20. SAINGAN

1.1K 100 21
                                    

Ternyata Irene tinggal di perumahan yang sama dengan Alysa hanya saja beda komplek. Bagaimana mungkin? selama ini Alysa tidak pernah melihat gadis itu sekali pun, tapi ketika Aksa kemari dengan gamblangnya takdir malah mempertemukan keduanya. Apa ini yang dimaksud dengan jodoh gak akan ke mana? No!! big no!!! sekalipun takdir yang bicara, Alysa akan merubah alur cerita.

Sejak tadi Alysa hanya jadi pendengar, dan kelihatannya kedua orang yang sedang tatap muka di hadapannya ini cukup akrab. Memangnya bagaimana lagi? lelaki yang disukainya memang supel, dengan siapapun nyambung. Mungkin hanya dengan Alysa saja lelaki itu butuh waktu buat terima keberadaannya. Padahal bukan orang yang baru ketemu kemarin, udah barengan dari orok, tapi Aksa berprilaku tidak normal dari yang seharusnya.

"Gimana? Naya udah ketemu kan?" tanya Irene.

Sebuah kalimat yang sungguh membuat Alysa sangat gatal, pantas saja Naya sering jengkel karena harus menjadi adik dari seorang yang banyak diminati. Masalahnya ya begini, sering dijadikan alasan oleh para pendekat semacam ini untuk mendekati kakaknya.

"Pakek nanya lagi sih?! lo kan kemaren ke rumahnya." Alysa menyela, membuat seseorang itu merasa tertangkap basah.

"Ke rumah? siapa?" tampaknya Aksa tak mengerti dengan yang Alysa katakan, bukankah bagus? berarti cewek ini cuma ngada-ngada. Sok banget tahu seolah keberadaan dia itu dianggap penting oleh Aksa, ya sejauh ini Alysa dapat menangkap semuanya.

"Uhmm, gapapa kok." Alysa merasa tak perlu melanjutkan, semuanya sudah jelas. "Btw kalian kenal di mana?" alihnya.

"Di Amerika, kita bareng terus dari SD. sampe akhirnya pulang ke sini satu sekolah juga di SMA. Cuma gak jelas, Aksa tiba-tiba pindah," jelas Irene. "Kenapa sih, kok pindah?" ia melempar pertanyaannya pada Aksa.

Entah mengapa, menunggu jawaban dari Aksa membuat jantung Alysa cukup berdegup. Adakah kemungkinan ia termasuk ke dalam alasannya?

"Emang harus kenapa-napa dulu? pindah ya pindah aja."

Jawaban yang sungguh jauh dari bayangan, membuat detak jantung Alysa yang sejak tadi berirama cepat menjadi tak berarti.

"Ya gak juga. Kita kan jadi susah ketemu!" balas Irene.

Huahh Alysa benar-benar merasa jadi kambing conge saja. Dia ada di antara 2 makhluk yang sedang tarik ulur. Hal ini membuatnya sangat haus.

"Gue mau beli minum." Alysa bangkit dari duduknya, namun pergerakannya tertahan oleh lelaki yang malah kembali membuatnya terduduk.

"Biar gue aja yang beli." Aksa mengambil alih, dan tentu hal ini membuat Alysa menang di hadapan cewek yang sedang bertingkah sok manis itu.

"Aksa emang biasa baik ke semua orang, jangan geer!" ucap Irene, jelas membuat senyum Alysa memudar.

"Gue tau, jadi lo gak usah jadi sok paling tau."

Irene tak terima, ia merasa sudah mengenali Aksa luar dan dalamnya. "Emang kita udah kenal lama. Yang sok tau itu elo! lo cuma kenalan di sekolah pindahannya doang."

Alysa menggelengkan kepalanya. "Gue kenal Aksa dari lahir, jauh sebelum lo ketemu Aksa."

"Nih!" Aksa menyodorkan sebotol air mineral, juga beberapa lembar uang kertas. Kedatangannya membuat Irene memendam keinginan untuk membalas berucapnya.

Alysa mengernyit, "Lo ngasih gue nafkah?"

"Itu kembalian tadi, katanya lo langsung pergi aja."

"Kok malah diambil, sih?!" Alysa melenguh, padahal ia melakukannya dengan sengaja.

"Ya gimana? orang ibunya yang ngasih."

Alysa tak lagi membalas, tak akan ada hasilnya juga. Ia hanya suka melakukan hal ini ketika hatinya ingin, dan untuk pertama kalinya keinginannya tidak terpenuhi. Mungkin yang kedua, setelah ia gagal menjadi orang ketiga untuk Arion yang sekarang pasti merasa tenang dengan kesenangannya.

"Habis ini mampir dulu ke rumah dong, Mami nanyain." Irene kembali berucap, seolah menunjukkan kalau sudah saling dekat dengan keluarga, apalagi gadis ini memang sudah sering ke rumah Aksa.

Alysa tidak bisa tinggal diam, ia memang kenal jauh lebih dulu, tapi jujur saja ia sudah ketinggalan jauh. 10 tahun ketiadaannya tergantikan oleh gadis ini, dan di masa-masa itu lah yang berkemungkinan besar dengan terlibatnya hati.

"Oh iya, mami kamu sehat?" tanya Aksa, berulah seolah membenarkan kedekatan dari keduanya.

Kalau tahu begini, lebih baik Aksa tidak pernah datang dan ia gabut saja di rumah tanpa ponselnya yang sekarang malah tak ada nilainya, padahal sebelumnya bikin resah, tapi sekarang malah mereka berdua yang membuatnya resah.

"Gue mau pulang!" ucap Alysa, menyela obrolan keduanya yang sudah menjalar ke segala arah.

Aksa menoleh, "Katanya, bosen di rumah?!"

"Lo duluan aja kalo gitu." Irene memberi usul yang sangat menjurus, dan hanya di mimpinya saja Alysa mau mengiyakan.

"Aksa dateng bareng gue, pulang juga bareng gue!"

Irene ikut berdiri dan langsung menghadap pada cewek yang baru saja mengibarkan bendera peperangan. "Udah gede, kan? bisa pulang sendiri."

Sungguh, Alysa sudah gatal sekali ingin menggaruk wajah sok polosnya. Keduanya sudah saling berhadapan, Alysa dengan tatapan yang dapat dibaca semua orang, sedangkan Irene dengan tatapan yang hanya dapat dimengerti oleh musuhnya saja.

Bersambung ...

ALYAKSA (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang