TQBM ¤ 13

3.1K 261 8
                                    

"Seburuk apapun sikap ibumu, janganlah membencinya. Karena beliaulah yang melahirkan kamu kedunia."

¤Hana Shabila¤

Dimohonkan Vote☆terlebih dahulu sebelum baca.

Isakan Hana belum juga berhenti sampai ia dan Ray tiba dikost-annya.
Gadis yang terkenal galak dan tomboy itu kini berubah menjadi seorang gadis yang rapuh dan menyedihkan.

¤¤¤¤¤

"Han minum dulu teh hangatnya, ya?" pinta Ray saat Hana sudah selesai mandi dan berganti baju. Ray membuatkan gadis itu teh manis hangat untuk melegakan sedikit perasaannya.

Mereka saat ini sedang berada diruang tamu kost-an Hana yang pintu depannya sengaja terbuka. Cewek itu menatap kosong kearah cangkir berisi teh buatan Ray.

"Han, minumlah dulu. Kemudian jika kamu ingin bercerita, ceritakan saja aku akan siap mendengarkan semuanya," bujuk Ray dengan penuh perhatian.

Dengan sedikit enggan akhirnya Hana meraih gelas teh hangat itu, dan mulai meminumnya sedikit demi sedikit. Dirasa cukup Hana meletakkan kembali cangkir tersebut diatas meja kecil dihadapannya.

"Bisa bercerita sedikit kenapa kamu menangis tadi?" tanya Ray dengan lembut. Cowok itu menatap Hana penuh perhatian.

"Gue ... enggak papa kok. Gue cuma terbawa suasana aja kalo kehujanan dimalam hari," jawab Hana berusaha untuk tampak biasa.

"Aku jelas melihat bahwa kamu kenapa napa. Bukan tidak papa seperti yang kamu bilang barusan, han." Ray justru menyela jawaban Hana.

"Gue enggak papa," tukas Hana berusaha mengelak sebisa mungkin.

"Aku tidak pernah melihat kamu menangis sebelumnya, Han. Aku merasa kamu mempunyai trauma. Benarkan?" desak Ray agar Hana mau menceritakan semua yang mengganggu pikiran gadis tomboy berjilbab itu.

"Huft ... susah ya rasanya mau bohongin lo. Lo suka menerka nerka kayak lagunya Nagita Slavina sih. Dan sialnya terkaan lo itu bener." Hana menghela nafas kasar sebelum menjawab desakan pertanyaan Ray.

"Jadi benar kamu punya trauma sama hujan dimalam hari?" tanya Ray sambil menebak.

"Iya, Detektive Conan and titisannya Master Limbad," jawab Hana cenderung asal asalan, karena sedikit kesal pada Ray yang seolah selalu dapat menebak perasaannya dengan benar.

"Eh, aku bukan detektive conan maupun titisan Mr. Limbad atau siapapun ya. Aku Raymond, sahabatmu, jadi aku tahu ada yang tidak beres sama kamu," jawab Ray cemberut karena tidak terima, membuat Hana tersenyum geli dan terkekeh pelan melihat raut wajah sebalnya itu.

"Iya Rayku rayko. Lo sahabat gue yang jelas kemampuannya lebih hebat dari mereka dalam hal mengetahui perasaan gue." Ray tersenyum saat mendengar kalimat dari Hana itu.

"Rayko itu bukannya nama bumbu kaldu yah?" tnya Ray.

"Hehe ... hampir mirip sih tapi bumbu kaldu itu namanya Royko bukan Rayko," jawab Hana mengeluarkan cengiran khasnya.

"Ooh kupikir itu sama. Ckk. Ayolah Han ceritakan kenapa kamu menangis tadi?"

"Huh. Pedahal gue udah berusaha ngalihin pembicaraan."

"Please Hana. Tell me hows you feel!" bujuk Ray sekali lagi.

Hana menghela nafas panjang. Lalu menatap wajah Ray dengan serius.

"Oke, gue ceritain. Jadi gini Ray, gue itu punya trauma. Dan trauma itu muncul saat gue kehujanan dimalam hari. Penyebabnya karena kejadian pahit waktu gue masih kecil. Malam itu mama gue pergi ninggalin gue dan papa. Dia pergi sama Om dito, mantan klien papa yang ternyata adalah pacar mamah. Gue sempet ngejar mama sambil kehujanan ... tapi akhirnya ... huft ... gue harus rela kalo mama tetap memilih pergi bahkan disaat gue masih umur 4 tahun dan lagi butuh banget kasih sayangnya."
Hana menceritakannya dengan sulit. Suaranya serak seperti menahan tangis karena hatinya benar benar sesak.

"Gue sayang sama mama Ray. Tapi kenapa beliau enggak pernah mau ngasih kasih sayang ke gue? Enggak pernah peduli sama gue! Dan semenjak kepergian mama, papa gue jadi sering marah marah lalu beberapa bulan kemudian papa menikah lagi sama janda beranak satu. Setelahnya gue kaya selalu dibandingin sama anak tirinya. Bahkan sampai saat gue beranjak dewasa, gue dipaksa buat kuliah dijurusan ilmu kedokteran sama kayak kakak tiri gue. Jelas gue nolak karena itu bukan passion gue. Sampai akhirnya gue memutuskan untuk kabur dari rumah dan kuliah sambil kerja disini ... gue rasa mama maupun papa enggak ada yang satang sama gue, Ray. Apa gue emang gak pantes untuk disayangi?" ungkap Hana menceritakan semuanya dengan suara bergetar.

Ray mendengarkannya dengan sedih. Ia merasa ada berton ton batu yang menghantam hatinya. Dia juga ikut merasakan sakit saat melihat Hana terluka seperti ini. Andai dia bisa memeluk gadis itu dan menenangkannya serta mengatakan bahwa masih ada ia yang menyayangi Hana.

Tapi Hana bukanlah gadis lain diluar sana yang dapat ia peluk dengan mudah. Hana itu spesial, Ray harus menghalalkannya dulu apabila ingin memeluknya.

Ray menarik sapu tangan dari dalam kantong kemeja miliknya lalu menyodorkannya tepat didepan Hana. Gadis tomboy berhijab itu menatap wajah tampan Ray sejenak sebelum akhirnya meraih sapu tangan tersebut dari tangan Ray.

"Makasih," ucap Hana lirih disela isakannya.

"Sama sama, Han. Dengan senantiasa aku akan selalu siap mendengar semua curahan hatimu."

"Jangan pernah menganggap dirimu tak pantas untuk disayangi hanya karena mereka yang tak memperdulikanmu."

"Mereka hanya belum melihat bahwa kamu itu luar biasa dengan caramu sendiri. Kamu begitu pantas untuk disayangi dan dicintai banyak orang, karena kamu ... istimewa," ungkap Ray sambil menatap lembut wajah pucat Hana yang masih terisak. Hana mendongak dan menatap Ray yang tersenyum untuknya.

"Makasih Ray. Lo udah yakinin gue hal itu. Setidaknya perkataan lo tadi bisa menyemangati gue," ujar Hana sambil mengusap air matanya dengan sapu tangan milik Ray.

"Ray ingus gue kotorin sapu tangan lo," adu Hana sambil memasang raut bersalah.

"No problem, Han. Itu sapu tangan untukmu, jadi itu milikmu," balas Ray sambil tersenyum hangat.

"Thanks, my brother," ucap Hana yang membuat Ray terdiam. Brother? Hana menganggapnya kakak? Huft. Pedahal dalam hatinya ia berharap suatu saat ia bisa menjadi pendamping hidup Hana, kekasih halalnya.

"Ih kok wajahnya langsung berubah gitu waktu gue panggil brother. Salah ya kalo gue nganggep lo seperti kakak gue?" kata Hana yang langsung membuat Ray terkejut. Cowok itu kembali menatap Hana dan tersenyum kaku.

"Tidak bisa ... eh maksudku tidak apa. Terserah kamu mau anggap aku apa han. Yang penting kamu tahu aku akan tetap menyayangimu, Hana."
Hana merona mendengarnya.

Bersambung.

Gimana part ini?
Komentar yah!

Jangan lupa pencet bintangnya:)

Salam sahabat Hijrah;
Asyiah Muzakir
05-06-20

FOLLOW ME ON INSTAGRAM : @asyiahmuzakir
& WATTPAD : nurasyiaaaaahh

ATTENTION! SEBAIK-BAIK BACAAN HANYALAH  AL-QUR'AN! MARI TETAP MENGUTAMAKAN MEMBACA AL-QUR'AN.

RAYHANA : Takdirku Bersamamu [END√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang