44. Menyesal

4.2K 348 87
                                    

"Unnie..!" Joy datang menghampiri dan mengangkat tubuh Yeri yang sedari tadi hanya terduduk di lantai sambil menangis tersedu-sedu.
"Unnie baru saja mengusirnya!?" Joy merangkul keponakannya dengan erat dan membawa tubuhnya untuk dia peluk berharap agar tangisannya bisa tenang.

"Dia bilang ingin merasa bebas dan tidak ingin diatur lagi."

"Unnie sadarlah dengan ucapanmu! Itu semua tidak benar. Bukankah dia sudah meminta maaf padamu.. kenapa begitu sulit untuk memaafkannya!" Kalau sudah begini Joy benar-benar tidak terima jika Yeri diperlakukan seperti itu pada kakaknya sendiri. Joy tidak peduli jika bajunya sudah basah karena air mata yeri.

"Kau tidak tau, aku sangat sakit hati pada perkataannya..!" Irene tidak mau kalah, dia juga menunjuk-nunjuk Yeri sambil beradu pandang pada Joy dengan mata berairnya.

"Bisakah kau menganggapnya tidak pernah ada? Kau juga tahu, unnie.. kalau uri-yerimie tidak serius mengatakannya.. dia masih sangat labil"

Irene terdiam dan menyeka air matanya. "Kuharap kau tidak menyesal, unnie! Aku akan bawa dia pergi ke tempat yang jauh! Jangan pernah mencari kami lagi... Ayo, yerim ah"



~~~


Joy menyetir, sesekali mencuri pandang pada gadis yang sudah tertidur di sampingnya dengan keadaan mata yang membengkak. Kasihan anak itu, jam 2 pagi mereka masih keliling-keliling tidak jelas di kota Seoul yang luas ini.

Oh, ayolah.. Joy juga tidak serius mengatakannya. Memangnya mereka mau kemana? Terlebih lagi dia sudah mengabaikan puluhan telepon dari kakaknya satu jam yang lalu. Lihatlah apa yang terjadi sekarang? Irene tidak bisa jauh dari anaknya dan terus menerornya dengan panggilan-panggilan itu. Mulutnya bisa berbicara seperti itu, tapi berbanding terbalik dengan hatinya.

Biarkan saja. Biar unnie-nya tau rasa. Dia sendiri yang mengusir Yeri, tapi sekarang dia yang kesibukan mencarinya. Joy memang sengaja tidak akan mengangkatnya.

"Mom...." Joy menghentikan mobilnya di pinggir jalan dekat toserba 24 jam. Dia mengelus rambut yeri dengan kasihan. Masih tidur saja, dia bisa mengigau nama ibunya.

"Yerim ah," Joy mengusap pipi Yeri dengan jari tenjuknya.

"Imo..." Joy tersenyum begitu anak itu langsung membuka kedua mata dan tidak susah dibangunkan seperti biasanya. Makin menggemaskan saat yeri sedang mengucek kedua matanya seperti anak kecil.

"Kita dimana?"

"Kita masih di Seoul, kok. Tenang aja... yerim lapar?"

"Mommy... bagaimana?" Tanya anak itu penasaran.

"Lihat aja, tuh" Yeri menoleh pada ponsel yang tergeletak begitu saja di dashboard mobil.

"Mommy telepon. Kok gak diangkat?" Joy merebut ponselnya sendiri dari tangan Yeri.

"Biarkan saja.. tadi saja dia bisa mengusirmu, sekarang dia mencari tidak karuan"

"T-tapi..."

"Jangan banyak tapi-tapian. Imo lapar, yerim mau makan ramyeon? Sekalin membeli salep untuk kaki kamu.." Mata Yeri langsung berbinar begitu mendengar kata mie instan itu. Tanpa ragu, anak itu mengangguk dan menyusul sang tante yang sudah masuk duluan ke dalam toserba.

Sedangkan diseberang sana, Irene masih saja tidak percaya. Dia terduduk di bed Yeri dengan perasaan gelisah. Kuku di jarinya dia gigit sampai berdarah. Sudah berapa puluh panggilan tapi tidak ada yang dijawab satupun oleh adiknya. Yeri juga meninggalkan ponselnya begitu saja, tadi Irene hanya melihat sekilas jika anak itu hanya menenteng sebuah ransel.
"Yerim ah... mommy menyesal..." dia menunduk kala air mata juga ikut turun disana.
"Pulang sayang...." apa yang akan dia lakukan tanpa putrinya? Irene sangat tidak bisa hidup tanpanya.

STILL MY BABY - [ 𝑌𝑒𝑅𝑒𝑛𝑒 ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang