Kurang dari lima belas menit Kenan dan Yura sudah sampai di parkiran sekolah. Yura turun, membuka helm, dan memberikannya pada Kenan.
"Kita sampai. Silahkan turun, Adinda, hati-hati awas jatoh, kalau adinda jatuh nanti hati kanda sedih. "
"Mendramatisir banget, sih, lo."
"Gue duluan ya, thanks tumpangannya," ujar Yura lagi yang risih berlama-lama di parkiran sekolah.
Sedari tadi, tidak sedikit pasang mata yang menatap Yura sinis seolah ingin melahap. Tentu yang terutama adalah perempuan.
Memang, semenjak Kenan pindah ke sini kaum hawa sangat mengidolakannya bak dewa. Mereka menyebutnya tampan, jenius, pandai bermain basket, terlebih dia punya suara yang bagus.
Huh! Andai saja mereka tahu bagaimana jahil dan mengesalkannya makhluk tampan mereka ini.
"Tungguin gue, rambut belum badai, nih." Kenan menahan tangan Yura tangan mengalihkan fokusnya dari kaca spion scooter.
"Lama bener, sih, lo. Melebihi Ibu-ibu gambar alis tau gak?" Yura mencibir pelan. Ingin rasanya ia mengacak-acak rambut lelaki itu.
"Bentar, sayang."
"Di mana-mana tuh yang paling ribet benerin rambut perempuan. Ini kenapa jadi terbalik?" cicitnya.
Kenan lantas berhenti membenarkan rambut. Diliriknya Yura yang nampak risih dengan tatapan perempuan yang melewati parkiran.
"Rambut lo benerin dulu, sini." Kenan membalikkan tubuh Yura yang mungil menghadapnya. Ia mulai merapikan poni tipis Yura yang sedikit berantakan.
Yang mendapat perlakuan manis, hanya dapat tertegun menatap sepasang manik mata coklat Kenan.
Namun semuanya buyar ketika sebuah sentilan mendarat di keningnya.
"Akh–sakit, woy! Apa, sih, main jitak kepala orang sembarangan."
"Lo gak boleh risih lagi. Biarin aja mereka, gak usah dipikirin." Kenan menatap perempuan di ujung sana dan kembali menatap Yura. "Mending lo mikir mau desain gaun yang gimana untuk nikah sama gue nanti."
"Sarap lo lama-lama," kata Yura lalu meninggalkan Kenan dengan kaki yang dihentak kesal.
Kenan tersenyum simpul melihat tingkah mengemaskan Yura. Belum genap sebulan di sini, tapi Yura sudah bisa memikat hatinya.
Ketika ia menyusul Yura dapat dilihat perempuan itu sedang berbicara dengan Dimas. Mungkin lebih tepatnya Dimas yang menahan Yura.
Kenan yang tersulut emosi menghampiri. "Berhenti ganggu Yura!"
Dimas yang melihat Kenan mendecih. "Gak usah ikut campur lo. Anak baru tapi gaya selangit," cercanya sambil melihat Kenan dari bawah ke atas.
"Apaan, sih, lo berdua? Gak usah bikin keributan pagi-pagi." Yura melepaskan tangannya dari cengkraman Dimas.
KAMU SEDANG MEMBACA
TROUBLE MAKER (OPEN PO)
Teen Fiction[Sudah Terbit. Open PO] Bagaimana pendapatmu, jika kamu mempunyai tetangga yang menyebalkan? Risih? Kesal? Geram? Jengah? Pasti semua itu benar adanya. Dan, seperti itulah perasaan Yura pada tetangganya. Ralat, bukan pada tetangga nya. Tapi, pada...