"Gue di depan."
Sebuah pesan masuk yang baru saja Alysa baca, sontak membuat gadis yang masih mengeringkan rambutnya itu segera melihatnya dari balkon.
Seorang lelaki berseragam rapi sudah bertengger di atas motor yang biasa dipakainya. Sebenarnya Alysa bingung, hanya saja kesenangannya membuat gadis itu tak mau berpikir tentang apa pun lagi selain mempercepat gerakannya saja.
"Aku sarapan di sekolah, ya, Mah!"
Tiba-tiba langkah besar Alysa terhenti ketika melihat Arion beserta sebuah koper besar melintas di depannya.
"Mama udah bilang wali kelas untuk kamu ijin masuk telat."
Langsung mengerti maksud dari ibunya, tanpa berkata Alysa segera merengkuh tubuh kakaknya sangat erat, air matanya pun jatuh begitu saja, membayangkan hari-harinya yang akan ia lewati tanpa lelaki ini.
"Apa lo ..." ucapan Alysa dibuat terhenti oleh telunjuk Arion, lelaki itu seolah meyakinkan adiknya hanya dengan tatapan dan Alysa pun tak lagi berusaha untuk menghalangi. Mulai sekarang, ia akan mendukung apa saja yang lelaki ini putuskan.
Sepanjang jalan menuju bandara Alysa tak menyia-nyiakan satu detik pun untuk tidak berdekatan dengan Arion, Kedekatan yang baru saja terjalin harus kembali dibuat saling berjauhan dengan jangka waktunya yang tak bisa dipastikan.
"Gue bakal kangen banget." Alysa memeluk lelaki itu sekali lagi, sebelum akhirnya Arion benar-benar memasuki area yang hanya pemilik tiket saja yang bisa.
"Entah jarak dekat mau pun jauh, sejak dulu sampai sekarang gue akan selalu tau semua mengenai lo, adik gue."
Pernyataan Arion membuat air mata gadis itu tak lagi mengalir, Alysa bahkan sudah menampilkan senyumnya lalu mengangguk penuh keyakinan. Sejauh apa pun mereka terpisah oleh jarak, tidak akan berpengaruh dengan hubungan keduanya, tidak akan pernah ada yang bisa memutusnya.
Arion sudah hilang dari pandangan, awalnya sudah merasa lega tak ada beban namun sesuatu kembali mengganjal, gadis itu melupakan sesuatu lain yang amat sangat penting bagi kelangsungan hidupnya.
"Kita sarapan dulu, habis itu ..."
"Nope!" Alysa mengecup ayah dan ibunya secara bergantian lalu segera memisahkan diri, "Aku duluan, ya! naik taksi."
"Tapi.." Rangga hampir saja menyusuli namun dicegah sang istri.
"Mau sampai kapan kamu nganggap Alysa anak kecil terus? huh." Kesya membawa langkah sang suami agar kembali meneruskan niat awalnya.
Alysa sudah berlari sejak turun dari taksi, ia sudah melewatkan 1 jam mata pelajarannya dan yang terpenting ia harus segera menemukan Aksa, ponselnya sama sekali tidak bisa dihubungi.
Cklek
Alysa membuka pintu, mendapati Helen yang sedang menerangkan apa yang telah ditulisnya di papan tulis."Izin masuk, Bu."
"Bergabung dengan 2 temanmu di depan!" titah Helen.
"Tapi Bu, tadi saya ...."
"Berdiri di sana atau keluar dan bersihkan toilet sampai istirahat!!" tegasnya memberi pilihan yang lebih parah.
Mau tak mau Alysa pun mengikuti perintah wanita bermata empat itu. Alysa sangat malu, ia tak pernah terlihat kurang di mata siapa pun, kekurangannya selalu tertutupi oleh kecantikan dan kepiawaiannya mengambil hati. Tapi sekarang? ia bahkan tak mendapati Aksa di bangkunya. Ke mana dia?
"Pelajaran selesai." ucap Helen, mengakhiri pemaparan panjangnya. Ia tak langsung keluar, masih bersantai dan memainkan ponselnya sambil meminum air putih dari gelasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALYAKSA (completed)
Teen Fiction"Gue bisa ngelakuin sesuatu yang nggak gue mau demi dapetin apa yang gue mau." Alysa Keyra "Bisa gak, lo berhenti jadi orang yang nggak gue suka!?" Aksa Pradipa 10 tahun terpisah membuat semua yang seharusnya mudah menjadi tak bercelah. Dapatkah Aly...