Setelah hampir 2 minggu dirawat dirumah sakit akhirnya Gibran diizinkan pulang kerumah oleh dokter. Hari ini Gibran khusus dijemput oleh Bagas dan Rana karena Raya dan Rian sedang beres beres dirumah dalam rangga kepulangan anak mereka dari rumah sakit. Gibran gak tau kalau akan ada kejutan buat mereka.
"Pah, kalian cuma berdua jemput aku?" tanya Gibran yang terlihat baik baik saja, namun masih terlihat pucat dan sedikit kurus, karena selama sakit pola makannya hancur.
"Ayah kamu dikantor, Mamah Raya lagi beres beresin kamer kamu yang udah ditinggal dua minggu," jelas bagas dengan mengusap bahu anaknya itu.
"Oh gitu ya." Bagas mengangguk sebagai jawaban
"Kalau saudara aku?"
"Kan mereka sekolah, kamu cepet sembuh biar bisa masuk sekolah udah semester dua loh, cepet naik kelas tiga." Gibran mengangguk.
"Doain aja Ma."
"Pasti dong." Gibran tersenyum manis memperhatikan setiap gerak Rana yang sedang memasukan keperluan keperluannya kedalam tas.
"Pah ponsel aku di Papah?" tanya Gibran, Bagas menoleh dan mengangguk kecil.
"Ia. Kenapa emang? Mau main ponsel?" tawar Bagas yang membuat Gibran mengangguk semangat. Akhirnya.
Bagas tak setegas Rian, sewaktu Rian ada diruang rawat mana berani Gibran memainkan ponselnya, baru megang aja udah dapet pelototan tajam yang siap memangsa.
"Mana?" tanya Gibran dengan polos.
"Gak ada batrai, kan belum dicharger, semalaman dipake sama kak Bryan." Gibran menghela nafas dalam diam ia mengoceh pada kakaknya yang memainkan ponselnya itu. Privasinya astagfirullah.
"Punya Papah aja, boleh?" Bagas tersenyum dan meronggoh ponselnya yang ada disaku celana.
"Jangan terlalu lama ya. Nanti pusing lagi." Gibran mengangguk dan segera memainkan ponsel Bagas.
"Pah boleh buka instagram aku?" Bagas mengangguk.
Dengan senyuman Gibranpun mengeluarkan akun Papahnya itu dan memasukan akunya. Dia terkekeh ketika melihat beberapa postingan temannya yang mendoakan kesembuhannya. Ternyata banyak yang menginginkannya sembuh, bahkan notif Dm pun jebol, komentar dan tag apalagi.
"Thanks," gumannya ketika melihat postingan Fajar yang sangat menyentuh itu.
Gibran pun kembali melihat lihat postingan temanya hingga melihat postingan Bryan yang membuatnya naik pitam sampe keubun-ubun.
"Bryan sialan," umpat Gibran yang didenger oleh Bagas dan Rana.
"Kenapa kok ngomong kasar? Jangan dong Nak, itu gak baik," ujar Rana, sedangkan yang dikasih tau malah menyengir memperlihatkan senyum kotaknya yang sangat menggemaskan.
"Tuh Mamah ngomel, kamu sih," ujar Bagas.
"Emang ada apa hem?" tanya Bagas
"Si Bryan posting foto aku, jelek banget Pah, mending kalau aku nya lagi sadar kamera ini mah aku lagi ngelamun, jelek banget mana botak lagi," ketus Gibran. Bagas dibuat terbahak dengan bertuturan Gibran, Rana juga tersenyum kecil.
Bagas mengetahui postingan itu dari kemarin kemarin, postingan itu adalah foto Gibran yang sedang menonton televisi dengan fokus namun terlihat sangat polos.
"Astagfirullah aku jelek banget," rengek Gibran ketika mengamati foto itu lagi.
"Kalau jelek jangan diliatin terus dong."
"Papah bilang aku jelek? Papah ah!" kesal Gibran.
"Kamu ganteng Papahnya aja ganteng," kekeh Bagas.
Gibran tidak menjawab ucapan Bagas ia kembali fokus membaca caption dari postingan Bryan yang lagi lagi membuatnya tersentuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gibran Zaidan || END
Ficção AdolescenteSquel Gibran || Book Dua ||Sedang Revisi "Hidup dengan harapan, namun dikalahkan oleh harapan, lantas?" 11 Mei 2020-19 Agustus 2020 2 januari 2022-