Hari senin, hari yang tidak disukai bagi kalangan pelajar. Bagaimana tidak suka? Semua siswa-siswi berdiam diri di tengah lapang dengan teriknya matahari yang menyengat. Akan tetapi, sebagai pelajar harus mengikuti upacara setiap hari senin di pagi hari. Dengan cara ini menggambarkan, bahwa seorang pelajar cinta tanah air dan ada rasa nasionalisme dalam dirinya masing-masing.
Waktu yang tidak lama kita korbankan sebentar dengan menahan diri dari teriknya matahari. Berbeda halnya dengan para pahlawan yang mengorbankan dirinya untuk terjun ke medan perang. Kita sisihkan waktu tiga puluh menit untuk mengabdi, menghormati para pahlawan yang telah gugur di medan perang.
Semua orang berbaris dengan rapih untuk melaksanakan upacara bendera. Tak ada satu pun dari siswa-siswi, selain petugas upacara yang berani membuka suara. Semuanya melaksanakan dengan khidmat.
Pemimpin upacara yang tengah berdiri tegap memerintah kepada tiap pemimpin pasukannya. "Tiap-tiap pemimpin pasukan dapat membubarkan barisannya," ujarnya lantang.
Para pemimpin pasukan berdiri tegak seraya memberikan hormat pada pemimpin upacara. "Siap laksanakan," ucapnya serentak. Para pemimpin pasukan maju beberapa langkah. Lalu berbalik badan menghadap pada para peserta. Dengan serempak mereka berkata, "Bubar jalan."
Upacara bendera pun selesai. Semua siswa-siswi berhamburan masuk ke dalam kelasnya masing-masing.
"Gue perhatiin dari tadi kayaknya lo bahagia banget. Gimana udah ketemu sama Bidadarinya?" tanya Ciko dengan nada menyindir. Bevan tidak menggubrisnya, ia hanya tersenyum pada Ciko.
Seseorang menepuk pundak Bevan dan Ciko dari belakang. "Dor." Siapa lagi kalau bukan Gio. Seperti biasanya Gio selesai dari UKS. Setiap upacara bendera, Gio tak pernah absen pergi ke UKS dengan berbagai alasan, dari mulai pusing, sakit perut, atau yang lainnya.
Alasan sebenarnya bukan itu, melainkan Gio tidak tahan dengan teriknya matahari. Jika Gio tidak ada di UKS itu hal mustahil. Karena Gio sudah berlangganan jadi penghuni UKS.
Gio menyelinap di antara Bevan dan Ciko. Kini Gio berada di tengah keduanya. "Jurig UKS tah," kata Ciko. Jurig dalam bahasa sunda adalah hantu.
Gio tersenyum seraya merangkul kedua sahabatnya. "Lumayan ketemu cecan," ungkap Gio.
"Tugas gimana?" tanya Bevan dengan nada menyindir.
Gio menepuk jidatnya seraya berkata, "Mati lo Gio." Gio pun berlari menuju kelas meninggalkan kedua sahabatnya. Bevan Dan Ciko hanya bisa menggeleng melihat tingkah sahabatnya yang satu.
Hari ini Bevan tidak ingin berlama-lama berada di sekolah. Bevan memasukkan buku-bukunya ke dalam tas, bergegas untuk segera pulang. Terlihat dari wajahnya kini yang berseri-seri. Entah apa yang membuatnya merasa bahagia seperti ini.
Ciko menyenggol Gio yang tengah memasukkan buku-bukunya ke dalam tas. Gio menoleh seraya bertanya, "Ada apa?" Ciko menoleh ke samping memberi isyarat. Gio mengerti akan isyarat Ciko.
"Ko, Yo, gue duluan ya," pamit Bevan seraya menoleh ke samping. Bevan mengernyitkan keningnya, kala melihat kedua sahabatnya yang tengah menatapnya dengan tatapan heran.
Gio menggendong tasnya sebelah seraya menghampiri Bevan. Gio pun menempelkan tangannya tepat pada kening Bevan, memastikan bahwa Bevan baik-baik saja. Gio merasa ada begitu banyak perubahan pada diri Bevan.
Bevan menepis tangan Gio. "Apaan si, lo pikir gue sakit apa?" tanya Bevan dengan nada tinggi.
"Santai aja kali, gak usah ngegas juga," balas Gio seraya menyandarkan tubuhnya pada meja dengan kaki kirinya dilipatkan. Lalu didekatkan ke meja sebagai tumpuan. "Sebenarnya lo ada apa sih?" tanya Gio.
"Nanti malem, lo pada dateng ke rumah gue, sekarang gue harus buru-buru. Gue duluan." Bevan menggendong tasnya sebelah seraya berjalan dengan langkah cepat keluar dari kelasnya.
Sebelum pergi ke tujuan utamanya. Bevan pergi ke suatu tempat Kafe langganannya. Bevan menghentikan motornya tepat di depan Kafe. Bevan pun turun dari motornya, lalu masuk ke dalam Kafe.
"Mau pesan apa?" tanya pelayan Kafe.
"Pizza extra big 5," jawab Bevan.
Tak lama menunggu, pelayan pun datang dengan membawa dua kantung plastik berisikan pizzanya. Entah bagaimana caranya Bevan membawa lima buah pizza itu dengan mengendarai motornya. Bevan kaitan kedua kantung plastik itu di bagian stang motornya. Bevan mengendarai motornya dengan perlahan, tidak terlalu kencang seperti biasanya.
Bevan menghentikan motornya di pekarangan panti asuhan. Bevan berjalan dengan gontai seraya membawa kantung berisikan tiga buah pizza di dalamnya. Bevan tersenyum seraya membayangkan anak-anak panti, ketika mereka tahu Bevan membawakan makanan favorit mereka, tentu saja mereka pasti akan sangat senang.
"Assalamualaikum bu," salam Bevan seraya mencium telapak tangan Ibunya.
"Waalaikumsalam," jawab salam Ibu Vidya.
Beberapa anak panti berlarian menghampiri Bevan. Terlihat dari raut wajah mereka sangat bahagia. Kedatangan Bevan selalu disambut dengan hangat oleh anak-anak panti.
Bevan berjongkok dengan tujuan menyetarakan posisinya dengan anak-anak. “Ayo tebak, Abang bawa apa?” tanya Bevan seraya menyembunyikan kantung plastik ke belakang punggungnya.
“Pizza,” jawab anak-anak panti serempak.
Bevan mengangguk pelan seraya berkata, “Tada.” Bevan mengangkat kantung plastik itu di udara. Semburat senyuman terukir di wajah anak-anak panti. “Yaudah kalian makan ya, ingat jangan lupa baca apa?” tanya Bevan.
“Baca doa,” jawab anak-anak panti serempak. Bevan menyodorkan kantung plastik itu kepada salah satu anak panti. Kemudian, mereka berkumpul melingkar seraya memakan pizza.
Senang rasanya bisa melihat anak-anak panti bahagia. Karena bagi Bevan tak ada yang lebih penting selain kebahagiaan anak-anak panti. Selagi Bevan masih hidup dirinya akan selalu membahagiakan anak-anak panti.
“Bu, Bevan pamit ya,” pamit Bevan seraya menyalami Ibu Vidya.
Ibu Vidya tersenyum seraya mengelus puncak kepalanya. “Hati-hati di jalannya Nak. Sampaikan juga salam Ibu untuk Umi,” pesan Ibu Vidya. Bevan mengangguk pelan mengiakan perkataannya.
Kemudian, Bevan pun berlalu pergi kembali menuju rumahnya. Namun, sebelum memutuskan untuk pergi ke rumah. Bevan ingin melihat gadis itu hanya untuk memastikannya. Apakah dia baik-baik saja atau malah sebaliknya?
Bevan mengedarkan pandanganya ke berbagai sudut terutama ke arah balkon. Namun, yang ia cari tak ada di sana. Mungkin saja gadis itu sedang tertidur atau pergi ke luar.
Terdengar suara anjing yang menggonggong yang membuat Bevan terkejut. Bevan pun langsung menancapkan gasnya membelah jalanan yang sepi. Jika gadis itu ada, mungkin kini gadis itu sedang menertawakannya.
•
•
•
•
•
•
TBCTinggalkan jejak dengan cara vote dan ramaikan kolom komentar.
Terimakasih ❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Without Love (Revisi)
Roman pour Adolescents"Hai Bidadari cantik, gimana udah bangun? Kalau udah jangan lupa bangunin Bevan ya!" Isi surat itu seperti tidak berarti apa-apa. Namun, siapa sangka isi surat itu mengandung makna terdalam. Alena disadarkan oleh sebuah kenyataan yang sangat menyaki...