Sementara Bevan sangat senang. Pertama, kondisi Umi mulai membaik dan kedua dirinya dan Alena semakin dekat. Bevan sangat berharap hubungannya bisa lebih jauh lagi. Meskipun itu mustahil baginya. Yang harus ia lakukan meluluhkan hati Ayahnya. Tanpa Bevan sadari kedua sahabatnya tengah berdiri di ambang pintu. Dari tadi kedua sahabatnya memerhatikannya yang tengah senyam-senyum sendiri.
“Asyik banget ya kayaknya sampai gak sadar kita nunggu dari tadi,” sindir Ciko seraya berjalan menghampiri Bevan.
Seketika lamunan Bevan mengenai Alena buyar. Bevan membenarkan posisinya menjadi duduk. “Apaan si,” elak Bevan bersikap normal.
“Gimana lancar?” tanya Ciko berusaha menggoda Bevan.
“Lancar jaya,” jawab Bevan seraya tersenyum.
Ciko menepuk pundak Bevan memberikan selamat padanya. Kemudian, Ciko pun membantingkan tubuhnya di atas kasur. Ciko melipat tangannya menjadikan tumpuan.
"Eh, gue nyesek banget deh," kata Ciko seraya menatap langit-langit kamar.
Gio mengalihkan pandangannya dari layar televisi menjadi ke Ciko. "Lo kenapa Ko? Lo sakit? Sakit apa? Apa jangan-jangan lo bronkitis atau bisa-bisa asma?" Gio melontarkan beberapa pertanyaan pada Ciko layaknya reporter.
Ciko berdecak sebal seraya menjawab, "Nyesek bego bukan sesek."
"Nyesek kenapa?" tanya Bevan.
Ciko beranjak membenarkan posisinya menjadi duduk dan bersandar di ranjang. "Gue nyesek cuma dapet nilai 95," jawab Ciko dengan wajah memelas. Ciko ini termasuk orang yang ambisius bukan hanya dorongan dari dirinya sendiri untuk menjadi hebat, melainkan dorongan dari Ayahnya juga.
"Ko, seharusnya lo beruntung, karena gak semua orang bisa kayak lo,” ujar Bevan.
Seketika membuat Gio terdiam. Benar apa yang dikatakan Bevan, ada orang yang ingin di posisi Ciko yang mendapatkan nilai di atas KKM. Setidaknya hal itu bisa membuat orangtua bangga atas kerja kerasnya.
Gio berjalan menuju balkon. Ditatap oleh kedua matanya langit yang begitu cerah. "Gue iri sama kalian," ungkap Gio.
Ciko mengernyitkan keningnya bingung. "Maksud lo?"
"Kalian itu pinter bisa banggain orang tua, sedangkan gue?" Gio memaksakan seulas senyumannya. "Gak berguna," kata Gio menambahi.
Bevan beranjak dari ranjangnya, lalu berjalan menghampiri Gio. Bevan menepuk pundak Gio memberikan semangat. "Sekarang ubah mindset lo yang dikejar itu bukan nilai, tapi pemahaman. Ok, lo bisa dapet nilai besar, tapi kalau lo gak paham sama sekali buat apa?" tanya Bevan.
Perkataan yang dilontarkan oleh Bevan berhasil menampar Gio. "Nilai itu gak penting yang terpenting itu attitude. Orang akan menghargai lo bukan karena nilai, tapi karena kejujuran lo," tutur Bevan.
Ciko menepuk pundak Gio seraya berkata, "Bener apa kata Bevan. Setidaknya lo ada kemauan, gue hargai itu."
Tanpa Gio sadari air matanya menetes. Gio pun merangkul kedua sahabatnya dari samping. Beruntung dirinya bisa mendapatkan sahabat yang selalu mendukungnya. "Makasih Van, Ko, gue beruntung punya sahabat kaya kalian," ungkap Gio.
“Mulai cengeng nih,” sindir Bevan.
Kedatangan Abinya yang tiba-tiba merusak suasana Bevan kali ini. Rahangnya mulai mengeras ketika melihatnya, begitu juga dengan dadanya yang bergemuruh.
“Cabut yu,” ajak Bevan. Seolah mengerti akan isyarat Bevan, Gio dan Ciko pun mengikuti langkah Bevan.
Ketiga lelaki itu pergi dengan melewati pintu belakang. Karena Bevan sama sekali tidak ingin berpapasan dengan Abinya, apalagi berbincang panjang lebar dengannya.
•
•
•
•
•
•
TBCTinggalkan jejak dengan cara vote dan ramaikan kolom komentar.
Terimakasih ❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Without Love (Revisi)
Teen Fiction"Hai Bidadari cantik, gimana udah bangun? Kalau udah jangan lupa bangunin Bevan ya!" Isi surat itu seperti tidak berarti apa-apa. Namun, siapa sangka isi surat itu mengandung makna terdalam. Alena disadarkan oleh sebuah kenyataan yang sangat menyaki...