"Adikmu ke mana? kok belum turun," tanya Rangga pada anak sulungnya yang sedang menuruni anak tangga.
Arioj menggeleng. "Tadi udah dipanggil tapi gak nyahut," jawabnya.
Rangga melihat jam yang melingkar pada lengannya, tidak biasanya Alysa terlambat sampai selama ini.
"Biar Mama yang panggilin." Kesya berinisiatif.
Belum sampai Kesya menginjak anak tangga yang kedua, sosok yang dicari sudah menampilkan diri dengan tergesa. Kesiapannya hanya memakan waktu 15 menit, termasuk mandi. Daripada harus diintogerasi, lebih baik memungkinkan hal yang di luar nalar bagi para cewek yang biasanya perlu waktu banyak untuk bersiap-siap.
"Pagi semua!" sapa Alysa segera bergabung di meja makan.
"Belum sisiran?" heran Kesya, melihat penampilan anak gadisnya yang tak serapi biasanya.
Alysa yang menyadari keterlupaannya pun segera merapikan rambutnya yang sedikit kusut itu dengan jari tangan.
"Memangnya semalam tidur jam berapa? kok bisa telat bangun?" Kesya menilik curiga, membuat upaya Alysa yang mencoba menutupi kesalahannya menjadi sia-sia.
"Nggak telat banget kok, kan masih bisa ikut sarapan bareng," sahut Alysa membela diri.
"Ngebantah mulu kalo dikasih tau!?" delik Arion merasa terganggu.
"Semalam pulang jam berapa?" tanya Kesya lagi.
"Se-puluh," jawab Alysa tak yakin, sebab tak ingat bagaimana caranya pulang. Ketika sadar ia sudah berada di atas kasur dan hari sudah berganti pagi.
"Pukul segitu Mama masih bangun dan kamu belum pulang." Kesya menyalahi.
Glek!
Alysa menelan salivanya berat."Kamu itu perempuan, masih pelajar juga. Jam segitu harusnya udah ada di rumah!" Kesya berargumen agar suaminya itu tahu akibat dari terlalu memanjakan anak sampai-sampai memaklumi semua kebiasaannya tanpa kontrol.
"Sudah, makan dulu, bahasnya nanti aja." Rangga menengahi.
"Tapi Pa, kalau Arion gak nyusul mungkin dia gak bakal pulang!"
Deg!
"Jadi semalam??" batin Alysa, menyimpulkan kalau ternyata Arion lah yang membawanya pulang dan otomatis lelaki itu pasti tau betapa kacau keadaannya semalam."Arion!" sebut Rangga, membuat anak sulungnya menoleh tanpa menyahuti, "godjob! memang itu tugas seorang kakak. Papa mengandalkan kamu."
"Dan Alysa," alih pria itu kemudian, menggilir objek, "lain kali kalau pulang telat itu ijin, biar orang rumah gak khawatir."
"Pa, Ma, Arion berangkat." Arion menyudahi sesi makannya, terlalu malas memerhatikan kecocokan antara anak dan papa di depannya. Satunya selalu membantah walau jelas ia yang salah, sedang satunya sangat pengertian. Klop.
***
"Mampus!" Alysa merutuki dirinya sendiri yang sudah dipastikan terlambat. Untung wajah menggemaskannya menolong, membuat Satpam tak kuasa menolak rengekannya.
Alysa berlari menyusuri koridor yang sudah sangat sepi, ia benar-benar akan dibuat mati kutu.
"Alysa!" panggil Helen, menahan pergerakan Alysa yang sudah berusaha kedap suara tapi tetap gagal.
"Kenapa terlambat?"
"Sa-sayaa.. macet bu!" jawab Alysa asal.
Helen diam, "Oke!"
Alysa mengembuskan napasnya lega.
"Berdiri 20 menit di depan," lanjut Helen kemudian.
Bola mata Alysa memutar. Ia lupa kalau wanita satu ini tak punya rasa simpati, bisa-bisanya tadi ia sempat merasa tak akan kena hukuman.
"Kenapa masih di situ? Sini maju, berdiri di depan."
"Sebelumnya saya gak pernah telat," Alysa berucap. "Lagian gak sengaja juga. Emangnya macet bisa diatur, kan nggak."
"Sudah salah masih pembelaan." Masih pagi tapi Helen sudah dibuat naik pitam. "Berdiri sampai jam pelajaran saya habis!" putusnya kemudian.
"Eh, k-kok? tapi Bu ..."
"Atau mau ditambah ...."
"Baik, Bu."
Tak ada pilihan. Atau Alysa akan dibuat berakhir di lapangan dengan sikap hormat. Itu jauh mengerikan.
"Baik, ibu akan membagi kalian menjadi beberapa kelompok." tutur Helen memulai kembali pelajarannya yang terjeda.
"Via, Kallista, Guntur ...." sebutnya untuk membentuk kelompok pertama.
Via melenguh, ia dipisahkan dari teman sebangkunya. Alysa memang tidak pintar, tapi kalau sudah berbicara mengenai persaingan untuk jadi yang terbaik maka ia akan maju paling depan. Contohnya mungkin dengan menjadi penyemangat teman seanggotanya yang pintar dalam bidangnya, atau ketika tak ada pilihan maka anggota dari kelompok saingan pun bisa jadi acuan.
"Alysa, Indah, Cio, Aksa ...."
Deg!
Hanya mendengar namanya yang menjadi satu jajaran saja sudah membuat jantung Alysa melompat dari tempatnya."I love you full Bu Helen!" batinnya menjerit-jerit.
Tak sia-sia ia menerima hukuman ternyata timbal baliknya lebih dari ekspektasi. Kalau begini Alysa rela dapat hukuman terus.
Seseorang mengacungkan tangan.
"Ada apa, Aksa?" Helen menotice.
"Boleh tuker kelompok?"
Boom!
Suara gemuruh memenuhi gendang telinga Alysa, bahkan belum satu detik rasa bahagia itu datang tapi sudah kembali dikacaukan."Lho, kenapa?"
"Saya juga mau tuker kelompok!" susul Alysa, tidak ingin dianggap jadi biang masalah.
Helen menatap keduanya secara bergantian. "Boleh gak sekarang saya yang tuker murid?" pungkasnya. "Boleh??" ulang Helen sekali lagi menambah penekanan.
Aksa menggelengkan kepala. "Maaf."
"Lagian mau sama siapa pun sama saja, kalian jangan membeda-bedakan begitu. Saya gak suka. Mulai saat ini saya putuskan, Alysa dan Aksa akan selalu di kelompok yang sama."
"A-apa, Bu?" kejut Aksa, tak menyangka hal ini yang akan ia dapat.
"Kenapa? Keberatan? Kamu pikir saya bakal berubah pikiran?" Helen menampilkan smirk. "Gak mungkin!"
Aksa tak lagi bicara. Upayanya malah memberi hasil yang berbanding terbalik. Aneh. Katanya usaha tidak pernah berkhianat? Terus sekarang apa yang ia dapat?
Berbeda dengan Alysa. Ia tahu kalau ini yang akan terjadi. Aneh. Padahal ia tak sedang berusaja tapi malah mendapatkan hasil yang sempurna.
Jam pelajaran habis. Helen keluar dari kelas, dan Alysa akhirnya bisa duduk setelah lama dibuat berdiri.
"Aduuu ... cian banget temen gueeeee ... haus, nggak? Mau ngemil?" Via mengabsen beberapa jenis jajanan yang ia bawa di dalam tasnya.
"Gak usah sok baik."
Via seketika menjadi kicep.
"Semalem kenapa lo panggil Arion?"
"Hmm? M-manggil? Siapa yang manggil. Ha ha ... lo salah kali? Masa gue."
Alysa masih dengan tatapan tajamnya.
"I-iya okee ... ya habisnya gue harus gimana, lo udah tepar gitu masa gue yang bawa lo pulang ya gak kuat gue lo pikir gue ade rai apa."
Alysa mengembuskan napas panjang.
"Eh, tapi btw semalem gue liat ...." Via melanjutkan kalimatnya dengan berbisik.
"Ck. Gausah omong kosong buat bikin gue seneng, ya!" delik gadis itu memberi peringatan.
Dua jari Via teracung. "Sumpah! Berani kesamber geledek deh, kalo gue bohong."
Ujung mata Alysa melirik ke arah sosok yang sedang jadi bahan pembicaraan. Really? Orang yang sudah menolak untuk satu kelompok dengannya?
"Salah liat kali lo," telunjuk Alysa menekan kening Via.
"Yeeee... yaudah kalo gak percaya. Sukur."
Bersambung ....
KAMU SEDANG MEMBACA
ALYAKSA (completed)
Roman pour Adolescents"Gue bisa ngelakuin sesuatu yang nggak gue mau demi dapetin apa yang gue mau." Alysa Keyra "Bisa gak, lo berhenti jadi orang yang nggak gue suka!?" Aksa Pradipa 10 tahun terpisah membuat semua yang seharusnya mudah menjadi tak bercelah. Dapatkah Aly...