"Kak masa A Gibran belum bangun sih," ucap Reyhan. Ya mereka berdua sedang berada diruangan tempat Gibran dirawat. Keadaanya sudah membaik hanya saja belum ada tanda-tanda untuk bangun kembali.
"Sabar kenapa sih, Rey. Ngeluh mulu perasaan," balas Bryan.
"Ya gua udah mau A Gi bangun aja."
"Ya gua juga kali."
"Lagian A Gi apa gak cape ya tidur mulu? Disana ada apa sih? Lagi apa?Gua penasaran banget," cerocos Reyhan.
"Tanyakanlah pada rumput yang bergoyang," balas Bryan dengan datar.
"Lo mah gitu gak suka gua," ketus Reyhan.
"Ya lagian mana gua tau Rey, gua kan gak merasakan," jelas Bryan dengan sedikit geram dengan tingkah kekanak kanankan adiknya ini.
"Bodo amat. Gua aduin sama Ayah!" ketusnya dengan wajah kesal.
"Yaudah sana. Gak usah nempel-nempel sama gua." Rupanya Bryan mengajak debat.
"A Gi bangun gua gak akan nempel sama lo," celetuk Reyhan.
Sakit tak berdarah, itulah definisi keadaan hati Bryan ketika mendengar ucapan spontak Reyhan. Entah itu bener atau enggak, yang pasti sakit tak berdarah.
"Terserah gua juga gak mau ditempelin makhluk gak tau berterima kasih kayak lo!"
"Ko gitu?" tanya Reyhan dengan polos.
"Kakak lo apa cuma Gibran doang?" tanya Bryan dengan tajam membuat Reyhan menciut
"Ya enggak.."
"Terus maksud lo apa ngomong gitu?"
"Gua becanda!"
"Gak lucu," ketus Bryan.
Merekapun terdiam tak ada yang mengeluarkan suara, masing-masing dalam pikirannya.
Tak lama Bryan melihat mata Gibran yang hendak akan terbuka, juga melihat tangan Gibran yang sedikit mengangkat.
"Gii?" Panggil Bryan memastikan. Reyhan yang sedang melamunpun hendak menengok kearah Bryan dan Gibran. Bryan mendondongkan badannya untuk melihat lebih dekat
"Lo denger gua?" tanyanya.
"Shh," ringis Gibran.
"Panggil Dokter Rey!" ucap Bryan. Bagaimanapun ia merasa senang dengan bangunnya Gibran dan masih kesal pada Reyhan.
Tanpa mengangguk Reyhanpun keluar dan memanggil dokter dan masuk dengan dokter dan susternya. Berhubung yang berada dirumah sakit hanyalah reyhan dan Bryan jadi Reyhan memutuskan untuk mengasih kabar bahagia ini.
Reyhan: Yah A Gi udah mau sadar tapi masih gak terlalu sadar. Baru aja Rey manggil Dokter. Ayah sama Mamah secepatnya kesini ya.
Tak lama setelah mengirim pesan singkat itu, Rian membalas.
Ayah: Alhamdulillah. Ia sayang, Ayah sama Mamah menuju kerumah sakit, kalau ada apa apa suruh kakak mu mewakili ya nak.
Setelah itu, Dokter itu keluar dan mengasih kabar. "Gimana dok?" tanya Bryan dengan reflek.
Dokter itu tersenyum. "Saudara kalian sudah sadar, dia baik-baik aja. Operasinya benar-benar lancar hanya saja masih kesulitan untuk berinteraksi." Bryan dan Reyhan mengangguk.
"Terima kasih banyak."
"Apa udah bisa dijenguk, Dok?" Dokter itu mengangguk. "Tentu." Ucapan sang dokter membuat Reyhan dan Bryan berlari kecil kearah brankar dan meninggalkan dokter yang hanya menggelengkan kepala, gemas. Itulah kata yang ada dipikiran dokter itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Gibran Zaidan || END
Ficção AdolescenteSquel Gibran || Book Dua ||Sedang Revisi "Hidup dengan harapan, namun dikalahkan oleh harapan, lantas?" 11 Mei 2020-19 Agustus 2020 2 januari 2022-