chapter 31

6K 517 28
                                    

"MAMAH A GI SAMA KAK BRY KEMANA?" teriak Reyhan.

Dengan sangat terburu, Rian yang mendengar teriakan anak bungsunya itupun langsung menghampiri Reyhan.

"Ada apa sih, Rey?" tanya Rian.

"Mereka kemana? Kok gak ada dikamar?" tanya Reyhan dengan muka cemberutnya.

"Mereka diapartemen sayang," balas Rian.

Mengar jawaban Rian membuat Reyhan kesal setengah mati. Kakak-kakaknya meninggalkannya sendiri tanpa mengajaknya.

"Kok aku gak diajak?" tanya Reyhan dengan sangat kesal. Siapa yang tidak kesal, Bryan sudah berjanji untuk menemaninya bermain ps pulang sekolah.

"Emang kamu gak dikasih tau?" Reyhan menggelengkan kepalanya.

"Mau ke kakak, Yah," pinta Reyhan.

"Jangan, besok sekolah," balas Rian.

Rian melangkahkan kakinya untuk menghampiri Raya yang ada dibawah,mungkin sedang menonton televisi.

"AYAH KOK DEDEK DITINGGALIN!" teriak Reyhan.

Rian yang sudah berada ditangga hanya menggelengka kepalanya, Reyhan selalu mempunyai cara untuk membuatnya gemas.

"Itu Rey kenapa?" tanya Raya. Raya menyadari datangnya Rian yang duduk disebelahnya.

"Nyariin kakak-kakaknya," balas Rian.

"Udah kamu jawab?" Rian mengangguk.

"Terus Reyhan nya gimana?"

"Mau nyusul katanya, tapi gak aku biarin. Besok sekolah, ribet."

"Reynya ngambek?" Rian mengelengkan kepalanya.

Tak lama akhirnya Reyhan turun kebawah dan menghampiri kedua orang tuanya.

"AYAH! Anterin aku ke kak Bry sama A Gi."

"Rey udah malam. Nanti aja ya kalau libur lagian mereka pulang besok," jelas Raya.

"Gak mau, mau sekarang!"

"Reyhan dengerin apa kata orang tua," tegas Rian.

Mendengar sedikit bentakan dari Rian, membuat Reyhan terdiam. Tanpa berbicara Reyhan meninggalkan kedua orang tuanya.

Sedangkan diApartemen, Gibran baru aja bangun dari tidurnya.

"Mau makan sekarang?" tanya Bryan. Gibran menggelengkan kepalanya.

"Terus mau apa?"

"Mau susu aja."

"Itu kan ada dinakas," ujar Bryan. Gibran tidak sadar jika susu putih itu sudah tersaji.

"Yaudah gak papa, tadi kakak udah beli obat dibawah, demam banget lo Gi."

"Gak usah dikasih obat, toh gua gak papa."

"Gak papa gak papa tapi demam tinggi. Heran gua sama lo," gerutu Bryam.

"Gua ambilin dulu buburnya, harus dimakan. Biar gak sia-sia gua nonton tuturial diyoutube," kata Bryan yang langsung melenggang pergi kedapur.

Sesekali Gibran memijit kepalanya, rupanya masih terasa sangat pusing. Ini alasan mengapa ia enggan pulang kerumah, dia tak mau terlihat sakit dan berujung Raya yang mengkhawatirkannya.

"Pusing lagi?" Rupanya Bryan sudah datang kembali.

Gibran mengangguk jujur, toh buat apa ia berbohong jika Bryan sudah pasti mengetahuinya.

"Makan dulu." Gibran mengangguk.

"Enak gak nih buburnya?"  tanya Gibran.

"Jangan ragukan kemampuan kakakmu ini," ujar Bryan.

"Untuk pertama kali masak bubur, lumayanlah enak," kata Gibran menyicipi

Bryan tersenyum. "kalaupun gak enak gua gak mungkin biarin lo makan bubur ini Gi," balas Bryan.

"Jadi setelah lulus lo mau sekolah di Amerika?" tanya Gibran spontan. Buburnya udah tandas dimakan dan sudah meminum obat juga.

"Masih rencana, kalau beasiswa bisa gua dapetin kakak bakal sekolah disana."

"Tanpa beasiswa Ayah mampu kali buat nyekolahin kakak disana? Mau dimana?stanford?"

"Yang bener aja,biaya bro," ujar Bryan. Lagian Bryan tidak mau menyusahkan kedua orang tuanya.

"Takut banget kak sama biaya."

"Terus gibran mau gimana? Udah harus dipikirin sekarang, udah mau kelas tiga gua dua bulan lagi UN."

"Aku juga mau sekolah diluar negeri, tapi takut aja nilainya kurang."

"Gibran pinter tapi pemalas!" Gibran menyengir, memang itu kenyataanya.

"Pengennya ke Harvard mau ngambil kedokteran, keran kan. Jadi dokter tampan nanti"pedenya udah akut.

"Amiin."

"Kalau kakak jadi kuliah di Harvard tinggal aku sama Reyhan dong?"

"Kan nanti ada dedek bayi."

"Ah iya terkadang lupa kalau Mamah lagi hamil."

"Kenapa gak kuliah di Indonesia aja sih kak? Katanya mau di UI, UGM atau ITB gitu"

"Inikan semisalnya gua dapet beasiswa dan izin dari Mamah sama Ayah. Walaupun dapet beasiswa tapi gak dizinkan kan percuma.."

"Menurut gua Ayah pasti ngirim lo sekolah disana walaupun tanpa beasiswa." Bryan menoyor kepala Gibran.

"Tadi aja aku sekarang gua, plin plan jadi orang."

"Ya maaf," kata Gibran.

"Gimana nanti aja lah Gi, intinya gua mau ngambil kedokteran aja." Gibran mengiyakan.

"Udah ada rencana mau kuliah dimana?"

"Oxford atau enggak ya Harvard."

"Dari sekarang persiapin, kalau mau ke Harvard nanti pasti nyusul gua, gua tungguin." Gibran mengangguk.

"Pusing kak, mau tidur aja."

Kepalanya udah kembali pusing mungkin karena duduk dan harus segera dibaringkan.

"Sholat asar dulu, ayo gua bantu." Gibran mengangguk dan membiarkan Bryan membantunya untuk mengambil air wudhu.

Setelah sholat Bryan membantu Gibran untuk berbaring. "Tidur lagi, kalau besok belum enakan gak usah sekolah." Gibran mengangguk.

"Temenin."

Bryan menghela nafas,ada apa sama adiknya ini. Hari ini sangatlah manja.

"Iya ditemenin," balas Bryan.

Bryan memijit kening Gibran hingga Gibran kembali pulas. Jujur Bryan tak tega melihat Gibran sakit seperti ini.

Soal kuliah, Bryan benar-benar ingin sekolah diluar negeri. Bahkan keinginanya sudah dibicarakan bersama Rian beberapa minggu lalu, walau pun pernah berbincang juga didepan Raya tapi tak pernah serius untuk membicarakannya karena Bryan tau Raya gak bisa jauh darinya.

Tapi bisa diurus oleh Rian, Rian sudah mewanti-wanti kepada ketiga anaknya untuk mendapatkan pendidikan yang terbaik. Soal biaya Rian tak pernah mempermasalahkannya. Rian dan Raya sudah menabung untuk pendidikan anak-anaknya.

Awalnya Rian memilih universitas Stanford tapi Bryan ingin Harvard. Toh akan mudah jika Bryan mendapatar kesalah satu univeritas mana pun, Bryan genius dia pintar dan Rian menyanggupi biayanya.

Rian mampu membiayai ketiga anaknya jika ingin sekolah diluar negeri.

"Lo tidur aja," ujar Gibran dengan lirih tanpa membuka matanya.

"Gua mau belajar,kamu tidur." Gibran tak menjawab lagi.

Setelah memastikan Gibran tertidur ,Bryan mengambil buku yang akan dia pelajari.
Bryan memutuskan mengambil jurusan kedokteran tapi belum ia sampaikan keinginanya pada Rian. Bryan tau Rian pasti menyuruhnya untuk mengambil Bisnis.

***

Bersambung...

Gibran Zaidan || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang