chapter 29

7.8K 663 90
                                        

"Lah tumben udah berangkat, Gi?" tanya Zafran yang sudah stay didepan kelas.

"Dirumah gua ada nyonya besar," balas Gibran.

"Oma lo?" tanya Davi.

"Yaialah sapa lagi kalau bukan dia, buat gua gak betah dirumah aja tau gak."

"Kenapa dia tinggal dirumah Om Rian sih? Kaan masih ada saudara yang lain, maybe?" tanya Fajar.

"Mau nyingkirin gua kali," balas Gibran dengan ketus.

"Singkirin balik lah jangan mau kalah," usul dari Fajar.

"Yaelah gua nyadar diri siapa gua dikeluarga Adhibrata!" kata Gibran dengan nada yang sewot.

"Gak usah sewot, sensi banget dah lo, Gi."

"Ya lagian lo ada-ada aja ngasih ide yang masuk akal."

"Iya ia nanti gua pikiran ide yang masuk akal itu yang kayak gimana," balas Fajar tak kalah sewot.

"Pidi bicit kekinilpit bijiy," sindir Dava dengan bahasa aliennya.

"Udahlah nikmati dan syukuri apa yang telah Tuhan berikan pada kita," ucap zafran.

"So religi lo," ketus ketigaanya.

"Temen gak ada akhlak," gumam Zafran disela-sela kekesalannya.

"Lo gak ada otak," balas Dava. Dava mendengar gumaman Zafran.

"Diem lo bantet," kesal Zafran.

"Alah pada bacot, mending kita kekelas, mau bell."

"Tumben ngajak bener biasanya ngajak bolos lo," ketus Dava.

"Bicit sikili kiu nih."

"Bodo amat Gibran gak denger," ketus Gibran.

"Gak ngerti gua, kenapa pada sensi," batin Zafran bersua.

Jam pelajaran sudah dimulai 5 menit yang lalu, Guru pun sudah masuk dan mulai memberi materi.

"Gibran?" panggil Guru itu.

Gibran yang sedang melamun tersentak dan segera menyaut. "Apa bu? Ganggu imajinasi saya aja," kesal Gibran. Bukan hanya kesal karena dia  kaget tapi ia kesal karena Guru itu menganggu imajinasinya.

"Imajinasi-imajinasi apaan kamu ini?Perhatiin yang didepan bukannya melamun," cerocos Guru itu.

"Saya udah pinter, Pak."

"Kurang ajar kamu ini, mentang-mentang udah bisa kamu jadi kurang ajar sama saya!" gertak guru itu.

"Ya maaf," balas Gibran.

"Bawakan buku paket yang ada diperpustakaan bawah! Sekarang!" sentak guru itu.

"Jauh, Pak," alasan Gibran dengan wajah polos nya.

"Cepet kalau enggak saya hukum kamu lari dilapangan, mau kamu?" Gibran menggelengkan kepalanya.

"Yasudah makanya bawakan buku paket yang biasa."

Gibran menghela nafas kesal, dia berdiri dengan malas. "Iya Pak. Saya bawa bukunya," ujar Gibran dengan nada kesal bin malas, namanya juga perintah guru Gibran harus menurut.

Gibranpun berjalan dikoridor dengan langkah yang malas. Dia bersenandung sendiri, bodo amat ada yang denger pun, Gibran gak akan peduli.

"Cintaku bukan diatas kertas cintaku getaran yang sama." Itu suara Gibran yang bernyanyi dikoridor yang sepi.sepi dong, orang pada belajar.

Tak lama akhirnya Gibran sampai diperpustakaan bawah. "Permisi, Bu."

"Ah iya, ada apa Gibran?" tanya Ibu penjaga perpustakaan.

Gibran Zaidan || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang