Sore kali ini Alena pulang bersama Ayahnya, sedangkan Bevan pulang lebih awal ke rumahnya karena Umi menyuruhnya untuk pulang. Bevan sampai rela meninggalkan kegiatan ekstrakurikuler basket dan memberikan tanggung jawabnya kepada Gio sang wakil ketua. Bevan selalu memprioritaskan Uminya karena Bevan takut Uminya kenapa-napa. Setelah Umi bercerai dengan Abinya, Bevan selalu menjaga Uminya lebih ekstra.
"Umi, Bevan pulang,” teriak Bevan seraya menutup pintunya dengan rapat. Kemudian, Bevan berjalan dengan gontai menaiki anak tangga. Namun, saat hendak mau memasuki kamarnya. Sempat Bevan melihat Uminya yang tengah menangis dengan surat yang di genggamannya.
Bevan mengetuk pintu kamar Uminya. Dengan cepat Umi menghapus air matanya yang membasahi pipinya. Disimpan kertas itu di bawah bantal. “Masuk,” perintah Umi.
Bevan duduk di tepi ranjang. Bevan terus memperhatikan Uminya tanpa henti. “Umi kenapa?” tanya Bevan.
Umi tersenyum seraya mengelus puncak kepala Bevan. “Gak ada apa-apa sayang,” jawab Umi.
“Umi gak bohong kan sama Bevan?” tanya Bevan memastikan. Umi mengangguk pelan mengiakan perkataannya.
Sebelum kembali ke kamarnya Bevan memeluk Uminya dengan erat dan meminta izin kepadanya untuk keluar menemui Alena. Dan Umi tidak keberatan mengenai hal itu. Sebelumnya Bevan mengirimkan pesan pada Alena bahwa dirinya akan berkunjung ke rumahnya. Jadi jika Bevan ke sana Alena tidak akan terkejut dengan kehadirannya, seperti kala itu.
"Assalamualaikum," salam Bevan yang berada di ambang pintu.
"Waalikumsalam, silahkan masuk Den,” jawab salam Bi Inah seraya mempersilakan Bevan untuk masuk.
Bevan pun memasukinya. Kemudian, Bevan duduk di sofa tamu seraya menunggu Alena turun dari kamarnya. Terlihat dari jauh Alena tengah menuruni anak tangga. Alena terlihat sangat menggemaskan dengan penampilan rambut diikat.
"Hai, udah lama?" tanya Alena.
"Lama banget nunggu dia peka,” sindir Bevan seraya menopang dagunya dengan kedua tangan. Alena tersenyum menanggapinya.
"Al, boleh izin ke toilet?" tanya Bevan.
Alena menganggukkan kepalanya seraya menjawab, "Boleh."
Bevan pun berjalan menuju kamar mandi yang berada di belakang dekat dapur. Bevan melihat Ayah Alena yang tengah mencampurkan sesuatu pada bubur yang telah dibuatnya.
Ayah Alena memasukkan botol ke dalam laci seraya mengedarkan pandangannya ke setiap penjuru ruangan. Gerak-geriknya sangat mencurigakan. Saat hendak Ayah Alena mau berjalan menuju ke arahnya, dengan cepat Bevan mengumpat di balik tembok.
Setelah memastikan Ayah Alena sudah pergi menjauh, Bevan berjalan mengendap-endap menuju tempat itu. Jiwa penasaran Bevan meronta-ronta. Dengan gerakan cekatan Bevan mengambil botol yang disimpan di laci atas.
Sesuatu tak terduga di dalam botol tersebut. Ada beberapa obat serbuk dalam bentuk pil di dalamnya. "Obat?" tanya Bevan bermonolog.
Terdengar suara langkah seseorang menujunya, dengan cepat Bevan kembali memasukkan botol itu ke dalam laci. Lalu Bevan berjalan dengan langkah cepat menuju kamar mandi.
Lagi-lagi pikirannya tertuju pada kejadian tadi. "Apa mungkin Alena sakit? Tapi sakit apa?" tanya Bevan dalam hati.
Bevan berjalan menghampiri Alena yang tengah memakan bubur dengan lahap. "Apa selama ini Om wijaya nyembunyiin tentang ini termasuk ke Alena?" Itulah yang selalu terlintas di benaknya. Pikiran negatif kini sedang menguasai otaknya.
"Al," panggil Bevan yang tengah duduk di sofa tamu.
"Ada apa?" tanya Alena.
"Apa gue tanya aja ya ke Alena?” tanya Bevan bermonolog di dalam hatinya. “Gak, Lebih baik gue cari tahu sendiri kebenarannya,” bantah Bevan menjawab dirinya sendiri di dalam hati. Seketika terjadi peperangan batin dan otaknya.
"Gak jadi," jawab Bevan seraya menyeringai padanya. "Al boleh pinjem handphone kamu?" tanya Bevan.
"Boleh," jawab Alena seraya menyodorkan ponselnya pada Bevan.
Bevan meraih ponsel Alena. Bevan membuka aplikasi instagram, lalu mengetik sesuatu di tombol pencarian. Bevan kembali mengembalikan ponsel itu pada Alena. Bevan pun membuka layar ponselnya, lalu membuka aplikasi instagram. Terdapat satu notifikasi masuk.
kay_le started following you.
Bevan tersenyum melihatnya, lalu ia menekan tombol ikuti. Bevan pun menuliskan sesuatu di dalam direct message akun Alena.
Tring
Sebuah notifikasi masuk dari ponsel Alena. Alena pun langsung membukanya. Seketika Alena tersenyum kala membaca pesan dari Bevan.
be.fernandes
Kamu tahu gak persamaan kamu sama listrik itu apa?
Apa?
Sama-sama sulit didapat
Lucu sekali tingkahnya padahal Bevan dan Alena saling berhadapan, tapi kenapa malah mengirim pesan. Kenapa tidak mengatakannya langsung? Ah, memang aneh Bevan ini.
Bevan ikut tersenyum ketika melihat Alena tersenyum. Rasanya ingin bawa pulang saja ke rumah, tapi Bevan sadar diri, ia bukan siapa-siapanya. Sebatas teman dengan melibatkan perasaan.
Keduanya saling menatap satu sama lain. Tatapan matanya itu yang membuat Bevan tak henti-henti menatapnya, serasa dihipnotis.
"Ukhuk ... Ukhuk ...." Wijaya sengaja batuk di hadapan kedua insan yang tengah dimabuk cinta itu.
Bevan pun segera mengalihkan pandangannya dari Alena, begitu pun juga dengan Alena. Keduanya saling tersipu malu. Bagaimana tidak? Ayahnya memergoki kedua insan yang tengah dimabuk cinta.
Bevan menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Seketika Alena tersenyum melihat wajah Bevan yang kini memerah bagaikan kepiting rebus. Ternyata bukan dirinya saja yang seperti itu, Bevan juga merasakan hal yang sama.
“Kenapa malah berhenti?” sindir Ayah Alena sengaja seraya mengangkat kedua alisnya.
Bevan semakin bingung harus menjawab apa. Bevan hanya bisa menanggapinya dengan senyuman.
Tinggalkan jejak dengan cara vote dan ramaikan kolom komentar.
Terimakasih ❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Without Love (Revisi)
Ficção Adolescente"Hai Bidadari cantik, gimana udah bangun? Kalau udah jangan lupa bangunin Bevan ya!" Isi surat itu seperti tidak berarti apa-apa. Namun, siapa sangka isi surat itu mengandung makna terdalam. Alena disadarkan oleh sebuah kenyataan yang sangat menyaki...