Alysa menggelengkan kepalanya, kali ini ia tidak akan mudah hanyut. Aksa terlalu sulit ditebak, detik ini mendekat, detik berikutnya bisa jadi sangat jauh tak terjangkau.
Soal yang jumlahnya tak terhingga dari penggabungan beberapa mata pelajaran akhirnya terselesaikan. Meski otaknya pas-pasan, bukan hal yang mustahil bagi Alysa bisa melakukan hal yang biasa orang cerdas lainnya lakukan. Semua yang tidak mungkin, bisa menjadi mungkin, apa pun itu, jika Alysa mau maka akan kejadian.
Lelaki yang tadi hinggap di jendela persis seperti potongan lagu anak kecil itu sudah tak lagi ada. Alysa mengulum bibirnya, kalau itu dirinya, maka ia pasti akan memilih untuk menunggu sampai orang yang ditunggui selesai.
Baru saja Alysa menutup pintu ruangan yang tadi didiami, terdengar kegaduhan dari tempat yang tidak begitu jauh. Daripada mati penasaran, ia pun memilih untuk mengikuti arah suara itu berasal.
"El-van?" gumam Alysa ketika seseorang yang diduga pusat kegaduhan menampakkan wajahnya.
Alysa semakin melangkahkan kakinya untuk menghampiri, namun semakin dekat malah semakin jelas bahwa di sana terdapat seseorang lain yang juga ia kenali.
"Stop!!" teriak Alysa berlari menghampiri Aksa yang sudah dalam keadaan babak belur.
Elvan meraih lengan gadis yang hendak menghampiri Aksa, namun tak sesuai keinginan, gadis itu malah mendorong kuat tubuhnya.
"Pergi!" Alysa menarik kembali lengannya.
"Ini gak seperti .."
"Gue bilang pergi, Elvan!!" tegasnya penuh penekanan.
Tak peduli dengan Elvan yang masih terpaku di posisinya, Alysa pun segera membantu tubuh lelaki yang sudah tak bertenaga dengan wajah penuh lebam itu untuk berdiri. Lelaki yang dibawanya sudah terduduk di tepi ranjang ruang UKS, sedangkan Alysa sendiri masih sibuk mencari obat-obatan yang dibutuhkan.
Aksa sengaja menjauhkan wajahnya dari jangkauan gadis yang terlihat mengkhawatirkannya, membuat Alysa menaruh tanya.
"Lo itu mau sembuh gak, sih?!" geram Alysa.
"Sejak kapan kalian pacaran?" Aksa berucap, jauh dari bahasan.
"Ja--wab!" tekan Aksa, meraih lengan gadis yang masih berusaha melancarkan aksinya.
"Bahas nanti aja, luka lo jauh lebih penting."
Aksa menggelengkan kepalanya tak setuju. "Se--karang!!"
Diobati atau tidak, lelaki itu sendiri yang merasakan, sama sekali tidak akan berefek padanya. Hanya saja, Alysa tidak bisa membiarkannya, kepeduliannya tak pernah bisa tersudahi.
"Gue gak jadian sama siapa pun!" jawab gadis itu frustasi. "Puas?"
"Tapi.."
Tangan Alysa menutup mulut lelaki yang masih tak mau berhenti berucap.
"Biarin gue ngobatin lo sekarang, atau gue bakal pergi detik ini juga?!" ucapnya memberi pilihan.
Aksa tak lagi bicara, membiarkan gadis itu melakukan apa yang diinginkannya. Ia menatap lekat wajah Alysa yang kian mendekat tanpa rasa canggung, mungkin ia harus mengucapkan terima kasih pada orang yang membuatnya begini.
Meski sesekali terasa perih, tapi tak ada suara ringisan. Lelaki itu lebih asik dengan ekspresi Alysa yang seolah menanggung rasa sakitnya, ia begitu hati-hati mengobati lukanya sambil sesekali memberi tiupan kecil untuk meringankan.
"Kayaknya gue tadi kasar banget, deh!" gumam Alysa, menegakkan tubuhnya. "Udah pulang belum, ya?!"
Kenapa ada manusia setega ini? lebih mengkhawatirkan pelaku kekerasan dibanding korban, dan dilakukan secara terang-terangan?! sungguh tidak berperasaan. Tapi, sepertinya ia juga tidak akan terima kalau Alysa melakukan hal itu di belakangnya.
"Aww!" ringis Aksa, memegangi perutnya.
"Kenapa?" Alysa mengurungkan kepergiannya, "mana yang sakit? huh."
"Lagian maen ninggalin aja!? ulah pacar lo, nih, tanggung jawab."
"Kok, pacar, sih?!" protes Alysa.
"Terus ngapain mau nyusulin? kalau bukan pacar, yaudah."
Entah mengapa, ekspresi wajah Aksa yang seserius itu malah membuat perut Alysa sakit, ia tidak kuat menahan tawanya lebih lama.
"Kok, ketawa?" Aksa menekuk alisnya, namun sedetik kemudian ia pun ikut tertawa, membuat suara keduanya saling bersahutan.
***
"Kita gak bermaksud ..."
Elvan mengangkat tangannya sebagai aba-aba agar temannya berhenti berucap. "Gue yang salah."
Mau semarah apa pun, seharusnya ia tidak sebrutal ini. Selain di lingkungan yang tidak tepat, Elvan juga membuat Alysa menyaksikannya. Sungguh, ia tak punya muka untuk bertemu dengan Alysa, masih terbayang jelas bagaimana cara gadis itu mengusirnya.
"Kalian pulang duluan aja!" titah Elvan pada ketiga temannya yang masih setia menunggu.
Tak ingin membuang waktu, Elvan pun segera melengang pergi, mencari keberadaan Alysa untuk menjelaskan kebenarannya, atau ia tidak akan bisa tidur semalaman.
Alysa tidak ada di kelas, teman sebangkunya pun tak memberi informasi, gadis itu bilang tidak melihatnya dari tadi pagi. Meski sedikit janggal, Elvan tidak berusaha memastikan, tak ada yang bisa diragukan.
Tapi tunggu! Elvan menghentikan langkahnya lalu kembali memastikan isi kelas yang ternyata Aksa juga tidak terlihat di tempat ini. Kalau dugaannya benar, maka ada satu tempat yang pasti dihuni keduanya.
Sebenarnya ia berharap dugaannya salah, tapi mungkin siapapun yang berada di posisi Alysa pasti menunjukkan rasa simpati yang sama. Dan sepertinya, tingkahnya kali ini benar-benar keterlaluan karena walau bagaimanapun, lelaki itu tetap anggota keluarganya, meski Aksa seringkali menyalahi takdir, ia tidak seharusnya bersikap serupa.
Hampir saja Elvan menampakkan diri, terdengar pernyataan Alysa yang membuatnya urung. Gadis itu tidak mengakui hubungannya? kenapa? mungkin ia belum siap memublikasikannya, Elvan masih ingin mengerti, namun kemudian penjabaran gadis itu terlalu rinci, sampai membuatnya tak memiliki satu pertanyaan pun untuk gadis itu.
Elvan salah paham, itu jawabannya. Pemukulan yang ia lakukan pun, tidak seharusnya terjadi, ia tidak punya hak untuk itu, Alysa tidak mengijinkannya. Setelah ini, tak ada satu pun alasan untuk Elvan menemui gadis itu lagi, ia terlalu malu dan tidak punya muka.
Keterdiaman Elvan terlalu memakan waktu, tidak sadar kalau kedua manusia yang ia perhatikan sejak tadi sudah berada di hadapannya.
"El-van?!" Alysa ingin menghampiri, namun lelaki di sampingnya tidak mengijinkan.
Elvan melihatnya dengan sangat jelas, namun seolah tak tau diri hatinya tetap merasa kesal. Sekarang ia pasti jadi bahan tertawaan Aksa, ia kalah darinya dengan cara yang tidak hormat.
"Alysa gak bisa diganggu, dia sibuk mempertanggungjawabkan ulah lo!" ucap Aksa lalu melengang pergi, membuat gadis yang tangannya ia genggam terpaksa mengikuti langkah besarnya.
To be continue ...
KAMU SEDANG MEMBACA
ALYAKSA (completed)
Fiksi Remaja"Gue bisa ngelakuin sesuatu yang nggak gue mau demi dapetin apa yang gue mau." Alysa Keyra "Bisa gak, lo berhenti jadi orang yang nggak gue suka!?" Aksa Pradipa 10 tahun terpisah membuat semua yang seharusnya mudah menjadi tak bercelah. Dapatkah Aly...