dari Bevan, seperti mendapatkan uang seratus miliyar. Seketika siswi itu terbang jauh ke angkasa. Siswi itu mengibas-ngibas wajahnya. Lalu menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya secara perlahan. Siswi itu pun melakukan gerakannya secara terus-menerus. "Oksigen mana oksigen," teriaknya.
Bevan yang melihat tingkah salah satu penggemarnya itu hanya bisa bergidik ngeri. Terkadang Bevan heran, ketika orang-orang memuja-mujanya, bahkan sampai mengidolakannya, sedangkan dirinya bukan selebritis atau pun Tuhan yang seharusnya dipuja.
"Gila lo, kaya pangeran William aja sampai disambut segala," sindir Ciko yang tengah berjalan beriringan di samping Bevan dan Gio.
Gio bergidik ngeri membayangkan ke depannya akan seperti apa tentang Bevan. "Lama-lama lo bisa dibungkus dah Van sama kaum hawa," umpat Gio.
"Emangnya lo pikir gue bakwan apa?" tanya Bevan dengan nada mengejek. Gio hanya menyeringai pada Bevan.
Keadaan kelas ramai bak pasar. Sudah menjadi kebiasaan di pagi hari budaya menyontek satu sama lain. Sudah tidak aneh lagi mengenai hal itu. Karena di dalam kerja kelompok selalu saja, ada orang yang menjadi korban dalam pengerjaan tugas, sedangkan sisanya bersikap santai seolah tidak ada beban.
"Oh shit, gue ketinggalan," umpat Gio. Kemudian, Gio membuka tas, lalu mengambil bukunya. Gio pun berlari kecil menuju tempat perkumpulan orang-orang yang sedang menyontek.
Bevan dan Ciko hanya bisa menggeleng pelan melihat tingkah sahabatnya. Mengenai Bevan selain tampan, ia juga pintar. Bevan selalu mendapat peringkat pertama di kelasnya. Itulah yang membuat kaum hawa menyukainya, tetapi tidak ada satu pun dari mereka yang Bevan sukai.
Seorang pria masuk ke dalam kelas dengan buku-buku besar di genggamannya. "Apa yang kalian lakukan?" tanya Pak Trio yang merupakan guru ter-killer di SMAN Garuda. Guru yang ditakuti banyak siswa-siswi karena memiliki sifat tegas.
Seolah tersihir dengan perkataannya itu, semua siswa-siswi pun langsung duduk di bangkunya masing-masing dengan sikap tegap. Satu hal yang bisa mereka lakukan, yaitu menunduk di hadapannya.
Menyontek itulah yang tidak disukai para guru termasuk Pak Trio. Karena hal itu bukan perbuatan jujur, selain itu dengan cara menyontek membuat siswa-siswi menjadi malas untuk kembali mengasah otaknya. Rasa malas itu yang harus disingkirkan.
"Jika kamu tidak sanggup menahan lelahnya belajar maka kamu harus sanggup menahan perihnya kebodohan," ujar Pak Trio seraya mendudukkan pantatnya di kursi. "Kembali kerjakan tugasnya dan jangan diskusi," perintahnya.
Seketika suasana kelas hening bak kuburan. Semua orang dengan khidmat mengerjakan pekerjaan rumahnya juga pekerjaan tambahan. Tak terasa waktu berputar begitu cepat. Kini jam menunjukkan pukul 10.00. Dimana kini sudah memasuki jam istirahat.
Seperti biasanya, suasana kantin ramai. Ketika Bevan dan kedua sahabatnya berjalan beriringan memasuki area kantin. Tempat di bagian ujung itu sudah menjadi tempat basecamp mereka. Bukan kaum hawa yang kini antusias, melainkan kaum adam yang antusias menyambut kedatangan seorang perempuan ter-hits di sekolah SMA Garuda.
Siapa lagi kalau bukan Bianca Riberio. Anak semata wayang dari keluarga Riberio juga cucu dari pemilik sekolah SMA Garuda. Semua siswa-siswi dibuat tunduk olehnya, terkecuali Bevan. Satu-satunya siswa yang berani menentangnya.
"Kalian tahu gak? Kalau kalian lagi minum kopi tanpa gula, terus si Bianca lewat udah jadi manis tuh kopi," ungkap Gio seraya menatap Bianca yang tengah duduk di bangku depan tanpa berkedip.
Ciko berdecak sebal seraya berkata, "Sekalian aja tuh makan si Bianca, anggap aja dia gula." Muak rasanya Ciko harus mendengarkan pujian untuk Bianca. Bukan hanya Ciko yang benci kepada Bianca, melainkan Bevan juga. Karena Bianca selalu saja menggunakan kekuasaan untuk menjadikan siswa-siswi tunduk di hadapannya, tetapi karena tak berdayanya Ciko, ia pun harus ikut tunduk kepada Bianca.
Terlintas di pikiran Bevan tentang gadis itu. Seorang gadis yang pernah Bevan temui di Mall PVJ. Senyumnya yang manis yang membuat Bevan candu untuk terus menatapnya. Rasanya Bevan ingin terus berada di sana menikmati pemandangan yang indah.
Sungguh beruntungnya Bevan saat itu, bertemu dengan seorang gadis pemilik mata hitam pekat. Lebih beruntungnya lagi, Bevan tahu nama juga alamat rumahnya.
Seketika lamunan Bevan akan gadis itu buyar. "Tunggu, jangan bahagia dulu ... Lo belum tahu lebih tentang gadis itu. Yang pertama, lo belum tahu nama dia. Kedua, lo gak tahu rumah dia dimana. Dan yang terakhir, apa dia udah punya pacar?" Seketika terjadi peperangan batin dengan otaknya. Dan terkadang otak tidak sejalan dengan hati.
"Gak mungkin dia udah punya pacar. Pasti mereka pada takut sama Ayahnya. Dan yang pasti, gak mungkin Ayahnya ngebiarin gitu aja buat dia pacaran. Mustahil itu namanya," gerutu Bevan dalam hati.
Benar apa yang dipikirkan oleh Bevan. Gadis itu tidak mungkin memiliki pacar. Ada beberapa hal yang menjadi mungkin. Pertama, tidak ada satu pun dari cowok manapun yang berani menghadapi Ayahnya juga Bodyguardnya. Kedua, Ayahnya tidak mungkin membiarkan dengan mudah putrinya untuk berpacaran. Jika seandainya itu terjadi, mungkin mereka akan terus dalam pengawasan Ayah beserta Bodyguardnya.
Seketika Bevan tersenyum dengan keadaan masih tengah melamun. Ciko mengangkat kedua alisnya kepada Gio, mengisyaratkan 'Kenapa dengan dia?'. Gio hanya bisa mengangkat kedua tangannya dengan keadaan telapak tangan terbuka, mengisyaratkan 'Bahwa dirinya tidak tahu'.
•
•
•
•
•
•
TBCTinggalkan jejak dengan cara vote dan ramaikan kolom komentar.
Terimakasih ❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Without Love (Revisi)
Ficção Adolescente"Hai Bidadari cantik, gimana udah bangun? Kalau udah jangan lupa bangunin Bevan ya!" Isi surat itu seperti tidak berarti apa-apa. Namun, siapa sangka isi surat itu mengandung makna terdalam. Alena disadarkan oleh sebuah kenyataan yang sangat menyaki...