32. IKATAN

1.1K 105 14
                                    

Senyum Aksa menyapa lebih dulu, seketika rona pada pipi gadis itu tergambar jelas, Alysa tidak bisa menutupinya. Tapi tunggu, bukannya semalam? Alysa kembali melihat ke posisi di mana Aksa berada, dan lelaki itu kembali mengumbar senyumannya.

Kebetulan tidak datang dua kali, itu berarti senyum Aksa memang diperuntukkan padanya. Dengan penuh percaya diri, Alysa pun membalas senyum itu sambil berjalan ke arahnya, namun beberapa gadis pencari perhatian mendahului langkahnya lalu dengan tidak tahu diri mengambil alih incarannya.

"Eh!" Alysa membentangkan kedua tangannya. "Ngapain kalian tarik-tarik Aksa kayak gini? huh."

"Emang kenapa? yee! Aksanya aja gak protes, kok!" balas salah satu dari tiga gadis segengnya yang lain.

Alysa melipat tangannya di dada, sorot matanya pun sudah menolak keras tingkah laku manusia yang entah berasal dari kelas mana, namun ia yakin mereka tahu siapa Alysa, karena tak ada satu sudut pun di sekolah ini yang gadis itu lewatkan.

"Stop!" Aksa menengahi, "gue berhak milih."

Ketiga orang itu pun ciut, saingannya terlalu tidak tertandingi, sudah pasti mereka akan kalah banyak. Sedangkan Alysa sudah terlampau percaya diri jadi pilihan, kedatangannya saja disambut hangat lelaki itu, apalagi hanya sekedar ini, Aksa tidak perlu banyak pertimbangan untuk ini.

"Yang ngajak duluan kan kalian, ya gue ikut kalian dong harusnya. Lo ngantri, ya!"

Kepergian Aksa membuat mulut Alysa menganga lebar, ia tidak habis pikir dengannya. "Ngantri?" ulang Alysa bergumam, sebenarnya ia menganggap dirinya apa? Aksa bukan sesuatu yang bisa digilir.

Baiklah, hari ini Alysa akan merelakannya, anggap saja sebagai tebusan atas ketidakdatangannya kemarin malam. Lagipula maaih di area sekolah, Aksa tidak akan menghilang dengan mudah.

"Alysa tunggu!" seseorang menghentikan langkahnya.

Tanpa menoleh pun, Alysa sudah tahu siapa yang ada di balik tubuhnya ini. Ia hanya diam, menunggu apa yang hendak gadis itu katakan, namun Kallista malah menampakkan dirinya.

"Apa? mau minta pertanggungjawaban atas kelakuan gue sama lo?"

Kallista menghampiri lalu meraih lengan Alysa. "Gue gak peduli lo mau ngapain gue, tapi gue gak bisa kalau Arion tiba-tiba ilang. Plis, kasih tahu gue dia di mana!?"

"Dia bosen sama lo, gitu aja gak ngerti." Alysa menarik kembali lengannya.

Tak ada satu pun lagi yang keluar dari mulut Kallista, ingin sekali rasanya Alysa pergi detik ini juga tapi mendadak nurani tak membiarkannya menjadi jahat.

"Mengenai ibu lo, gue gak salah dan Arion gak seharusnya menanggung rasa bersalah seperti ini."

Kallista tersenyum miris, "selama ini hanya rasa bersalah?"

"Memangnya apa lagi? Lo pikir seorang kakak bisa tega mengabaikan adiknya sendiri demi cewek lain yang bukan siapa-siapa itu karena apa?"

"Gue gak bisa hidup tanpa Arion, gue gak bisa." Tubuh Kallista tumbang ke bawah.

Alysa terhenyak, ia pikir Kallista pingsan, namun ternyata gadis itu menumpahkan tangisnya begitu pedih. Seseorang yang selama ini selalu terlihat bahagia, ternyata bisa menangis juga. Kenapa yang terjadi padanya menjadi lebih parah dibanding yang Alysa tanggung selama ini?!

"Kallista bangun, ntar dikiranya gue ngapa-ngapain lo lagi." Alysa berdecak, "oke-oke gue kasih tau, asal lo jangan gini.

Seolah sebuah penawaran yang menggiurkan, Kallista langsung bangkit dari keterjatuhannya dan dengan sekejap senyuman itu kembali terukir pada wajahnya.

ALYAKSA (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang