Selesai sudah Bryan menjalani ulangan nasional, Bryan sendiri sudah merasa lega dengan semua ulangan-ulangan kelulusan SMAnya. kali ini dia hanya tinggal menunggu hari kelulusan dan perpisahan.
Ngomong-ngomong soal Bryan, dia sedang menemani kedua adiknya yang sedang belajar. Terlebih mengajarkan Reyhan yang kesusahan memahami angka-angka.
"Adek-adekk.. gua bawa susu sama cemilan nih." Suara Bryan.
Bryan membawa nakas yang berisikan ketiga susu putih dan sekeresek berisikan cemilan kesukaan mereka.
"Bawa sini, Kak," ucap Gibran yang bisanya memerintah.
Bryanpun menyimpan segelas susu itu dihadapan kedua adiknya. "Mamah ada dibawah kak?" tanya Reyhan.
"Lagi ke pasar sama Oma." Reyhan hanya mangguk-mangguk.
"Kak gua mau futsal lagi nanti sore bo-..
"Sebentar lagi ulangan kenaikan kelas, belajar yang bener bukan futsal-futsalan terus," potong Bryan yang membuat Gibran berdecak sebal.
"Awas aja kalau nilai sampe jelek."
"Iya dah iya?"
"Lanjut belajarnya. Rey mana? Udah?" tanya Bryan.
Reyhan mengelengkan kepalanya. "Nomer 3 belum, gak ada contohnya."
"Sini gua terangin lagi." Reyhan mengangguk semangat.
Bryanpun kembali menjelaskan soal yang menurut Reyhan sulit sedangkan Gibran sendiri kini sedang membaca buku sejarah. Ada beberapa bab yang belum dia pahami.
Gibran memijit pangkal hidungnya sendiri, tiba- tiba dia merasakan pening yang sudah ia rasakan beberapa minggu belakangan ini.
Mungkin efek banyak belajar, dua hari yang lalu Gibran dan Reyhan selalu ditemani belajar oleh Bryan. Bryan mau adik-adiknya ini pintar dan bisa masuk 3 besar minimal.
Gibran juga pernah menjadi juara umum ke lima pada waktu kelas sepulih tapi tidak berlanjut,nilainya kembali turun disemester 2.sedangkan waktu smp Gibran selalu mendapatkan juara umur 3 besar.
"Gi bisa gak o masuk juara umum lagi?" tanya Bryan. Gibran terdiam sesaat.
"Bisa aja secarakan gua pinter," kekeh Gibran setelah diamnya yang sesaat.
"Pede amet lo," ketus Reyhan.
"Iri bilang bos," balas Gibran.
"Tapi kan gua jarang masuk semester ini, Kak."
Mereka kembali terdiam,mereka melanjutkan belajar mereka. "Gua kedepan dulu ya, Kak."
"Mau kemana?" tanya Reyhan.
Reyhanlah yang menjawab bukan Bryan padahal jelas-jelas Gibran pamitan pada Bryan.
"Mau kemana?" tanya Bryan lagi.
"Nemenin Devi beli seblak."
"Yaudah sana. Jangan lama-lama, lo jangan beli seblak. Lo baru sembuh juga." Kemarin-kemarin Gibran sempet sakit sepulang mereka dari Bogor.
Gibran mengangguk saja. "Doin semoga gua gak tergoda sama yang namanya seblak ya, kak."
"Bungkusin buat gua," pekik Reyhan.
"Uangnya?" Reyhan mengelengkan kepalanya.
"Gak ada."
***
Kini Gibran hanya menatap Devi yang sedang melahap seblak yang baru saja ia beli.Hanya devi yang memakan, Gibran tidak. Gibran gak mau kena marah Bryan lagi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Gibran Zaidan || END
Teen FictionSquel Gibran || Book Dua ||Sedang Revisi "Hidup dengan harapan, namun dikalahkan oleh harapan, lantas?" 11 Mei 2020-19 Agustus 2020 2 januari 2022-