TQBM ¤ 20

2.9K 256 23
                                    

Budayakan Vote, Komentar, dan Follow! nurasyiaaaaahh ku mohon jangan jadi silent reader!

Allahumma shalli ala sayyidina Muhammad wa ala ali sayyidina Muhammad.

🤍
____

Sejak pertanyaan Ray yang sedikit sensitif tentang 'menikah' tadi, Hana menjadi lebih banyak diam dan menghindari tatap muka dengan Ray.

Pukul sebelas lewat dua belas Hana dan Ray baru keluar dari pengapnya pasar tadi. Sekarang mereka berdiri di sebuah halte untuk menunggu angkot. Karena setelah insiden digodain tukang ojek genit tadi pagi Hana jadi sedikit malas naik ojek lagi.

Setengah jam sudah mereka menunggu di halte tersebut tapi, belum ada juga angkot yang masih butuh penumpang. Angkot angkot yang lewat itu sudah sarat penumpang semua.

Hana berdecak kesal karena sudah menunggu lama. Apalagi saat ini tenggorokkannya haus karena siang ini cuacanya panas.

"Ck! Lama banget sih. Mana panas lagi," keluh Hana sambil mengipaskan ujung kerudung pasminanya ke wajah.

"Mungkin sebentar lagi," ucap Ray yang saat ini duduk dikursi halte. Mengamati Hana yang berdiri dan sepertinya enggan untuk duduk disampingnya dan Ray mengerti kenapa Hana menghindarinya.

"Kamu haus ya?" tanya Ray menghampiri Hana yang berdiri di pinggir jalan.

"Hm," gumam Hana mengiyakan.

Tanpa bertanya maupun berkata lagi Ray sudah ngeloyor pergi ke warung kecil di seberang jalan dan membeli dua botol air mineral untuknya dan Hana.

Ray kembali dan menyodorkan sebotol air mineral kedepan Hana.
Dengan senang hati Hana menerimanya karena sedari tadi dia memang sangat kehausan.

Ah, peka sekali kamu Ray.

"Makasih," ucap Hana singkat dan datar begitu selesai meneguk air mineral pemberian Ray. Gadis itu berterima kasih tanpa melihat kearahnya.

"Sama-sama," balas Ray sambil tersenyum tipis. Dia yakin Hana menghindarinya karena pertanyaan seriusnya di pasar tadi yang mungkin membuat Hana tidak nyaman saat bersamanya.

Ray membuka tutup botol air mineral miliknya, kemudian membuka masker lalu meminum isinya pelan dan memakai maskernya lagi.

Tidak lama kemudian sebuah motor matic yang setelah diketahui dikendarai oleh ustadz Yusuf (guru agama Hana yang pernah menuntun Ray mengucapkan dua kalimat syahadat) mendekat dan berhenti dihadapan Ray dan Hana yang sedang sama-sama berdiri dipinggir jalan didepan sebuah halte.

Beliau membuka helm dan tersenyum saat tahu bahwa ternyata yang dilihatnya benar adalah Ray dan Hana. Yang bisa dibilang sebagai muridnya.

Ustadz Yusuf kemudian menstand motornya lalu menghampiri mereka berdua. Ray dan Hanapun tersenyum senang saat melihat Ustadz itu mendekati mereka.

"Assalamu'alaikum. Hana, Ray." Sang Ustadz memberi salam kepada Ray dan juga Hana.

"Wa'alaikum salam, Ustadz Yusuf," jawab Hana dan Ray hampir berbarengan.

"Gimana kabarnya kalian berdua? Udah lama gak main kerumah saya lagi."

"Kabar kami baik Ustadz. Dan maafkan saya karena tidak pernah datang lagi kerumah Ustadz. Soalnya, saya disibukkan dengan tugas kuliah dan pekerjaan baru saya," jawab Hana jujur dan merasa bersalah karena sudah lama tidak menyempatkan waktu untuk belajar agama ditempat Ustadz Yusuf.

"Iya Ustadz, maafkan saya juga. Karena selama ini saya selalu mengganggu waktu ustadz untuk memberi saya banyak arahan untuk memahami soal wudhu dan sholat," ucap Ray dengan tulus.

Ya. Selama selama ini Ray sering berkomunikasi lewat via telepon dengan Ustadz Yusuf untuk bertanya tanya soal bagaimana caranya wudhu, sholat, dan membaca Alqur'an, kepada beliau.

Dari Ustadz Yusuf dan Hana lah dia banyak belajar tentang islam.

¤¤¤¤¤

Ustadz Yusuf tersenyum hangat dan menatap lekat kedua muridnya itu.

"Saya cukup mengerti kalo kamu sibuk, Hana. Jadi tidak perlu minta maaf. Dan Kamu Ray, saya senang memberi kamu ilmu agama. Dan kamu sama sekali tidak pernah mengganggu waktu saya, anak tampan," jelas Ustadz Yusuf penuh senyuman kepada Ray dan Hana.

"Terima kasih, Ustadz," ucap Ray.

"Terima kasih juga Ustadz, " timpal Hana.

"Sama sama. Oh ya, apa kalian sedang menunggu kendaran umum lewat?" tebak sang ustadz.

"Benar, Ustadz. Tapi dari tadi belum juga dapat," ungkap Ray.

"Bagaimana kalo kalian mampir kerumah saya aja dulu," tawar Ustadz Yusuf penuh harap.

"Saya setuju, Ustadz," sahut Ray tanpa berpikir panjang.

"Hmm, ya sudah, saya juga ikut," ucap Hana setelah berpikir dua kali sepertinya lebih baik mampir ke tempat Ustadznya dulu dari pada menunggu angkot di halte yang luar biasa panas ini.

"Baiklah kalo kalian setuju. Hana, kamu masih ingat rumah ustadz, kan?"

"Ya. Hana masih ingat, Ustadz."

Hana mengingat sejenak. Sepertinya Rumah Ustadz Yusuf tidak jauh dari jalan ini. Hanya perlu masuk ke sebuah gang kecil dan untuk sampai ke rumah ustadznya itu mereka harus berjalan sekitar dua ratus meter.

"Baguus! Hmm, kalian ingin ustadz pesankan ojek atau bagaimana?" tanya sang ustadz.

"Hana sama Ray jalan kaki saja deh. Ustadz. Ustadz yang naik motor duluan saja," jawab Hana dengan yakin. Dia masih enggan naik ojek.

"Oke Ustadz, saya setuju sama Hana." Kata Ray yang sebenernya agak ragu kalo harus berjalan. Tapi dia mengerti kalau Hana masih enggan untuk naik ojek setelah digodain tukang ojek tadi pagi.

"Baik. Kalo begitu saya duluan yah. Kalian hati hati. Saya tunggu kalian dirumah. Assalamu'alaikum," ujar Ustadz Yusuf sebelum pergi dengan menaiki motor ke rumahnya.

"Baik ustadz. Wa'alaikumsalam," balas Ray dan Hana.

Kemudian merekapun mulai berjalan kaki.

"Hana. Apa jaraknya dekat?" tanya Ray sambil berjalan dibelakang Hana.

"Lumayan dekat. Cuma 200 meter," jawab Hana tanpa menoleh.

"Syukurlah hanya dua ratus meter," kata Ray sambil menghela nafas karena dia merasa asing dengan Hana yang saat ini menghindarinya.

"Maafkan aku, Han. Kalau pertanyaanku waktu dipasar itu membuatmu tak nyaman. Dan tolong jangan menghindar terus, bukankah kita sahabat?" ungkap Ray sedih dan penuh sesal.

Mendengar ungkapan maaf yang sendu dari Ray. Hanapun menoleh dan menghentikan langkahnya lalu menatap Ray dengan raut yang sulit diartikan. Hana memang berniat menghindar untuk menjaga perasaannya."Hey, gue udah maafin lo. Lagian siapa sih yang ngindarin lo?" tanya gadis itu kemudian.

"Kamu udah maafin aku, tapi kamu jelas menghindar sejak itu. Aku merasakannya Han," jawab Ray dengan sendu.

"Gue harus bersikap gimana sih, sama lo. Ray?" tanya Hana dengan bingung. Dia hanya butuh waktu untuk mengenyahkan perasaan anehnya terhadap Ray. Dan sayangnya Ray malah menganggapnya menghindar.

"Bersikaplah seperti Hana yang supel dan penuh senyuman seperti yang aku kenal," jawab Ray penuh harap tanpa menatap Hana.

"Oke. Tapi kalo gitu lo jangan pernah melibatkan perasaan lagi. Karena kita cuma sahabat," kata Hana sambil meneruskan langkah kakinya yang sempat tertunda.

"Aku akan berusaha, Han," balas Ray sungguh sungguh.

Tapi aku tidak janji, gumam Raya dalam hatinya.

Bersambung...

Part selanjutnya bakal ada seru seruan antara Hana sama Ustadzah Amira masak belut bareng. Nantikan yah♡

Asyiah Muzakir
Kam,09-07-20






RAYHANA : Takdirku Bersamamu [END√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang