14

224 28 10
                                    

Setelah upacara selesai, semua murid beserta staf guru pun membubarkan barisan mereka masing-masing

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah upacara selesai, semua murid beserta staf guru pun membubarkan barisan mereka masing-masing. Mereka–murid-murid–bahkan sampai harus berdesak-desakan agar bisa cepat sampai ke kelas masing-masing, dan mendudukkan bokong mereka yang pegal karena terlalu lama berdiri.

"Tadi dapet topi dari mana, Yur?" tanya Keisha menatap topi yang digunakan Yura. Pasalnya, tadi pagi Yura terkena masalah, bahwa dia melupakan topi upacaranya di rumah.

Yura yang semula menatap ke arah papan tulis, padahal di papan tulis itu belum ada catatan apapun. Bahkan kelas saja belum dimulai. Lalu, Yura menoleh ke arah Keisha.

"Topi? Em, dari anak kelas lain yang lagi jadi petugas upacara," jawab Yura fakta. Karena, memang benar topi itu milik anak di kelas Dimas karena jika meminjam pada kelas yang lain, pasti mereka tidak mau meminjamkannya. Ya, karena satu alasannya, mereka juga tidak bisa berbaik hati dan merelakan diri agar dihukum tentunya.

"Punya siapa?"

Yura berfikir sejenak. "Punya Lea," jawab Yura setelah kembali mengingat-ngingat orang yang meminjamkannya topi.

Saat sedang asik dengan pembicaraan mereka, salah satu murid dari kelas lain memasuki kelas Yura.

"Misi, yang namanya Yura sama Kenan, dipanggil bu Dera." Yura pun berdiri. Bu Dera? Ini pasti masalah tentang pohon kurma yang rusak itu.

Hm, ternyata bukan pohon kurma saja yang rusak. Tapi pasti nilainya akan rusak, bahkan sangat rusak. Atau hancur sekalian.

Tiba-tiba, sebuah jemari lain menautkan jemarinya pada jemari Yura. Yura pun menoleh, lalu mendapat presensi Kenan dengan pandangan lurus ke arahnya.

"Ini bukan tanggung jawab lo doang. Tapi, ini juga tanggung jawab gue. Kita lewatin bareng-bareng, mau?" Yura yang terhipnotis oleh Kenan pun, tanpa disadari menganggukkan kepalanya, pertanda bahwa ia setuju.

___

Tibalah mereka di meja bu Dera. Satu kata untuk kali ini, seram. Pandangan bu Dera benar-benar menyiratkan kesal, marah dan ... kecewa tentunya.

"Kalian sudah tau kan alasan kalian dipanggil kemari?" Yura mengangguk. Berbeda halnya dengan Kenan yang diam saja.

"Yura, Ibu sudah bilang, kan, kalau pohon itu bisa menambah nilai kamu. Kenapa kamu tidak menjaganya?" tanya Bu Dera selembut mungkin, agar muridnya tidak tertekan.

"Bu," panggil Kenan. Yura yang awalnya memunduk pun, terpaksa harus mendongak kearah Kenan. Begitupun halnya dengan bu Dera.

"Bukan kita yang rusakin pohon itu. Tapi–"

"Saya, Bu." Tiba-tiba seseorang menyela ucapan Kenan membuat semua menoleh kearah sumber suara.

Dimas.

"Sebenarnya, bukan saya juga yang merusak pohon itu, Bu."

Bu Dera melolot. "Kamu ini bagaimana, sih? Kasih penjelasan yang detail kepada saya, yang jelas. Jangan plin-plan seperti ini, Dimas!" pekik Bu Dera yang sudah berada di puncak emosinya.

TROUBLE MAKER (OPEN PO)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang