Bab Empat Belas

2K 192 35
                                    

"Uweekk."

Lagi-lagi Anya mau muntah. Anya bergegas membalikkan badan menuju kamar mandi lagi. Abi mengikutinya ke kamar mandi.

"Aahh kok eneg banget sih," keluh Anya.

Abi yang baru saja datang, langsung menepuk-nepuk punggung Anya yang sedang berjongkok di depan kloset duduk.

"Nya. Kamu nggak hamil kan? Kita kan belom itu," tanya Abi polos.

"Ya nggak lah Abi. Anya kayaknya masuk angin deh." Anya berdiri dari posisinya, dan menghadap Abi.

Abi menempelkan tangannya di dahi Anya, kemudian memeriksa lehernya yang penuh keringat, padahal baru saja Anya selesai mandi.

"Kamu keringet dingin parah ini Nya, yaudah ke kamar dulu ayo." Abi menuntun Anya ke dalam kamar.

Sesampainya di kamar, Abi merebahkan Anya di tempat tidur, lalu menyelimutinya.

"Abi, sekarang jam berapa?"

"Jam 5 sore, kenapa?"

"Tolong teleponin mama deh suruh kesini. Aku kayaknya mesti dikerokin mama gitu biar enak."

Abi mengangguk, lalu bergegas mengambil ponselnya yang diletakkan di meja ruang tengah. Tanpa basa-basi ia langsung menghubungi ibunya Anya.

"Assalamualaikum ma," sapa Abi saat ibunya Anya mengangkat telepon.

"Waalaikumsalam, kenapa Abi?"

"Ma, kita baru sampe apartement, Anya muntah-muntah ma."

"Anya hamil? Alhamdulillaaaahh!"

"Eh bukan ma, Anya masuk angin. Katanya minta tolong mama kerokin. Mama bisa kesini sebentar nggak? Abi jemput."

"Oooh, yaudah mama kesana. Nggak usah jemput Bi. Papa udah pulang. Mama kesana sama papa deh ya sekarang. Mau dibawain makan sekalian nggak? Mama masak nih."

"Boleh deh ma, nggak tega ninggalinnya kalo mau keluar beli makan. Makasih banyak ya ma."

"Yaudah, tunggu ya mama siap-siap dulu. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Telepon pun dimatikan. Abi kembali ke kamar dan mendapati Anya sedang memejamkan matanya. Abi pun meninggalkan Anya untuk mandi dulu.

*****

"Anya tuh kalo udah masuk angin gini mesti kena kerokan mamanya. Kalo sama orang lain mah nggak mempan Bi," kata Tantri yang mulai melakukan aktivitas mengerok anaknya.

"Ma, jangan kenceng-kenceng. Sakit." Anya menggeliat-geliat tidak jelas karena merasa sakit di punggungnya.

Untuk pertama kalinya Abi melihat seluruh punggung Anya tanpa helaian apapun. Ingat ya, hanya bagian punggung! Jangan berpikir kemana-mana. Entah Abi sangat gugup. Tapi ia berusaha berpikir jernih karena Anya sedang sakit.

"Ma, Abi temenin papa deh ya di depan," ujar Abi tiba-tiba. Ya Abi lebih memilih kabur sekarang. Lalu dibalas dengan anggukan sang mama.

"Mamaaaa ih sakit pelan-pelan," keluh Anya menahan sakitnya.

"Ih diem, ini parah banget itu sampe ungu Anya! Kamu tuh masuk angin akut tau nggak."

Abi hanya mendengarkan kedua sahutan ibu dan anak itu yang hampir berisik sebenarnya.
Abi menghampiri Irfan ayahnya Anya di balkon, yang sedang menikmati kopi yang dibuatkan Abi tadi.

"Pa."

Irfan menoleh. "Eh Abi."

"Anya emang sering gitu ya Pa?"

BIG [Completed] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang