BRAKK
Zafran dan Dava terlonjat kaget ketika ada seseorang yang membuka paksa pintu UKS dengan kasar. Siapa lagi jika bukan Bryan?
"Gibran kenapa?" tanya Bryan. Bryan nanya dengan nada dingin dan datar, membuat keduanya ciut hingga tak ada nyali.
"Euu.. itu.." ujar Dava dengan nyali yang tak seberapa. Jujur Dava takut dengan Bryan seperti ini.
Tanpa memperdulikan keduanya, Bryan mengalihkan pandangannya pada brankar UKS yang ditiduri sang adik.
"Gibran?"
Belum ada sahutan dari Gibran, dia masih menutup matanya rapat-rapat.
Bryan menghela nafas gusar, dirinya sangat khawatir tentang kesehatan Gibran yang dengan mudahnya bisa menuhun.
"Gibran sadar Gibran," ujar Bryan dengan menatap khawatir Gibran.
"Gibran gak papa kok, Kak. kata dokter dia, dia kecapean juga belum makan, Kak," jelas Zafran dengan hati-hati. Dia takut kena semprot Bryan.
Sedangkan Dava masih dengan kegugupannya, untungnya nyali Zafran bisa diragukan, berbeda dengan Dava yang selalu ciut, nyali anak ayam Dava padahal Bryan gak akan nyalahin mereka juga.
"Dia emang belum makan tadi pagi," balas Bryan tanpa melirik kedua sahabat adiknya itu.
"Tapi Ajay lagi beliin bubur, kak." Bryan mengangguk mendengar balasan Zafran.
"Euuhhh," lenguh seseorang, yang tak lain adalah Gibran yang membuka matanya perlahan.
"Kak?" panggil Gibran.
Pertama kali Gibran tersadar, wajah khawatir Bryanlah yang Gibran tangkap. Menyesal telah kembali membuat banyak orang khawatir.
"Iya ini gua, Gibran gak apa-apa?" tanya Bryan dengan sangat manis. Bahkan Zafran dan Dava dibuar tersenyum mendengar ucapan Bryan.
"Gua gak papa," balas Gibran.
"Mau minum?" tanha Bryan. Gibran mengangguk kecil dan dengan sigap Bryan membantu Gibran terbangun untuk bersandar.
Setelah itu menyodorkan teh hangat yang ternyata sudah disediakan tadi oleh Zafran sebelum Bryan datang.
"Makasih." Bryan mengangguk dan menyimpan kembali gelas itu.
"Sekarang bisa jelasin kenapa Gibran bisa pingsan kayak tadi?" pinta Bryan. Bryan mencoba ngobrol dengan baik-baik agar adiknya ini bisa jujur.
"Em?" tanya Gibran dengan polos.
"Ayolah Gi, cerita sama gua!" pintanya lagi.
"Gua belum makan, mungkin dari makan gua jadi pingsan, gua kan gak biasa gak makan pagi," jelas Gibran sejujurnya.
"Ya makanya kalau disuruh makan ya makan dulu, ngeyel sih," gerutu Bryan.
"Ajay kenapa lama beli buburnya?" tanya Bryan dan Zafran.
"Hah? Oh mungkin karena belinya keluar sekolah," ujar Zafran mencoba menjawab.
"Kalian gak usah takut atau gugup sama gua. Gua gak akan marahin atau nyalahin kalian tentang ini. Apalagi lo Dap, nyali lo kayak anak ayam," cibir Bryan dengan kekehan diakhir ucapannya.
Dava hanya menyengir dan mengaruk belakang kepalanya, bertanda kalau dirinya sedang malu.
"Kak?" panggil Gibran. Bryan menoleh lagi dan menautkan kedua alisnya.
"Mau pulang."
"Sekarang?" Gibran mengangguk pelan.
"Nunggu Ajay dulu, Gibran makan dulu setelah itu gua pinta izin sama guru piket." Gibran tersenyum mendengar jawaban dari Bryan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gibran Zaidan || END
Teen FictionSquel Gibran || Book Dua ||Sedang Revisi "Hidup dengan harapan, namun dikalahkan oleh harapan, lantas?" 11 Mei 2020-19 Agustus 2020 2 januari 2022-