chapter 5

9.5K 846 86
                                        

Seperti yang dijanjikan, keluarga Adhibrata kini sedang berada dipusat perbelanjaan yang berada didekat komplek perumahan mereka,lumayan jauh sih tapi itu yang terdekat.

"Rey kamu jangan beli yang aneh- aneh," ucap Raya mengingatkan hal yang biasa yang harus dia ingatkan pada anak bungsunya.

"Ia Mamah kalem aja kenapa sih," kesal Reyhan yang kini sedang memilah milih jaket.

"Yaudah kalian pilih-pilih deh, Mamah sama Ayah mau cari yang lain." ketiga anak itu mengangguk.

Bryan sedang melihat lihat sepatu yang dibelakangnya ada Gibran yang mengekori.

"Mau beli sepatu?" tanya Gibran. Bryan menoleh dan tersenyum sedikit.

"Entah," balas Bryan.

"Gua rasa lo suka sama yang itu," ucap Gibran menunjuk sepatu yang tak lepas dari penglihatan Bryan.

"Sepatu gua banyak dan masih bagus bagus, habisin uang kalau gua beli itu sepatu," jar Bryan.

"Tapi kalau suka gak papa kali, Ayah kan yang bayarin bukan lo?" tanya Gibran yang kini ditangannya sudah ada sepatu, ia tertarik.

"Ayah capek kerja, sayang banget uangnya kalau dibeliin barang yang gak manfaat nantinya," kata Bryan.

"Sekali-kali gak papa kali. Lo jarang banget beli barang barang kayak gini, kalau lo gak terlalu suka makenya yaudah buat pajangan atau gak buat gua aja," kekeh Gibran.

"Bukan kurang suka, gua hanya mensyukuri apa yang gua punya saat ini, gua punya sepatu banyak  dirumah ya gua syukuri."

"So puitis lo tapi kalau ada yang nawarin sepatu itu alhamdulillah juga kan?" tanya Gibran diselingi tawaan renyahnya.

"Ya ya serah," acuh Bryan yang kini melanjutkan langkahnya untuk melihat lihat tempat Jam tangan. Dengan senang tentu Gibran mengekori.

"Gua mau jam masa," rengek Gibran pada Bryan tentunya

"Jam lo banyak, ngapain beli lagi," ketus Bryan yang memang tidak suka jika uang dihambur hamburkan untuk membeli barang barang.

"Ya mau lagi," balas Gibran.

"Ini bagus loh Bry, keluaran baru," ucapnya.

"Minta ayah sana!" Gibran mengangguk.

"Gua minta papah aja deh, apa-apa sama ayah terus, gak enak sama ayah," balas Gibran menggurungkan niatnya.

"Ambil aja kalau mau, Ayah kan Ayah kamu juga," ucap seseorang yang tak lain adalah Rian dan dibelakangnya ada Reyhan.

Gibran menoleh dan tersenyum kikuk. "Ayah masih mampu membelikan apapun yang kalian butuhkan ataupun yang kalian mau," sambung Rian.

"Jangan sungkan, Ayah kerja buat menuhi kebutuhan kalian." ketiganya mengangguk ngangguk.

"Rey, mau jam juga?" tanya Rian dan Reyhan menggelengkan kepalanya. Reyhan memang kurang menyukai jam, berbeda dengan Gibran. Gibran suka mengoleksi jam, apalagi jam-jam mahal dan bermerek.

"Aku mau jaket aja, Yah." Rian mengangguk.

"Kakak-kakakmu beli jam kamu enggak"

"Kan aku maunya Jaket, kalau beli jam, jaketnya nanti enggak."

"Reyhan mau jaket, kalian berdua juga beli jaket. Gibran mau jam tangan kalian juga beli. Bryan mau sepatu kalian wajib beli juga," tutur Rian yang membuat Ketiganya melongo.

"Ayah seriusan?" tanya Reyhan dengan mata membinar.

"Iyalah," ucap Rian.

***

Gibran Zaidan || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang