Nekad

559 62 8
                                    

Malam kini telah berlalu, sang bulanlah yang berada di atas langit menggantikan posisi sang surya, dengan ditemani bintang-bintang yang senantiasa menemani bulan di kala gelapnya malam.

Seorang gadis tengah berbaring tengkurap seraya menonton drama korea di layar laptopnya. Siapa yang tidak menyukai drakor? Di jaman sekarang kebanyakan orang, terutama kalangan pelajar banyak menghabiskan waktu luangnya dengan menonton drakor. Gulungan kertas dilempar begitu saja dari bawah sana. Entah siapa yang melakukan hal bodoh itu.

Alena mengernyitkan keningnya bingung. Siapa sebenarnya yang melempar asal kertas begitu saja? Alena pun berjalan menuju balkon melihat ke bawah, memastikan apakah ada orang di bawah atau tidak?

Namun, Alena tidak menemukan siapa pun di bawah sana. Justru Alena malah menemukan motor ninja hitam merah yang terparkir di depan rumahnya. Tak ada pikiran negatif yang melintas di pikirannya. Mungkin saja motor itu mogok tepat di depan rumahnya, dan pemiliknya sedang pergi untuk mencari bantuan.

Alena berbalik badan seraya kembali melangkah menuju tempat tidur. Namun, langkahnya terhenti, ketika seseorang memegang pundaknya dari belakang. Seketika bulu kuduknya berdiri, dingin itulah yang ia rasakan saat ini. Kini pikiran negatif menghantuinya.

Alena memejamkan matanya, menetralisir rasa takutnya seraya berkomat-kamit membaca ayat suci Alquran untuk mengusir hantu. Tak berani Alena berbalik badan menghadap hantu itu.

Seseorang meniup keningnya yang membuat Alena semakin ketakutan. Alena menjerit dengan keras memanggil Ayahnya. “Ayah!” teriak Alena tanpa membuka matanya. Suaranya yang menggelegar berhasil membuat seisi rumah terbangun. Ayah dan Mbo Ijah berlarian menuju kamar Alena.

Tok ... Tok ... Tok ...

Ayah mengetuk pintu Alena yang terkunci rapat dengan keras, terlihat dari wajah Ayahnya yang panik akan putri semata wayangnya. "Alena are u okay?" teriak Ayah Alena dari luar kamar.

Alena terkejut bukan main ketika seseorang menutup mulutnya dengan satu tangan. Sehingga membuat Alena tidak bisa berteriak untuk meminta bantuan.

“Aku bukan hantu atau pun maling,” kata seorang lelaki di hadapannya. Meskipun Alena sudah mendengarnya langsung dari mulut lelaki itu. Namun, masih ada rasa takut di dalam dirinya. “Buka mata kamu sekarang,” ucapnya menambahi.

Alena tidak berani untuk membuka matanya, meskipun orang itu sudah memerintahnya. “Hey,” panggilnya seraya menepuk pundak Alena. Dengan ragu Alena membuka matanya perlahan. Terpampang di hadapannya seorang lelaki tampan.

Lagi-lagi Alena dibuat terkejut ketika melihat lelaki itu. “Kamu?” tanya Alena.

Lelaki itu tersenyum seraya berkata, “Hai, aku Bevan.” Bevan mengulurkan tangannya. Namun, tak ada tanggapan dari gadis yang ada di hadapannya. Gadis itu masih mematung di sana.

“Nama kamu siapa?” tanya Bevan.

Sontak membuat Alena tersadar dari lamunannya. “A—alena,” jawab Alena terbata-bata.

Senyumnya masih mengembang dengan sempurna terukir di bibirnya. Itulah hal gila yang pernah Bevan alami semasa hidupnya. Menyusup ke kamar seorang gadis tanpa sepengetahuan pemiliknya. Caranya benar-benar gila. Bahkan dirinya sampai tergila-gila oleh gadis pemilik mata hitam pekat.

Alena tengah mematung di sana. Suara Ayahnya berhasil membuatnya tersadar dari lamunannya. "Alena!” teriak Ayah Alena seraya mengetuk pintu berkali-kali.

Panik itulah yang tergambar dari raut wajah Alena begitu juga dengan Bevan. Apa yang harus Bevan lakukan? Apakah dirinya harus bersembunyi? “Lebih baik kamu pergi, sebelum Ayah aku lihat kamu,” perintah Alena.

Bevan mengangguk pelan, mengiakan perkataannya. Kemudian, Bevan pun menuruni balkon dengan menggunakan anak tangga. Lega rasanya ketika Bevan sudah mulai turun ke bawah. Alena pun berjalan menuju pintu, lalu membuka pintu yang terkunci rapat.

"Kamu baik-baik aja, kan?" tanya Ayah Alena khawatir seraya memegang kedua bahu Alena.

"Alena gak kenapa-napa kok, tadi Ale lagi liat drakor," jawab Alena berbohong bukan itu yang sebenarnya.

"Yaud ...." Belum sempat melanjutkan perkataannya. Ayah Alena dibuat terkejut oleh kegaduhan yang terjadi di bawah sana. Sepertinya ada seseorang yang terjatuh.

Alena menepuk jidatnya. Sekarang kebohongannya akan terungkap. "A—ayah," teriak Alena mencoba menghentikan Ayahnya yang berusaha melihat apa yang sebenarnya terjadi.

"Siapa di sana?" teriak Ayah Alena seraya mengedarkan pandangannya ke setiap penjuru.

Bevan menepuk jidatnya. "Mampus lo Van," umpat Bevan pelan.

Seekor kucing hitam melewati Bevan entah itu kuncing siapa, tapi kucing itu berhasil menyelamatkan dirinya.

Meong

"Kucing tuan," ucap Mbo Ijah.

Akhirnya Alena bisa bernapas dengan lega. Kali ini dirinya maupun Bevan selamat. Mungkin hari esok keduanya akan terbongkar.

Ayah Alena pun berjalan menghampiri Alena. “Yaudah, sekarang kamu tidur ya. Ingat jangan begadang,” pesan Ayah Alena.

Alena mengangguk pelan. Setelah memastikan Ayah dan Mbo Ijah pergi, Alena pun kembali menutup pintu dan menguncinya rapat-rapat. Alena berjalan menuju balkon memastikan kondisi Bevan, apakah dia baik-baik saja atau tidak?

Bevan mendongakkan kepalanya ke atas balkon. Bevan pun tersenyum, ketika mendapati Alena yang tengah melihatnya. Alena dengan canggung membalas senyuman Bevan. Senyuman yang manis bagaikan gulali.

Bevan berjalan mundur dengan pandangan tak henti-henti menatap Alena, yang kini tengah menatapnya balik. Karena tidak melihat ke depan, sehingga membuat badan Bevan terbentur pohon. Sakitnya tidak seberapa, tapi malunya luar biasa.

Alena berhasil dibuat tertawa lepas oleh Bevan. Seketika Alena tersadar, lalu ia pun mencoba menahan tawanya. Bukannya marah karena Alena menertawakannya. Namun, Bevan malah ikut tersenyum. Aneh bukan?

Bevan berjalan maju dengan semestinya. Bevan pun menaiki motor hitam merahnya. Bukannya Bevan langsung menancapkan gasnya, ia malah berdiam diri di sana.

Terdengar gonggongan anjing yang membuat Bevan terkejut. Entahlah setiap kali dirinya berada di rumah Alena, selalu saja ada anjing yang mengikutinya layaknya anjing itu seorang paparazi. Sepertinya indra penciuman anjing itu sudah kenal betul dengan Bevan. Lalu Bevan pun melajukan motornya ke arah Barat. Kemudian,  Bevan melambaikan satu tangannya pada Alena. Alena membalas lambaian tangannya seraya tersenyum.

Kini Bevan semakin menjauh dan tak terlihat lagi. Saat Alena mau masuk ke dalam kamar. Bevan kembali dari arah barat dengan kecepatan maksimal. Di bagian sebelah barat itu sangat rawan, banyak sekali anjing hutan yang berkeliaran di sana. Untung saja motornya memiliki kecepatan super, jadi Bevan berhasil lolos dari kejaran anjing hutan. Alena tertawa lepas melihat Bevan yang tengah dikejar anjing. Tergambar dari raut wajahnya yang panik membuatnya terlihat lucu.






TBC

Tinggalkan jejak dengan cara vote dan ramaikan kolom komentar.
Terimakasih ❤

Without Love (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang