chapter 26

5.3K 602 57
                                    

Bryan,Gibran dan Reyhan diberi kesempatan untuk melihat sang opa untuk terakhir kalinya.Rian sendiri sedang ditenangkan oleh Raya diluar. Raya juga sempat memberi kabar kepada keluarga besarnya.

"Opa," cicit Reyhan yang sudah banjir air mata.

"Opa katanya mau lihat Reyhan gede, Reyhan udah mau kelas 3 sebentar lagi SMA. Masa Opa gak mau lihat aku lulus nanti?" Reyhan ketika mengingat beberapa momen indahnya bersama sang Opa beberapa waktu lalu.

"Rey, Reykan cucuk Opa paling kecil paling imut juga. Kamu harus jadi anak yang baik ya, banggain Mamah sama Ayah kamu, kakak-kakak kamu juga.."

"Rey juga mau banggain Opa," pekik Reyhan.

"Rey doain Opa buat panjang umur ya,agar opa bisa lihat Rey gede, lulus SMP, terus lulus SMA. Opa juga mau lihat kamu gapai cita-cita kamu." Reyhan tersenyum.

"Tanpa Opa minta pun, Rey pasti doain Opa buat panjang umur dan sehat selalu."

Reyhan tersenyum miris ketika mengingat percakapan dan momen indah itu. Bisa diingat, itu adalah momen terakhir Reyhan bercakap-cakap dengan sang Opa. Tepatnya 1 minggu yang lalu tepat dikantor sang Ayah.

"Opa, Opa ingkar janji sama Rey."

"Kata Opa cowok sejati itu jangan ingkar janji, tapi kenapa Opa ingkar sama Rey?" Bryan tersenyum miris, begitupun dengan Gibran yang tetap mematung menunggu giliran untuk mengeluarkan perasaanya pada sang opa yang sudah tak bernyawa.

"Opa, katanya mau nemenin Rey buat nonton konser BTS, kalau Opa gak ada siapa yang nanti nemenin Rey? Ayah?mana mau Ayah nemenin Rey," lirih Reyhan yang sudah semakin sakit ketika mengingat moment-moment indah itu.

Reyhan menggelengkan kepalanya kuat, mengusik setiap kenangan-kenangan indah bersama sang opa.

"Opaaa.. Rey sayang Opa." Reyhan melirik Bryan dengan sedih.

"Rasanya Bryan gak percaya bakal ninggalin kita detik ini juga, bahkan Opa belum melihat kita sukses," ujar Bryan, Walau terlihat tegar tapi Bryan sangat kehilangan sang Opa yang terlah mengajarkanya tentang beberapa hal.

"Bryan kamu kan anak pertama, kamu harus jagain kedua adik kamu dengan baik.jangan dijailin terus,harus disayang ya." Bryan kecilpun mengangguk mendapat amanah dari sang Kakek.

"Reyhan sama Gibran kan masih kecil wajarkan kalau mereka sedikit-sedikit tangis. Nah, Bryan sebagai kakak yang baik harus bisa menenangkannya ya?" Bryan mengangguk lagi.

"Gibran sama Reyhan jatuh dari sepedah pasti sakit, coba kamu tenangin biar mereka gak sedih," ujar Opa.

Bryan mengangguk dan segera berlari. "Makasih kasih Opa."

Bryanpun langsung berlari menghampiri kedua adiknya. "kaki Rey sama Gibran sakit?"

"Kaki Reyhan Terkilil kak," adu Gibran dengan tangisannya yang masih belum mereda.

"Gibran bantuin kakak buat mapah Reyhan ya, kata Opa sebagai abang yang baik kita harus bisa menjaga adiknya," ujar Bryan dengan nada anak kecil.

"Gibran juga mau jadi Babang yang baik, ayo kak." Sedangkan sang adik masih menangis dengan histeris.

"Kata opa Bryan harus bisa jagain adik-adik Bryan kan? Bryan selalu berusaha untuk jadi kakak yang baik."

Bryan menjeda ucapannya,ia menghapus air matanya yang mengalir.

"Bahkan Bryan belum tau apakah Bryan sudah menjadi kakak yang baik buat adik-adik Bryan? Sampai saat ini saja Bryan selalu lengah buat jagain mereka."

"Opa,yang aku ingin ucapkan pada opa banyak. Sering-sering datang kemimpi Bryan ya," lirih Bryan.

"Opa, Opa pasti tau kalau Gibran itu sayang sama Opa, apa Opa juga sayang sama Gibran? Kalau sayang kenapa opa ninggalin Gibran?" tanya Gibran.

"Tapi Gibran gak mau egois kok Opa, ini kehendak Tuhan. Tuhan mau Opa bersamanya. Gibran sama yang lainnya gak bakal lupain Opa, Opa itu panutan kita semua."

"Opa mengajarkan Gibran untuk kuat dan sabar, makanya Gibran bisa menjadi orang yang kuat dan sabar. Walaupun sesekali kesabaran Gibran hilang dan terkendali.."

"Opa juga selalu mengingatkan tentang hak dan  kewajiban sejak Gibran dilahirkan. Walau aku tidak dilahirkan dalam rahim Mamah, itu bukan alasan buat aku gak sayang sama mamah kan Opa? Opa selalu mengingatkan bahwa ibadah itu bukan hanyalah sholat," jelas Gibran.

"Aku ingat semua perkataan Opa yang bisa merubah hidup aku jadi lebih teratur," lirih Gibran.

Gibran melirik kedua saudaranya.

"Selamat jalan, Opa,"g umam mereka berbarengan.

***

Setelah pemakaman berlangsung semua nampak berkumpul diruang sang opa. Gibran sendiri sudah lelah meratapi kepergian sang opa, mau sesedih apapun dirinya tidak akan membuat sang opa kembali hidup.

"INI SEMUA GARA-GARA DIA!" sentak Oma menunjuk tegas kearah Gibran dengan tatapan tajam. Sontak semuanya menengan dan terheran-heran.

"Maksud Oma apa menyalahkan putra saya yang tidak tau apa apa?" tanya Bagas yang juga ada dirumah duka.

"Tentu dia adalah penyebabnya, andai saya suami saya tidak melukis wajah dia semalamam, mungkin suami saya masih hidup dan tidak mati."

"Mati itu kehendak tidak ada direncanakan," ujar Rian.

"Papah kamu bersihkeras untuk melukis wajah dia, hanya untuk kado ulang taunya! Kamu tidak paham penyebab papah kamu meninggal Rian." Oma murka.

"Gibran gak salah, apakah Gibran tau Opa melukis wajahnya buat ulang tahunya? Jawabannya enggak! Itu takdir tidak ada yang harus disalahkan disini."

"Dia salah!" sentak oma
"Saya tidak paham sama apa yang kamu mau Gibran!" sentak Oma pada Gibran.

"Gib.."

"DIAM KAMU ANAK SIALAN!" Membuat Gibran mundur 2 langkah.

"Saya tidak mau melihat muka menjijikan kamu dirumah ini!"

"Kalau bukan karena Opa saya,saya tidak sudi menapakan langkah saya dirumah ini yang bahkan tidak menerima saya untuk datang kerumah ini. Tenang saja, saya kesini bukan buat Oma, tapi buat Opa," ucap Gibran dengan sinis dan langsung melangkahkan langkahnya untuk keluar.

Hening, tidak ada percakapan setelahnya. Bahkan Reyhan dan Bryan sudah menyusul Gibran.

"Rian tak habis pikir, kenapa Pma yang sudah dewasa ini tidak mengerti apa itu takdir Tuhan," kata Rian yang berhasil membawa 3 lukisan.

"Apa karena lukisan ini oma menyalahkan Gibran?" tanya Rian menunjukan ketiga lukisan itu.

"Reyhan, Gibran dan Bryan, mereka yang Mamah salahkan, iya?"t anya Rian dengan emosi yang sudah tak bisa ditahan.

"Bukan hanya wajah Gibran yang papah lukis, tapi kedua cucunya lagi. Masih mau menyalahkan Gibran? Atau menyalahkan kedua cucunya lagi?ketiganya menjadi penyebab kematian Papah?" tanya Rian

***

Bersambung...

Gibran Zaidan || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang