Kenan dan Yura meninggalkan teman-temannya yang sedang berkumpul. Hal ini semata-mata karena keinginan Kenan untuk menghabiskan waktu bersama Yura yang dianggapnya calon istri.
Mengelilingi Ibukota menggunakan scoppy modifnya alias Asep, mereka menghabiskan waktu bersama hingga matahari berada di ufuk barat.
"Mampir makan dulu, ya," ujar Kenan sambil menepikan motornya.
Kenan merapikan rambutnya kemudian turun dari motor. "Asep di sini aja, ya. Kenan sama Yura makan dulu."
Yura tersenyum geli melihat interaksi Kenan dan motornya yang lucu itu. Lihat saja, Kenan mengelus jok dan stang motor dengan muka yang tampak khawatir. Dengan motor saja ia perhatian apa lagi dengan Yura?
Kenan menoleh. "Kenapa senyum-senyum?" Yura menggeleng sambil terkekeh, "gak ada, ayo masuk!"
Kenan mengangguk dan tanpa canggung mengapit jari-jemari Yura, menuntunnya masuk ke rumah makan.
Suasana interior yang modern bercampur tradisional khas Sunda menjadi pilihan mereka. Kenan menuntun Yura menuju meja nomor 4 yang dekat dengan jendela.
"Permisi, Kak, mau pesan apa?" tanya seorang pelayan menghampiri. Ia menyerahkan daftar menu kepada Kenan dan Yura.
Keduanya membulak-balik buku menu. "Saya mau nasi liweut dengan karedok, minumnya teh o aja, mbak," kata Yura.
"Kalau saya nasi liweut dengan Karedok, ditambah es cendol dua dengan air putih hangatnya satu." Pelayan mengangguk, mengulangi pesanan mereka, lalu pamit membuatkan pesanan.
"Lo suka karedok?" tanya Kenan pada Yura.
Yura yang tadinya memainkan handphone berbalas pesan dengan Keisha pun, menoleh. "Jujur gue belum pernah nyoba, tapi itu kesukaan Lo, kan?" Kenan membelalak. Yura tahu dari mana? Masa iya dia mencari tahu tentang Kenan? Dulu saja menyambutnya sebagai tetangga baru, enggan.
Malah sendal yang melayang.
"Tau dari mana?"
"Kayaknya waktu gue koma, gue denger ada suara perempuan nyeritain lo. Kenan suka ini, Kenan makan itu, tapi gue gak tau itu siapa."
Kenan mengernyit. "Memang bisa, ya?"
"Ya bisa, Kenan. Gue koma bukan meninggal, lo, mah gitu," kesal Yura yang mendengar ketidakpercayaan Kenan.
Kenan tertawa kuat, mengambil satu tangan kanan calon istrinya itu sambil tersenyum manis sekali. "Gue percaya, malah gue berterimakasih sama orang yang udah kasih tau kesukaan gue. Jadinya lo bisa mengetahui gue lebih jauh, kayak gue memahami lo dari lama," ujarnya tulus.
Seperti meleleh, ucapan manis Kenan membuat pipinya memanas. Telinganya ... pasti sudah memerah saat ini.
"Permisi, ini pesanannya. Selamat menikmati," potong pelayan pada momen romantis yang membuat Kenan kesal.
Ayolah, baru saja ia melihat pipi kepiting rebus Yura, seenaknya saja memotong adegan.
"Makasi, mbak," balas Yura. Seperginya pelayan itu, Kenan memakan karedoknya dengan kesal, membuat sendok dan piring berdenting keras saking kesalnya.
"Kenapa?"
"Gak ada."
Padahal dalam hati Kenan sudah merutuk berkali-kali.
Keduanya makan dengan tenang, sesekali Kenan menanyakan kegiatan Yura selama di Yogyakarta, begitu pula sebaliknya.
"Cobain ini, es cendol di sini, tuh, enaknya pakai banget," usulnya sambil menyadarkan sesuap cendol.

KAMU SEDANG MEMBACA
TROUBLE MAKER (OPEN PO)
Teen Fiction[Sudah Terbit. Open PO] Bagaimana pendapatmu, jika kamu mempunyai tetangga yang menyebalkan? Risih? Kesal? Geram? Jengah? Pasti semua itu benar adanya. Dan, seperti itulah perasaan Yura pada tetangganya. Ralat, bukan pada tetangga nya. Tapi, pada...