"Aku itu pecandu tapi bukan pecandu narkoba, melainkan pecandu senyumanmu."
Bevan Deonandra Fernandes
Benda pipih bergetar dengan cepat gadis itu meraih ponsel yang tergeletak di atas meja. Kemudian, didekatkan ponselnya ke telinga.
"Tapi Yah, baru main sebentar," elak gadis itu.
"..."
"Baik Ayah," lirih gadis itu sebelum mengakhiri panggilannya.
"Kakak cantik mau pulang ya?" tanya Fatih yang merupakan salah satu anak panti yang sangat dekat dengannya.
Gadis itu menoleh ke samping. Di raut wajah Fatih terlihat sangat sedih, hal itu membuat dirinya tak tega untuk kembali ke rumahnya. Akan tetapi, mau bagaimana lagi? Ia tidak bisa menolak perintah Ayahnya.
Gadis itu mengelus puncak kepala Fatih seraya menjawab, "Kakak cantik mau pulang dulu ya. Fatih jangan sedih kan masih ada hari esok, Kakak cantik janji besok bakal ke sini lagi," tutur gadis itu.
Semburat senyuman terukir di bibir Fatih. Tanpa berpikir panjang Fatih pun langsung memeluknya. "Fatih sayang Kakak cantik," ungkap Fatih.
Gadis itu membalas pelukan hangat dari Fatih. "Kakak juga sayang sama Fatih," ucap gadis itu.
"Kakak gak sayang sama kami juga?" tanya salah satu anak panti dengan raut wajah sedikit ditekukkan.
Gadis itu tersenyum seraya membuka kedua tangannya, mengisyaratkan agar anak-anak panti itu memeluknya sama seperti Fatih. "Tentu saja Kakak sayang kalian semua," jawab gadis itu.
Anak-anak panti pun berhamburan menghampirinya. Kemudian, memeluknya sebelum ia kembali ke rumahnya.
"Oya," kata gadis itu seraya mengeluarkan secarik kertas dari dalam dompetnya. Sebuah kartu nama, dimana terdapat alamat rumah dan nomor telepon rumahnya. "Kalian simpan aja ini, kalau kalian rindu, kalian bisa telepon Kakak," ujar gadis itu seraya menyodorkan secarik kertas pada salah satu anak panti.
"Asyik, makasih Kak," ucap anak-anak panti serempak. Mereka terlihat antusias kala diberi nomor telepon rumah milik gadis itu.
Seharian ini Bevan agendakan untuk mengunjungi anak-nak panti seusai pulang sekolah. Bevan hanya ingin bermain, mencoba menenangkan hati dan pikirannya. Sosok Abinya merusak segalanya terutama suasana hatinya saat ini.
"Abang Bevan," teriak Fatih seraya berlari kecil menghampiri Bevan yang baru saja datang. Fatih memeluk Bevan dengan sangat erat. Kemarin malam sempat Fatih mengalami mimpi buruk mengenai Bevan. Fatih sangat takut jika sesuatu terjadi pada Bevan yang sudah dianggap sebagai Kakak kandungnya.
Bevan berjongkok berusaha menyamai posisi Fatih dengannya. "Fatih udah lihat kan, kalau Abang baik-baik aja?" tanya Bevan dengan dibalas anggukan oleh Fatih.
"Kalau Fatih mimpi buruk mengenai Abang, Fatih minta doa aja sama Allah, semoga Abang selalu berada dalam lindungannya," tutur Bevan. Bukannya malah menjawab perkataan Bevan. Fatih malah terisak akan perkataannya. Tanpa berpikir panjang Bevan langsung membawa Fatih ke dalam pelukannya. Mencoba menenangkannya.
Anak-anak panti lainnya pun langsung berlarian menuju ke arah Bevan, lalu memeluknya. Isakan itu semakin menjadi-jadi. Tak bisa dipungkiri Bevan juga terbawa emosional. Karena Bevan tidak ingin terlihat lemah di hadapan anak-anak panti, ia pun langsung menghapus air mata yang melintasi pipinya.
"Gimana kalau kita main perang-perangan?" tanya Bevan berusaha mencairkan suasana.
"Asyik, mau," jawab anak-anak panti serempak. Kemudian, mereka berlarian menuju dapur untuk mengambil peralatan dapur. Yang mereka gunakan dalam peperangan, yaitu spatula sebagai pistol, wajan sebagai tameng melawan dari senjata berbahaya, dan baskom digunakan sebagai melindungi kepala dari peluru.
Ketika bermain terkadang kita melupakan segalanya. Permainan selesai karena anak-anak mulai merasa lelah. Bevan duduk di kursi seraya meneguk segelas air putih. Saat hendak mau menyimpan gelas di atas meja yang ada telepon rumah, sempat ia melihat secarik kertas yang tergeletak di sana.
Dikarenakan Bevan mulai penasaran, ia pun mengambil secarik kertas itu. Tertulis di kertas itu alamat dan nomor telepon rumah. Sekilas terbesit sebuah ingatan di dalam benaknya mengenai rumah gadis itu. Ada kesamaan antara rumahnya dengan yang tercantum di secarik kertas itu. Apa mungkin ini orang yang sama?
Jiwa penasaran Bevan kini meronta-ronta. Bevan pun mencoba menelepon nomor yang tercantum di secarik kertas itu. Masih saja berdering, Bevan tidak sabar ingin mendengar suaranya. Dan semoga firasat Bevan tentangnya itu benar.
"Hallo," ucap seorang gadis di seberang sana.
Bevan tersenyum mendengar suara dari seberang sana. "Hallo, dengan siapa dan dimana?" tanya Bevan.
Seketika hening, tak ada jawaban dari seberang sana. "Maaf," ucapnya.
"Maaf, nomor yang anda tuju tidak bisa mencintai anda, silahkan coba kembali untuk meluluhkan hatinya," ucap Bevan sebelum mengakhiri panggilannya.
Terdengar gadis itu berusaha menahan tawanya. "Kamu tahu? Ayam apa yang indah?" tanya Bevan.
Namun, tak ada sahutan dari seberang sana. Bevan kembali menambahi, "Ayam falling in love with you." Terdengar dari seberang sana suara gelak tawa dari gadis itu.
"Jika pelangi hanya memberikan keindahan semata, aku akan berikan kamu cinta sejuta cerita," ungkap Bevan sebelum mengakhiri panggilannya.
"Aku pamit bukan untuk selamanya," ucap Bevan, lalu memutuskan panggilannya.
Bevan sangat yakin gadis yang menerima panggilannya itu merupakan gadis yang sama. Bevan tersenyum seraya membayangkan gadis pemilik mata hitam pekat itu tengah tertawa lepas.
•
•
•
•
•
•
TBCTinggalkan jejak dengan cara vote dan ramaikan kolom komentar.
Terimakasih ❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Without Love (Revisi)
Jugendliteratur"Hai Bidadari cantik, gimana udah bangun? Kalau udah jangan lupa bangunin Bevan ya!" Isi surat itu seperti tidak berarti apa-apa. Namun, siapa sangka isi surat itu mengandung makna terdalam. Alena disadarkan oleh sebuah kenyataan yang sangat menyaki...