Gibran memainkan tangan kiri Devi, sedangkan Devi sendiri sedang memainkan ponselnya. Keadaan mereka sedang berada dikantin.
"Wihhh yang baru jadian udah lengket aja," ucap Dava yang baru saja datang bersama teman temannya yang lain,ada Mustika dan Natasya juga.
"Selamat ya Dev, gua kira lo gak bakal jadi sama si Gibran," kata Mustika dengan raut gembira.
"Sekatenya aja lo ngomong."
"Yaudahlah bodo amat gua. Pokoknya pjnya jangan lupa ya."
"Atur nanti," balas Gibran.
"Lo kok gak bilang mau nembak Devi hari ini?" tanya Fajar.
"Gua aja gak ada rencana," kekeh Gibran.
"Baguslah gantleman. Suka gua kalau kayak gini," balas Fajar lagi
"Kok lo mau sama anak macem si Gibran?" tanya Zafran dengan becanda.
"Gak tau disantet kali gua," kekeh Devi.
"Mana ada santet-santetan, aku tulus kali," gumam Gibran.
"Wow Gibran anaknya Ayah Rian ternyata udah gede bro."
Tanpa memperdulikan Natasya yang mungkin sedang patah hati. Kabar jadian Gibran dengan Devi memang melesat sangat cepat. Itu karena Gibran mengunganggah foto Devi walaupun tidak jelas tapi mampu ditebak dan itu Devi.
Bisa dikatakan hari ini adalah hari patah hati nasional, banyak cewek-cewek SMA ini yang merasa kehilangan akibat cowok yang mereka kagumi telah dimiliki orang lain.
"Gila lo buat anak-anak nangis darah," celetuk Dava.
"Hah?"
"Lo gak buka instagram lo lagi?instagram lo jebol sama komenan," ujar Dava.
"Yaudah sih biarin." Bukan Gibran yang membalas tapi Devi.
"Gua sama Devi duluan ya," pamit Gibran meni ggalkan teman-temannya.
"Mau kemana sih Gib?" tanya Devi yang tidak tau mau dibawa kemana dirinya oleh Gibran.
"Temenin di UKS ya." Devi menyernyitkan dahinya.
"Sakit?" Reflek Devi menempelkan pungung tangannya pada dahi Gibran, ada rona panik yang bisa Gibran tebak.
"Pantesan, yaudah ayo." Devi mengenggam tangan Gibran dan menyeretnya keUKS.
"Kamu sakit apa?" tanya Devi. Devi baru saja kembali dengan membawa teh manis hangat.
"Semalaman demam. Pagi udah enakan tapi dibawa kesekolah jadi sakit lagi," jelas Gibran.
Gibran yang sudah duduk dibrankatpun memijit keningnya pelan.
"Mau minum obat gak?" Gibran menggelengkan kepalanya.
"Gak bisa minum obat sembarangan Dev."
"Cuma obat penurun panas kok." Gibran menggelengkan kepalanya.
"Gak usah, pijitin aja." Devi mengangguk.
Tangan putihnya kini sedang memijit kening Gibran. "Lain kali kalau udah gak enak badan dari rumah mending gak usah masuk." Gibran hanya berdehem
"Dengerin kalau orang ngomong tuh."
"Iya sayang."
Mendengar pertuturan singkat dari Gibran membuat Devi tersipu seketika.
"Hem. Bekas oprasi udah sembuh total?"
"Belum masih sering kontrol, sembuhnya lama," keluh Gibran.
"Semangat dong." Gibran tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gibran Zaidan || END
Teen FictionSquel Gibran || Book Dua ||Sedang Revisi "Hidup dengan harapan, namun dikalahkan oleh harapan, lantas?" 11 Mei 2020-19 Agustus 2020 2 januari 2022-