Sekolah libur karena guru sedang melaksanakan rapat. Seharian ini Bevan ingin menghabiskan waktunya hanya bersama Umi tercinta. Karena kesempatan ini tidak akan datang dua kali.
Bevan mencari keberadaan Uminya dari tadi. Namun, ia tidak menemukan keberadaannya di kamar. Bevan tidak tahu harus mencarinya kemana. Tak sengaja Bevan melirik selembar kertas yang berada di bawah bantal. Karena penasaran Bevan pun mengambil kertas itu.
Bevan membuka lipatan kertas itu. Sontak Bevan terkejut bukan main kala membacanya. Dengan langkah cepat Bevan menuruni anak tangga dengan kertas yang tengah di genggamannya. Bevan melihat Uminya baru saja pulang seperti habis dari pasar. Bevan pun menghampiri Uminya.
“Eh Van, ada apa?” tanya Umi Bevan.
Bevan mengangkat kertas itu di udara. “Ini apa Umi?” tanya balik Bevan.
Sudah berusaha keras Umi menyembunyikan hal itu, tapi Bevan malah menemukannya. Umi pun tidak bisa berbuat apa-apa lagi.
“Jawab Bevan Umi!” teriak Bevan. Namun, yang diminta jawaban malah terdiam seribu bahasa.
Seorang pria membuka pintu yang membuat Bevan dan Umi terkejut. Rahang Bevan kini mulai mengeras, tangannya mengepal dengan sempurna. Ingin sekali Bevan melayangkan satu bogeman tepat di wajahnya. Namun, Umi memegang tangannya hal itu membuat Bevan tidak bisa bertindak apapun.
“Apa kabar putra Abi?” sapa Abi Bevan seraya menghampiri Bevan.
Bevan menunjuk wajahnya memberikan peringatan pada pria itu. “Jangan pernah sebut nama itu,” pesan Bevan.
Abi tersenyum menanggapi putra semata wayangnya. Abi melirik ke bawah, melihat sebuah kertas itu yang tengah berada di genggaman tangan Bevan. “Akhirnya kamu udah baca,” ucap Abi Bevan.
“Kenapa Anda malah merenggut kebahagiaan saya, hah?” tanya Bevan dengan nada tinggi. Tak peduli mengenai tanggapan akan dirinya di mata pria itu. Karena yang ia lakukan itu salah besar, ketika berbicara dengan nada tinggi kepada orangtua.
“Abi tidak mungkin merebut kebahagiaan kamu, justru Abi ingin hidup kamu yang layak,” jawab Abi Bevan dengan wajah tidak berdosa.
Bagaimana Bevan tidak marah kali ini. Dulu sosoknya yang meninggalkan dirinya bersama Umi di saat kondisi terpuruk. Dimana perusahaan milik Abinya gulung tikar dan kondisi Umi tidak baik kala itu. Akan tetapi, pria itu malah pergi dan memutuskan untuk bercerai dengan Uminya.
Seorang anak berusia sembilan tahun harus menerima kenyataan yang sangat menyakitkan. Jika pada umumnya seorang anak diusia seperti itu mendapatkan kasih sayang dengan kedua orangtuanya. Berbeda dengan Bevan yang hanya mendapatkan kasih sayang dari sebelah pihak, yaitu Uminya.
Perceraian orangtua akan berdampak buruk bagi seorang anak. Dan memang itu benar, bahkan Bevan memilki kebiasaan yang sangat buruk setelah itu. Kebiasaan di malam hari, dimana dirinya selalu menghabiskan malam dengan mengikuti kegiatan balap motor. Selama itu Uminya tidak tahu akan hal buruk mengenai dirinya.
Namun, seiring berjalannya waktu dan bertambahnya usia. Bevan dibuat sadar dan menemukan jati dirinya. Sosok sahabatnya berhasil membawanya ke pergaulan dan lingkungan yang baik.
Bevan yang dulu dengan yang kini sangat berbeda. Akan tetapi, sifat Bevan masih sama, yaitu memiliki dendam terhadap Abinya sendiri. Bevan tidak akan membiarkan kehidupan Abinya bahagia. Dan Bevan berjanji tidak akan membiarkan Abi merusak kebahagiaannya.
Bevan menyunggingkan bibirnya seraya bertanya, “Selama ini Anda kemana saja, hah?” Bevan melangkah maju membelakangi Abinya. “Dulu Anda meninggalkan kami di saat kondisi terpuruk, lantas mengapa saat ini Anda datang ke sini?” tanya Bevan lagi.
Bevan kembali berbalik badan, lalu berjalan mendekat pada Abinya. “Anda pikir kami akan menuruti keinginan Anda?” tanya Bevan. Seperkian detik Bevan tersenyum. “Anda salah,” ucap Bevan menambahi.
Abi Bevan tidak berkutik sama sekali. “Anda mau mengambil hak saya?” tanya Bevan lagi. Sesuatu tak terduga terjadi pada Bevan, ia dengan nekadnya merobek surat itu di hadapan Abinya. “Silakan, ambil saja,” kata Bevan seraya membuang serpihan kertas itu ke bawah.
“Beraninya kamu!” bentak Abi seraya melayangkan tangannya di udara. Namun, dengan cekatan Umi menghentikannya.
“Lebih baik Anda keluar, kami tidak butuh kehadiran Anda!” tegas Umi Bevan seraya menghempas tangan suaminya.
Tak terima diperlakukan hal seperti itu. Abi pun pergi meninggalkan Bevan dan Umi yang tengah mematung di sana. Di sisi lain Bevan senang Umi membela dirinya. Dulu Umi selalu mengalah pada Abi, tapi kali ini Umi lebih berani dari sebelumnya.
“Maafin Umi,” lirih Umi Bevan seraya memeluk Bevan dengan erat.
“Gak usah minta maaf Umi, ini bukan kesalahan Umi,” kata Bevan.
Umi semakin terisak kala mendengar pernyataan dari putranya. “Umi sayang Bevan kan?” tanya Bevan seraya mendongakkan kepalanya menatap Umi.
Umi mengangguk mengiakan perkataan Bevan. Bahkan ia sangat menyayangi putranya melebihi dirinya sendiri. Sampai ia tidak ingin kehilangan putra semata wayangnya.
“Kalau Umi sayang Bevan, Umi jangan nangis. Kan Umi sendiri yang bilang, Umi gak suka kalau lihat Bevan nangis, begitu juga dengan Bevan,” pesan Bevan pada Uminya.
Bevan selalu bisa menenangkan hati Uminya. Bevan tidak ingin melihat air mata itu jatuh membasahi pipinya. Air mata itu sangat berharga bagi Bevan. Sudah cukup Uminya menderita, biarkan kini keduanya hidup bahagia.
Tinggalkan jejak dengan cara vote dan ramaikan kolom komentar.
Terimakasih ❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Without Love (Revisi)
Teen Fiction"Hai Bidadari cantik, gimana udah bangun? Kalau udah jangan lupa bangunin Bevan ya!" Isi surat itu seperti tidak berarti apa-apa. Namun, siapa sangka isi surat itu mengandung makna terdalam. Alena disadarkan oleh sebuah kenyataan yang sangat menyaki...