Kedua kaki Alysa begitu lemah melangkah, bukan tak bertenaga, hanya masih berharap kalau tiba-tiba sosok itu datang menghela jalannya. Sampai akhirnya berada di depan pintu kaca yang dibukakan penjaga kafe untuknya, ya, ia sudah kehilangan kesempatan itu.
Alysa menengadahkan wajahnya ke atas, merasakan hembusan angin yang menyentuh kulitnya, lebih tepatnya agar air mata yang telah memaksa keluar itu tak benar-benar terjatuh, sungguh, ia membenci dirinya yang lemah.
Bertahan beberapa saat dalam kondisinya, tanpa berharap apa pun, atau memikirkan apa pun, dengan suara kendaraan menjadi alunan dalam keterdiamannya.
Kedua mata Alysa terbuka perlahan, kepalanya pun kembali pada posisi awalnya, dan sosok yang dilihatnya pertama kali adalah seseorang yang sama sekali tidak meninggalkannya. Elvan setia menunggu Alysa tanpa bosan, meski bukan ia pria yang gadis itu inginkan.
"Pulang?" Elvan mengulurkan tangannya.
Alysa menghela napasnya panjang, ingin sekali ia menolak hanya saja tak ada lagi yang perlu ia tunggu di sini.
Elvan meraih lengan gadis itu. "Udah malem, bisa besok lagi, kan?"
"Besok?" ulang Alysa. Ia tersenyum miris, "mungkin semua bakal balik lagi seperti semula, Aksa yang gak pernah peduli sama gue."
"Kenapa lo harus peduli sama orang yang gak peduli?"
"Lo sendiri?" suara seseorang yang lain tiba-tiba muncul. "Kenapa masih peduli sama orang yang cuma peduli sama gue?"
Tanpa perlu bertanya siapa pemilik sebenarnya dari suara itu, Alysa langsung tau, ia bahkan tersenyum mendengarnya, tubuhnya pun mengarah ke tempat di mana seseorang itu muncul.
"Gue mungkin gak bisa cegah keluarga yang gue punya untuk berhenti jadi bagian dari lo, tapi kali ini, gue gak akan biarin lo ngerebut apa pun lagi dari gue." Aksa mengambil alih tangan gadis itu.
Apa lagi yang Elvan harapkan? bahkan sekarang Alysa sudah fokus pada lelaki itu, pandangannya seolah tertuju hanya pada satu arah tanpa ada satu hal pun yang dapat membuat Alysa mengalihkannya walau sebentar.
Tanpa berkata lagi, Aksa pun membawa gadis itu pergi, dan Alysa hanya mengikuti, karena mulai sekarang, ke mana pun lelaki itu pergi, ia harus ikut, hanya Alysa yang boleh berada di genggamannya.
Setelah dirasa jauh dari jangkauan Elvan, Aksa pun menghentikan langkahnya, ia tak tahu harus ke mana, rencananya hanya agar terjauh dari lelaki itu. Dan sekarang, ia kebingungan harus apa, hanya saja hatinya masih bergemuruh, mengingat seberapa dekat gadis ini dengan sosok yang tak pernah ia terima kehadirannya.
Sesekali Aksa melihat ke arah Alysa, gadis itu masih menatapinya tanpa bosan, membuatnya bertambah gugup setengah mati, namun ukiran senyum yang menghias wajahnya seolah menjadi sebuah magnet yang menariknya kuat untuk melakukan hal yang sama.
Aksa tidak mau menjadi mudah, sekuat tenaga ia membuat dirinya seolah tak terkalahkan, padahal jelas hatinya telah tunduk sejatuh-jatuhnya. Buktinya saat ini, ia berada di sini, di depan gadis yang membuatnya murka namun tetap saja ia masih mau menerima segala hal tentangnya.
"Mulai detik ini, gak ada lagi Elvan di hidup lo."
Alysa mengangguk tanpa ragu. "Gue gak akan ketemu Elvan lagi."
"Meski menyebut namanya, sekali pun itu di belakang gue."
"Gue gak akan ketemu dia lagi!" ralat Alysa, "atau sekedar menerima bantuannya, kalau hal tadi terjadi lagi, meski gue berada di ujung maut dan cuma dia yang bisa bantu, gue akan menolak, gue memilih mati daripada harus.." ucapan Alysa terhenti ketika sebuah telunjuk menyentuh bibirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALYAKSA (completed)
Teen Fiction"Gue bisa ngelakuin sesuatu yang nggak gue mau demi dapetin apa yang gue mau." Alysa Keyra "Bisa gak, lo berhenti jadi orang yang nggak gue suka!?" Aksa Pradipa 10 tahun terpisah membuat semua yang seharusnya mudah menjadi tak bercelah. Dapatkah Aly...