"Terimakasih telah mewarnai kehidupan ku seperti pelangi."
Alena Kaylova Wijaya“Jadi kalian udah pacaran?” tanya Ayah Alena.
Pertanyaan yang dilontarkan oleh Ayah Alena membuat Bevan membeku di tempat. Yang ada dipikiran Bevan, yaitu Ayah Alena tidak akan memberikan izin padanya. Bevan merutuki dirinya sendiri, betapa bodohnya dirinya saat ini. Seharusnya sebelumnya Bevan meminta restu terlebih dahulu kepadanya. Mungkin hal itu akan membuat hubungannya baik-baik saja.
“Kenapa gak minta izin dulu?” tanya Ayah Alena. Baru saja Bevan pikirkan mengenai hal itu. Namun, Ayah Alena sudah menanyakannya yang membuat Bevan tidak berani membuka suara, ia hanya bisa menunduk di hadapannya.
“Om bakal izinin kok, selagi orang itu bisa buat Alena bahagia,” ucap Ayah Alena menambahi.
Sontak Bevan mendongakkan kepalanya. Apa kini dirinya sedang bermimpi? Bevan menatap Ayah Alena tanpa berkedip. Jika berkedip Bevan takut ia akan terbangun dari mimpi indahnya.
Ayah Alena menepuk pundak Bevan menyadarkannya. “Ah, iya Om gimana tadi?” tanya Bevan memastikan.
“Om izinin kamu pacaran sama Alena, dengan syarat kamu harus bahagiain putri Om,” pesan Ayah Alena.
“Siap Om Bevan janji,” sahut Bevan antusias.
“Om percaya sama kamu,” kata Ayah Alena.
Bevan sudah diberikan kepercayaan oleh Ayah untuk menjaga Alena. Bevan tidak ingin membiarkan kepercayaan itu runtuh darinya. Sebisa mungkin Bevan akan menjaganya.
Terlihat dari jauh Alena tengah menuruni anak tangga. Rupanya dia sudah bersiap-siap. Alena pun berjalan menghampiri Bevan dan Ayah yang tengah berbincang di sofa tamu. Sepertinya perbincangan yang sangat serius.
“Lagi bahas apa? Kelihatannya seru banget?” tanya Alena.
“Urusan Ayah dan anak,” jawab Ayah Alena.
Alena tidak berkomentar apa-apa lagi. Karena Alena tahu Ayah tidak mungkin akan memberitahunya. “Yaudah Ayah, Alena sama Bevan berangkat. Assalamualaikum,” pamit Alena seraya mencium telapak tangan Ayahnya. Diikuti oleh Bevan dari belakang.
“Ingat hal itu,” pesan Ayah Alena pada Bevan seraya berbisik agar tidak didengar oleh putrinya. Bevan mengangguk pelan seraya tersenyum.
Ayah mengantar Alena dan Bevan sampai depan rumah. Semuanya sudah ia percayakan pada Bevan, dan tidak mungkin Bevan meruntuhkan kepercayaan yang ia bangun.
Sebelumnya tidak ada perencanaan sama sekali. Namun, pagi lalu terbesit di dalam benak Bevan untuk mengajak Alena ke suatu tempat. Bertujuan untuk merayakan hari jadi ke satu hubungan mereka.
Alena merasa senang bisa menikmati dunia luar dengan bebas, tanpa pengawasan dari Ayah dan bodyguardnya. Apalagi kebahagiaan itu bertambah ketika Bevan bersamanya. Alena semakin penasaran, sebenarnya apa yang membuat Ayah percaya pada Bevan. Apakah dengan parasnya yang tampan? Atau gombalannya yang mempan? Memikirkan Bevan sepertinya akan membuat Alena gila.
Bevan melirik Alena yang tengah tersenyum dari kaca spionnya. Bevan rasa Alena sangat menikmati setiap perjalanan bersamanya. "Suka ya?" tanya Bevan.
Alena mengangguk pelan seraya tersenyum. Sesekali ia mengedarkan pandangannya ke jalanan.
"Suka apa? Suka aku?" sindir Bevan sengaja. Bevan hanya ingin melihat, apakah raut wajah Alena akan berubah menjadi merah merona atau tidak? Sudah bisa Bevan tebak, dan ternyata benar wajahnya kini memerah bak kepiting rebus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Without Love (Revisi)
Teen Fiction"Hai Bidadari cantik, gimana udah bangun? Kalau udah jangan lupa bangunin Bevan ya!" Isi surat itu seperti tidak berarti apa-apa. Namun, siapa sangka isi surat itu mengandung makna terdalam. Alena disadarkan oleh sebuah kenyataan yang sangat menyaki...