21. Consciousness

138 30 0
                                    

-- Rumah Sakit --

Kedua orang tua Hayoung kembali mendatangi gedung itu sama seperti kemarin. Mereka masih mengkhawatirkan kondisi sang anak yang belum sadarkan diri. Sang Ayah sampai harus mendatangi sekolah miliknya sesaat setelah melihat kondisi Hayoung yang sedang mendapatkan penanganan medis. Dia meminta penindakan tegas dari para tenaga pengajar bagi siapa saja yang sudah berani mencelakai anak perempuan satu-satunya itu.

"Nde, Eomma. Sejun hyung sudah dalam perjalanan menuju ke sana. Kau bisa membicarakan banyak hal dengannya nanti" Sehun sedang melakukan panggilan dengan Ibunya di dalam sebuah ruang rawat.

"Nde, aku akan memberikan kabar tentang perkembangan kondisinya" Sehun langsung mengakhiri panggilan untuk menyambut kedatangan sepasang suami-istri yang dikenalnya.

"Kau bisa berangkat bekerja sekarang, Sehun'ah. Terima kasih sudah menjaganya semalaman di sini" Ucap Ibu Hayoung padanya.

"Aku berencana untuk mengambil libur hari ini, Bibi"

"Nde?"

"Kedua orangtuaku dan juga Sejun hyung akan datang juga ke sini siang nanti"

"Sejun sudah tiba di Seoul?"

"Nde. Dia sudah tinggal bersama kami berdua sejak beberapa hari yang lalu. Dia baru memutuskan untuk memberitahukan kabar kepulangannya hari ini"

"Jadi kalian bertiga sempat berada di dalam satu rumah berama?" Ayah Hayoung ikut dalam percakapan.

"N-nde, Paman"

"Kenapa kau tidak meminta izin terlebih dulu padaku?"

"Hayoung yang mengizinkan Sejun hyung untuk tinggal sementara waktu di sana"

"Mwo? Bagaimana bisa.........." Ucapan Ayah Hayoung terhenti karena sang istri sudah memberi isyarat untuk menghentikan pembicaraan.

"Kondisi anakmu masih dalam keadaan kritis. Kau tidak seharusnya mempermasalahkan hal lain di luar dari kesehatannya saat ini"

Pria paruh baya itu menurut dan mulai menempati bangku di dekat sebuah tempat tidur.

"Kenapa tangannya dingin sekali?"

Sang istri juga ikut membenarkan selimut Hayoung sambil mengelus lembut sebelah pipinya.

Sehun memutuskan untuk meninggalkan mereka berdua di ruangan ini dan berjalan keluar dari sana. Dia belum sempat beristirahat karena sibuk berbalas pesan dengan beberapa guru yang merasa bersalah akibat terkena imbas omelan dari sang pemilik sekolah kemarin. Dia juga tidak bisa melakukan apapun karena Ayah Hayoung hanya mengkhawatirkan keselamatan putrinya saja sama seperti dirinya saat baru membawanya ke Rumah Sakit waktu itu.

Ponselnya berbunyi tanda sebuah panggilan masuk. Nomor baru yang belum pernah tersimpannya tertera pada layar. Dia menjawabnya karena merasa penasaran dengan sang penelepon.

"Halo?"

"N-nde.... A-apa benar nomor ini milik Sehun Seonsaengnim?"

"Nde. Siapa ini?"

Lelaki di ujung telepon terdiam sejenak.
"Na-namaku Kim Woojin, siswa kelas 2-C....."

"Ada apa kau menelepon ku? Darimana kau mendapatkan nomor ini?"

"A-aku ingin membahas sesuatu denganmu, Seonsaengnim. Aku meminta nomormu dari Jung Seonsaengnim tadi"

"Aku tidak bisa membahas mengenai pelajaran sekarang"

"A-aku ingin mengakui sesuatu tentang kejadian yang menimpa Oh Hayoung kemarin"

Sehun menghentikan langkahnya saat sudah tiba di area lobby.
"Mwo?"

Love Is Not A GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang