4. Talking

176 33 0
                                    

-- Pagi hari --

Sehun sudah menempati sebuah rumah kosong lebih dulu seorang diri sejak tadi malam. Dia juga sudah menyusun barang-barang pribadinya di kamarnya. Pikirannya tidak berhenti tertuju dengan pekerjaan baru yang akan dimulainya lagi hari ini. Tidak biasanya dia merasa gugup seperti ini. Mungkin karena sekolah yang akan menjadi tempat bekerjanya itu merupakan tempat milik kenalan kedua orangtuanya. Dia selalu teringat dengan beban berat yang akan ditanggungnya selama mengajar di sana. 

"Panggilan internasional?" Sehun menatap layar ponselnya yang berbunyi.

"Halo?" Dia menjawabnya setelah merasa ragu akan sesuatu. 

"Sehun'ah, apa kau sudah tiba di Seoul?" Suara lelaki terdengar di ujung telepon. 

"Nde, hyung. Bagaimana denganmu? Kapan kau kembali ke sini?" Dia mengenali suara saudara kembarnya. 

"Aku tidak tahu. Masih banyak pekerjaan yang harus ku lakukan"

"Kalau begitu, hubungi Eomma secepatnya. Dia mungkin akan sangat marah kalau kau menundanya lagi. Sudah hampir dua bulan ini kau tidak memberi kabar kepada mereka berdua"

"Kau bisa menyampaikannya untukku"

"Apa ini nomor barumu?"

"Tidak. Aku menggunakan telepon umum untuk menghubungimu"

"Mwo? Berikan nomor ponselmu padaku"

"Aku tidak bisa"

"Waeyeo?"

"Aku merasa malas untuk menyimpan nomor baru setiap hari"

"Apa kau masih sering terlibat dalam perkelahian?"

"Tidak, hanya beberapa kali"

"Berhentilah melakukannya, hyung. Kau juga tidak seharusnya merusak hubungan orang lain semaumu"

"Aku hanya berusaha memperjuangkan wanita yang ku cintai"

"Sejun hyung....."

"Aku akhiri panggilannya sekarang. Katakan pada Eomma untuk tidak mengkhawatirkanku"

Panggilan langsung terputus. Sudah hampir satu tahun ini mereka berdua tidak pernah bertemu lagi. Mereka menjalani pekerjaan yang berbeda satu sama lain. Bahkan mereka juga sudah bersekolah di tempat yang berbeda sejak masuk ke tingkat menengah atas. Sehun selalu mengkhawatirkannya yang sering menggunakan kekerasan untuk mendapatkan keinginannya. Saudara kembarnya itu pernah dihukum oleh sang Ayah karena ketahuan berkelahi dengan senior di sekolah. Ayah mereka tidak bisa menghentikan sikap buruk Sejun sampai membiarkannya untuk melanjutkan pendidikan di luar negeri seorang diri. 

"Aku harus berangkat sekarang" Sehun mulai mengambil jaketnya setelah melihat jam tangan yang baru dikenakannya. 

Dia tidak ingin datang tepat waktu karena dia terbiasa hadir 30 menit sebelum waktu bekerjanya di mulai. Kendaraan mobil dikemudikannya dengan santai. Kondisi jalanan juga tidak terlalu ramai, jadi dia bisa tiba sesuai dengan harapannya di parkiran sebuah sekolah. 

"Apa mereka sudah di izinkan untuk mengemudi sendiri?" Sehun bergumam sendiri saat mendapati adanya beberapa siswa yang memarkirkan mobilnya tidak jauh darinya. 

Dia turun dari kendaraannya dan langsung menuju ke arah gedung sekolah. Dia hanya baru melihat segelintir murid yang sudah datang di jam yang sama dengannya. 

"Annyeonghaseyo" Beberapa siswi tampak tidak segan menyapanya lebih dulu. Sepertinya rumor kedatangan guru baru hari ini sudah menyebar luas sampai setiap Sehun berjalan, dia merasa selalu diperhatikan dari berbagai sisi yang tidak terlihat olehnya. 

Love Is Not A GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang