chapter 10

10.2K 792 58
                                        

***

Raya, Rian dan Bagas masih terlihat gusar saat tubuh Gibran dibawa keruangan putih itu lagi. Raya sudah menangis dalam pelukan Rian walaupun Rian merasakan kekhawatiran yang sama, namun setidaknya ia lebih kuat dari pada Raya.

Bagas menatap  kaca jendela untuk melihat keadaan Gibran yang sedang diperiksa oleh petugas, lagi-lagi ia berdecak kesal kala gorden itu  ditutup oleh suster.


Bagas mencemaskan anaknya, ka merasakan kekhawatiran yang ia tunjukan pada Gibran. Jadi seperti inilah menjadi sosok papah dari Gibran.

Rian memang pernah bercerita bahwa tubuh Gibran memang akhir-akhir ini sering down, tapi setelah kecelakaan jatuh dari tangganya Gibran tak pernah memperlihatkan kesakitannya lagi. Yang Bagas tau, Gibran itu kuat daya tahan tubuhnya juga kuat.

"Yan?" panggil Bagas.

"Sekarang gua merasakan kecemasan Gibran. Sama eperti yang lo rasain selama ini kalau Gibran kenapa-napa," jelas Bagas.

"Setidaknya dalam keadaan kayak gini, udah ada lo gak cuma gua," balas Rian dengan senyuman getirnya.

"Gua sayang banget sama anak lo Gas  jangan heran kenapa gua bisa sesayang itu sama dia. Yang pasti semua itu karena terbiasa," ujar Rian dan Bagas mengangguk.

"Gua paham dan gua berterima kasih sama lo yang udah sayang sama anak gua, sedangkan gua? Apa yang bisa Gibran harapkan dari seorang papa yang brengsek kayak gua. Secara tidak langsung gua hampir melupakannya, Yan."

"Lo melakukan itu secara tidak sengaja gas,situasi dan kondisi yang membuat lo harus melakukan itu." Bagas mengangguk.

Ceklek

Sontak Raya menghadap dokter mendahului Rian dan Bagas." Dokter gimana kondisi anak saya?" tanya Raya dengan air mata yang masih mengalir. Sudah beberapa kali Gibran masuk rumah sakit, namun selalu saja membuat Raya khawatir dan cemas secara bersamaan.
Mereka bisa melihat wajah prustasi dokter yang mungkin sudah berusia setengah abad.

"Apa pasien  pernah mengalami benturan sebelumnya?" tanya Dokter bername tag Suryo.

"Beberapa bulan yang lalu, anak saya jatuh dari tangga tetapi itu tidak terlalu fatal," jelas Rian.

"Karena letak benturan yg terjadi di kepalanya itu terjadi lagi dibagian yg sama seperti kecalakaan yg sebelumnya, saya harus segera melakukan tindakan karena kalau tidak akan fatal sekali," jelas Dokter Suryo.

"Tindakan apa yang dokter maksud?" tanya Bagas.

"Operasi." Raya kaget dan langsung bersandar pada Rian.

"Ada efek yang terjadi setelah oprasi itu berlangsung?" Dokter itu mengangguk.

"Amnesia, jika enggak amnesia, saudara Gibran sembuh, gila atau bahkan meninggal," jelas dokter.

"Berikan yang terbaik buat anak kami dok," ujar Bagas pasrah jika memang tidak ada cara lain.

"Salah satu dari kalian bisa menemui saya, akan saya jelaskan sedetail mungkin."

"Gas," suruh Rian dan Bagas mengelengkan kepalanya

"Lo lebih berhak, Gas," tutur Rian.

"Yan, lo bisa dengerin penjelasan dokter dan bisa jelasin lagi ke gua kan?" Rian mengangguk.

"Yasudah."

"Mari." Rian mengangguk dan menyusul dokter itu.

"Ray, mau masuk kedalam?" tanya Bagas dan Raya mengangguk.

Gibran Zaidan || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang