chapter 41

6.3K 625 91
                                    

Ditempat tunggu, Bryan menenangkan Raya yang tidak berhenyi menangis. Bryan tau, Raya mengkhawatirkan Gibran sepunuhnya bahkan Bryan juga mengkhawatirkannya.

Bryan juga mengkhawatirkan kondisi Raya, Raya yang terlihat hancur apalagi kondisinya yang sedang mengandung calon adiknya.

"Mamah tenang, percaya sama kakak, Gibran gak akan kenapa-napa," ujar Bryan membawa wanita itu kepelukannya.

"Mamah khawatir, Ka .Gibrann hiks." Bryan mengelus bahu belakang Raya..

"Mamah harus inget, diperut mamah masih ada dedek bayi," gumam Bryan.

Tak lama dokter yang menangani Gibran keluar dengan lesu. "Dokter gimana kondisi adik saya?" tanya Bryan.

"Anda orang tuanya?" Dokter itu tak menjawab perkataan Bryan.

"Iya saya mamahnya," lirih Raya.

"Suami saya masih dijalan," anjutnya.

Dokter itu menghela nafas. "Sejauh ini putra ibu baik-baik saja. Tapi saya rasa ada yang tidak beres dengan kondisi tubuhnya, saya akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melihat penyakit apa yang diderita putra ibu," jelas dokter yang bername tag Sopyan Restu.

Raya meneteskan air matanya, iya tau maksud dokter ini.ada yang tak beres dibalik tubuh tegap Gibran.

"Bisa ikut saya keruangan saya." Raya mengangguk.

"Kaka ikut ya, Mah." Raya mengangguk.

Dokter itupun mengangguk, Raya dan Bryan melangkahkan kakinya menghampiri dokter itu untuk keruangannya.

"Ada apa dok? Apa yang anda curigai tentang kondisi adik saya?" tanya Bryan dengan perasaan was-was.

"Apa sodara Gibran Zaidan sering mengalami sakit kepala berketerusan?" tanya dokter Sopyan.

"Saya kurang memperhatikan, Dok. Tapi dari satu bulan yang lalu Gibran memang sangat sering jatuh sakit, selalu mengeluh kepalanya pusing," jelas Bryan.

Dokter itu mengangguk. "Ada bekas oprasi dibelakang kepalanya, pernah menjalani oprasi sebelumnya?" tanya Dokter sopyan.

"Beberapa bulan yang lalu, Dok."

"Kasus apa?"

"Kecelakaan motor, tapi sebelumnya juga pernah mengalami trauma dikepalanya akibat jatuh dari tangga, Dok. Tapi tertangani dengan baik," jelas Bryan.

Terlihat dokter itu menuliskan apa yang Bryan ucapkan. "Biarkan saya menjalani pemeriksaan lebih lanjut, bagaimana bu?"

"Asal yang terbaik buat anak saya, saya setuju."

"Jika suami ibu telah sampai, segera datangi saya." Raya mengangguk.

Setelah dari ruangan dokter Sopyan, Raya dan Bryanpun keruangan Gibran.

Gibran belum juga sadar, ia masih memejamkan matanya.Raya mendekat pada tanjang kesakitan Gibran. Sudah sering sekali Gibran berada diranjang kesakitan ini, membuat Raya tak tega jika melihatnya.

"Mah, aku jemput Reyhan dulu, ya," pamit Bryan.

Reyhan menelornya dengan ratusan pesan dan beberapa panggilan yang sempat Bryan acuhkan karena kondisi Gibran yang belum ia tau.

"Iya. Jangan lama." Bryan mengangguk dan meninggalkan Raya terlebih dahulu.

Tak lupa Bryanpun memberitahu kabar ini pada sahabat-sahabat Gibran dan kekasih Gibran.

"Gimana keadaan A Gibran kak?" tanya Reyhan setelah duduk disebelah pengemudi.

"Setengah-setengah."

"Hah?" Reyhan tidak tau apa maksud pernyataan Bryan.

Gibran Zaidan || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang