Tak terasa waktu berlalu begitu cepat. Bel istirahat berbunyi menandakan pelajaran pertama sudah selesai. Beberapa siswa-siswi langsung berhamburan keluar untuk pergi ke kantin. Berlomba-lomba untuk segera sampai di sana. Karena yang mereka takutkan makanan habis.
Bevan menghampiri meja Alena. "Hai, senang bisa bertemu kamu lagi," sapa Bevan yang dibalas senyuman oleh Alena.
Ciko dan Gio yang mendengar Bevan berbicara menggunakan kata 'aku bukan gue' membuat mereka tertawa terbahak-bahak. Aneh saja rasanya, ketika sosok Bevan yang dulu menganggap bahwa cinta itu menyakitkan, tapi sekarang Bevan malah jatuh cinta. Tuhan benar-benar membolak-balikan hatinya.
Bevan melirik pada kedua sahabatnya yang kini tengah menertawakan dirinya. Kedua sahabat macam apa? Seperti itulah umpatannya dalam hati. Pandangan Bevan kembali beralih pada gadis itu.
"Mau ke kantin?" tanya Bevan.
"Iya," jawab Alena.
"Yaudah bareng aja, lagian kan kamu anak baru pasti belum tahu posisi kantin dimana," ucap Bevan. Modus, memang benar.
Alena tersenyum seraya mengangguk pelan mengiakan ajakan Bevan. Kemudian, Bevan dan Alena pun pergi ke kantin dengan diikuti oleh Ciko dan Gio dari belakang. Bevan dan Alena kini menjadi pusat perhatian. Ketika pangeran dan putri berjalan beriringan, seperti itulah mereka dari sudut pandang orang lain.
"Omg, ayang Bevanku," jerit salah satu siswi.
Ada yang senang, ada juga yang merasa cemburu. Tentu saja jelas cemburu, bagaimana bisa sosok idola kaum hawa berjalan beriringan dengan seorang gadis? Bahkan para penggemar Bevan yang notabene dari kaum hawa merasa tersaingi, apalagi melihat paras dari gadis itu yang sangat cantik.
"Sekarang kamu percaya akan sebuah keajaiban?" tanya Bevan.
Alena mengangguk pelan seraya tersenyum. Semenjak takdir mempertemukannya dengan Bevan semua yang terlihat mustahil baginya, itu akan menjadi nyata ketika Bevan berkata. Sepertinya Tuhan mengirimkan orang yang tepat untuknya.
Hingga sampai di kantin. Alena dan Bevan memilih tempat duduk di bagian pojok, sedangkan Gio dan Ciko memilih tempat duduk bersebelahan dengan meja Bevan. Jika disatukan Gio dan Ciko rasa itu tidak benar, karena kedua lelaki itu tidak ingin mengganggu Bevan dan Alena.
Bi Inah menghampiri meja Bevan. Untuk pertama kalinya Bi Inah melihat Bevan dengan seorang gadis. "Wih, Aden sudah punya pacar toh?" tanya Bi Inah.
"Bukan pacar Bevan Bi, tapi doain aja," jawab Bevan.
"Siap Den," kata Bi Inah.
"Ah Bibi mah pilih kasih, giliran Bevan aja didoain," gerutu Gio seraya menekukkan wajahnya.
Ciko menepuk pundak Gio. "Lo mau minta doa kan? Sini biar gue ruqyah," timpal Ciko.
Gio bergidik ngeri membayangkan hal seperti itu. "Amit-amit," ucap Gio.
Alena, Bevan, dan Bi Inah berhasil dibuat tertawa oleh tingkah Gio. Bi Inah pun berlalu pergi, setelah beberapa murid itu memesan makanannya. Sementara, mereka dibuat menunggu sejenak.
Tak lama kemudian, Bi Inah datang seraya membawa pesanannya. Makanan favorit yang selalu mereka pesan, yaitu bakso. Tak ada yang bisa menandingi bakso buatan Bi Inah.
Alena tersadar ketika Bevan terus saja memandangnya tanpa henti. Alena mengangkat kedua alisnya mengisyaratkan 'ada apa?'. Namun, tak ada reaksi sama sekali darinya. Bevan terus saja memandang Alena tanpa berkedip.
Lagi-lagi suasana kantin kembali menjadi ramai bak pasar, ketika Bianca dan Leon memasukinya. Semua pasang mata terpaku pada kedua insan itu. Gio yang menyadari kedatangan Bianca langsung mengeluarkan senjata paling ampuhnya untuk meluluhkan hati wanita itu. Gio menyisir rambutnya dengan sisir kecil yang selalu ia bawa kemana ia pergi.
Ciko berdecak sebal melihat tingkah Gio yang murahan. Gio paham benar dengan tingkah Ciko yang kini iri kepadanya. "Syirik aja lo Ko, pantes lo jomblo," ejek Gio.
"Gak tahu diri lo Yo," timpal Ciko.
Gio tidak menyadari dirinya sendiri. Bahwa bukan Ciko yang tidak memiliki pasangan. Banyak yang suka kepada Ciko. Namun, Ciko selalu memegang prinsipnya untuk tidak berpacaran, ia menginginkan untuk fokus terhadap pelajarannya saja. Sementara Gio, dirinya juga tidak memiliki pasangan. Gio terlalu sibuk mengejar cinta Bianca. Meskipun dirinya tahu bahwa Bianca memiliki kekasih.
Bianca duduk lebih dulu di kursi bernotabene di depan meja Gio dan Ciko. Sementara, Leon tengah mematung di belakangnya. Pandangan Leon kini terpaku pada Alena. Entah dorongan dari mana, Leon pun menghampiri Alena yang tengah duduk di samping Bevan.
"Alena?" panggil Leon spontan.
Merasa dirinya terpanggil, Alena menoleh ke sumber suara.
"Kamu sekolah di sini juga?" tanya Leon tengah berdiri di hadapannya.
Alena mengangguk pelan seraya tersenyum pada Leon. Di sisi lain Bevan merasa cemburu. Bevan berpikir, bahwa ia satu-satunya orang yang dekat dengan Alena. Akan tetapi, bukan dirinya saja yang dekat dengan Alena, melainkan Leon juga. Entah sejak kapan mereka berhubungan Bevan tidak mengetahuinya.
Tak tahan Bianca melihat kekasihnya yang malah mendekati murid baru itu. Bianca pun langsung menghampirinya untuk melabrak gadis itu. "Heh, murid baru! Jangan so cantik deh lo," geram Bianca seraya menunjuk tepat di depan wajah Alena.
Bevan yang mulai geram menepis tangan Bianca yang berani menunjuk-nunjuk pada Alena. "Seharusnya lo marahi cowok lo yang so ganteng, bukannya dia," sahut Bevan.
"Urusan gue bukan sama lo," pekik Bianca.
"Urusan dia, urusan gue juga!" seru Bevan.
Bianca mengepalkan tangannya geram. Hanya satu lelaki yang berani menentangnya, yaitu Bevan. Lelaki yang lainnya hanya bisa menunduk di hadapannya.
"Ayo Al kita cabut, di sini ada orang gila," sindir Bevan seraya menarik tangan Alena, membawanya untuk pergi dari kantin.
Leon berbalik badan menghadap ke Bianca. "Ngapain sih marahi dia?" tanya Leon.
Bianca tidak menyangka karena gadis itu, sekarang Leon kekasihnya berani padanya. Bianca mengernyitkan keningnya bingung.
"Gak seharusnya kamu bentak dia!" seru Leon seraya berlalu pergi meninggalkan Bianca yang tengah mematung di sana.
Sementara, di belakang sana ada seseorang yang menertawakannya. Sepertinya orang itu sangat menikmati perdebatan yang terjadi di hadapannya. "Lumayan drakor gratis," sindir Gio seraya mengambil segelas teh manis. Kemudian, menyeruputnya secara perlahan.
Meskipun dirinya menyukai Bianca, tapi Gio lebih suka jika ia mengejeknya. Entah apa yang terjadi jika mereka bersatu, mungkin akan terjadi perang dunia ke tiga.
Beberapa pasang mata terpaku pada Bevan dan Alena. Alena mengernyitkan keningnya bingung. Kenapa semua orang menatapnya dengan tatapan yang tidak suka? Apalagi tatapan kaum hawa. Bukan ke arah tidak suka, melainkan kaum hawa cemburu, ketika melihat Bevan berjalan berduaan bersama seorang gadis.
"Anak baru, tapi udah berani dekat sama calon gue," gerutu salah satu siswi.
"Awas aja tuh cewek, gue jadiin geprek baru tahu rasa!"
"Gue gak ridho roma liat Bevan sama cewek itu, mana ceweknya cantik banget lagi."
"Ceweknya cantik gue iri," ungkap salah satu penggemar Bevan seraya menggigit kuku jari-jarinya.
Bevan yang bersikap acuh tidak mementingkan perkataan orang yang kini membicarakannya. "Penggemar kamu banyak ya," ucap Alena.
"Tapi mereka semua gak penting, yang terpenting bagi Bevan cuma kamu," bisik Bevan tepat di telinga Alena. Alena menoleh ke samping seraya tersenyum.
•
•
•
•
•
•
TBCTinggalkan jejak dengan cara vote dan ramaikan kolom komentar.
Terimakasih ❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Without Love (Revisi)
Teen Fiction"Hai Bidadari cantik, gimana udah bangun? Kalau udah jangan lupa bangunin Bevan ya!" Isi surat itu seperti tidak berarti apa-apa. Namun, siapa sangka isi surat itu mengandung makna terdalam. Alena disadarkan oleh sebuah kenyataan yang sangat menyaki...