TQBM ¤ 10

4.2K 299 4
                                    

"Sebelum kau menjadi seseorang yang halal untukku. Aku tak mengizinkan kekagumanku dan rasa nyaman ini berubah menjadi perasaan cinta."

Hana Shabila.



"Jangan terlalu keras pada dirimu sendiri karena hasil akhir dari semua urusan didunia ini sudah ditetapkan oleh Allah. Jika sesuatu ditakdirkan untuk menjauh darimu, maka ia tak akan pernah mendatangimu. Namun jika ia ditakdirkan bersamamu, maka kau tak akan bisa lari darinya."

{ Umar bin Khatab R.A. }

Hari sudah mulai menjelang siang tepatnya pukul sepuluh lewat duapuluh menit. Cuaca sudah mulai panas karena sinar matahari yang mulai terik beruntung siang ini angin bertiup sepoi sepoi. Sedikit menghilangkan kepanasan suhu bumi.

Di belakang rumah kost dua pintu dengan satu bekas gudang tempat tinggal Hana, Ray, dan satu tetangga yang lain terdapat sebuah kursi panjang yang letaknya tepat dibawah pohon jambu air yang tidak jauh dari pesawahan. Di tempat itulah Ray duduk bersama Hana yang sedang memangku laptop tua kesayangannya.

Gadis itu sedang fokus mengerjakan tugas mata kuliah manajemen pemasaran syari'ah-nya. Sesekali Hana bertanya pada Ray tentang materi pemasaran yang tidak ia kuasai atau mengerti dan dengan senang hati Ray menjelaskannya pada gadis itu. Semenjak pernyataan Ray dihalaman rumah Tiara tadi, Hana lebih menjaga jarak dan bicara seperlunya saja dengan Ray. Entah karena apa, tapi yang jelas itu membuat Ray merasa bersalah. Mungkin pernyataan itu membuat Hana tak nyaman.

"Yes. I'm done. Thanks Ray, udah bantuin gue," kata Hana seraya menutup laptop tua kesayangannya.

Ray menoleh dan tersenyum saat melihat raut wajah lega milik Hana karena dari tadi gadis itu sibuk uring uringan dengan tugas rumah yang belum ia kerjakan. Hana memang sibuk bekerja, maka dari itulah terkadang ia lebih sering lupa pada tugas kuliahnya. Beruntung ada Ray yang dapat senantiasa membantu menyelesaikannya.

"Han ... Aku minta maaf kalo pernyataanku yang tadi pagi di depan rumah Tiara itu mengganggumu," ucap Ray tak enak hati.

Hana menoleh dan menatap Ray lalu tersenyum simpul.

"No problem, gue enggak mau bahas itu lagi ya, oke? Tapi, makasih udah anggap gue seberharga itu," balas Hana tulus dan terkesan jujur apa adanya.

Ray tersenyum lembut lalu mengangguk setuju.

"Sama sama dan aku janji tidak akan membahasnya lagi. Kecuali bila kamu menginginkannya," ucap Ray dengan ringan.

Hana mengangguk seraya mengalihkan pandangannya ke arah padi-padi di sawah yang mulai berisi dan merunduk dan menguning. Ray pun mengikuti arah mata Hana memandang.

"Lo tahu apa filosofi dari tanaman padi?" tanya Hana kemudian.

Ray menggeleng seraya menatap wajah damai Hana yang masih mengamati padi yang memenuhi sawah yang luasnya seluas mata memandang.

"Padi mengajari kita agar menjadi orang yang tawadu' ketika telah memiliki banyak ilmu. Lihat, padi itu semakin berisi, maka dia semakin merunduk ke bawah. Sama halnya seseorang yang berilmu, semakin dia pandai maka harusnya semakin ia menundukkan diri," kata Hana memaparkan sedikit filosofi dari tanaman padi.

Ray menyimak penjelasan Hana dengan baik. Pemuda itu lalu tersenyum penuh kekaguman pada sosok Hana.

"Tawadu'? Apa artinya, Han?" tanya Ray saat merasa asing dengan istilah Tawadu'.

"Tawadu' adalah rendah hati. Dalam artian tidak menyombongkan diri dan apa yang sudah kita miliki," jelas Hana yang membuat Ray paham.

"Jadi maknanya, sebanyak apapun ilmu atau harta yang kita miliki, kita tetap tidak boleh sombong melainkan harus rendah hati, begitu ya?" rangkum Ray kemudian.

RAYHANA : Takdirku Bersamamu [END√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang