chapter 13

7.4K 620 53
                                    

"Gua minta maaf, Kak," ujar Reyhan.

"Hah?" Bryan menautkan kedua halisnya.

"Gua minta maaf,"lirih Reyhan.

"Gua gak tau lo marah atau enggak yang pasti gua minta maaf." Bryan tersenyum.

"Udah gak papa. Lo udah baikan?" Reyhan mengangguk. "Hari ini operasi Gi kan? Aku mau ikut."

"Yaudah ayo. Semuanya udah ada disana, operasinya jam 9, lo udah siap-siap?"

"Udah kok."

"Ambil jaketnya kita berangkat sekarang."

Merekapun memasuki mobil Bryan, ia tak membawa motor karena khawatir pada kondisi Reyhan yang baru aja baikan.

"Kak?" tanya Reyhan memecah keheningan. Bryan menoleh sebentar dan terfokus ia sedang menyetir.

"Ada apa, De?" tanya Bryan yang mengerti ada raut kekhawatiran yang terbaca dari wajah bersih Reyhan.

"A Gi pasti sembuh kan?" tanya Reyhan dengan penuh harap.

"Lo berdoa gak?" Reyhan mengangguk.

"Kalau lo yakin dengan kekuatan doa Gibran pasti sembuh," ujar Bryan dengan tenang walaupun ia merasakan kekhwatiran yang sama.

"Iya kak. Aku gak mau kalau A Gi amnesia," lirih Reyhan matanya sudah berkaca kaca.

"Amnesia, meninggal dan sembuh seperti biasanya. Kita tunggu aja keajaibannya, ya?"

"Mending kalau sembuh tapi amnesia?Kalau meninggal?" ringis Reyhan. Membayangkannya aja membuat hatinya berdesir, ia takut.

"Gak ada sembuh amnesia, harapan kita Gibran sembuh seperti semula. Positif thingking, De. Semuanya akan baik- baik aja," tutur Bryan.

"Aku takut."

"Gak ada yang harus ditakutin selama kita masih bersama dan berdoa.udah gua bilang semuanya akan baik baik aja, oke?" Bryan menenangkan Reyhan yang memang terlihat terguncang dengan kondisi Gibran. Bryan tau dari keci Reyhan memang sangat menempel pada Gibran dari pada kepadanya. Reyhan itu pencemburu, Reyhan selalu merajuk kalau melihat Bryan terus bersama Gibran.

"Gak usah sedih, jangan menampilkan kesedihan. Setidaknya senyuman dan doa yang menjadi kekuatan buat Gibran," jelas Bryan membuat Reyhan mengangguk kecil.

"Kok kakak terlihat tenang-tenang aja?" Pertanyaan polos itu membuat Bryan terkekeh pelan.

"De kakak seperti ini bukan bearti kakak tenang2 aja. Kakak sama kayak kamu, kamu kira kaka gak takut gibran amnesia atau apa? Kamu salah kalau berpikir seperti itu.

"Kakak tenang karena kakak juga harus jadi kekuatan buat kamu, buat Ayah dan buat Mamah. Kalau semuanya takut, siapa yang menjadi peyangga?" Reyhan mengiyakan. Kakaknya ini memang sangat dewasa titisan Rian sedangkan dirinya titisan Raya yang memang sangat lemah dan mudah menitikan air mata.

"Jangan berpikir kakak tenang tenang aja sama semuaya, De."

"Kakak punya tanggung jawab buat nenangin kamu. Ok?" tanya Bryan.

"Makasih Kak udah terlihat baik-baik aja buat kita semua." Bryan tersenyum.

"Udah ya jangan nangis, kasian air mata lo," kekeh Bryan yang sangat gemas dengan adiknya yang satu ini. Lihat saja matanya yang bulat berkaca kaca selepas menangis, pipi dan hidungnya sangat merah, adiknya memang menggemaskan.

"Kok kasian sama air mata?"

"Kamu itu udah gede masih aja polos, Rey," kekeh Bryan

"Kakak mah."

Gibran Zaidan || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang