17. Betrayed

123 32 0
                                    

-- Malam hari --

Sehun tiba di rumah lebih telat karena harus mengerjakan beberapa laporan yang sempat tertunda dengan melakukan interogasi pada Hayoung tadi. Dia turun dari mobil lalu segera menuju ke pintu utama rumah karena hujan rintik sudah semakin membesar di sana. Dari arah pintu masuk, dia bisa melihat saudara kembarnya sedang sibuk memainkan ponselnya sambil meneguk minuman kaleng di depannya. 

"Akhirnya kau pulang juga. Dimana kunci mobilmu?" Sejun berdiri dari duduknya. 

"Apa kau ingin langsung pergi seperti ini? Di luar sedang hujan deras"

"Lalu apa masalahnya? Aku keluar jalanan dengan menggunakan sebuah mobil yang tidak akan membuatku kebasahan"

Sehun memberikan sebuah kunci padanya. 
"Apa Hayoung sudah pulang?"

"Eoh, dia langsung masuk ke kamar dan belum keluar lagi sampai sekarang"

"Benarkah?" Sehun memperhatikan pintu yang tertutup rapat tidak jauh dari tempatnya berdiri. 

"Aku harus membereskan kekacauanku terlebih dulu sebelum pergi" Sejun mengambil beberapa minuman kaleng kosong dari meja ruang tamu untuk dibuangnya. 

Sementara itu saudara kembarnya langsung menuju ke kamar untuk mengganti pakaiannya. 

Di dalam kamar yang lain, Hayoung masih sibuk menulis sesuatu di atas kertas namun tidak berapa lama kemudian, dia langsung melipat asal dan membuangnya begitu saja di bawah lantai. Tangannya yang lain juga sama sibuknya menghapus sesuatu dari kedua pipinya sambil terisak pelan di tempat duduk depan meja belajarnya. 

"Aishhh, aku tidak bersalah dengan kejadian tadi. Kenapa tidak ada yang bisa mempercayaiku?" Ucapnya dengan suara yang gemetar. Dia kembali mengambil kertas kosong dan mulai menulis kembali kalimat hukumannya di sana. 

Isak tangisnya masih membuat nafasnya sesak. Beberapa kali dia harus meminum air dari gelas di depannya. Suara ketukan pintu membuatnya menoleh ke sana. Dia harus memastikan lagi karena pendengarannya sedikit terganggu akibat menangis. Suara itu terdengar lagi beberapa kali. Dengan cepat, dia merapihkan penampilannya dan menghapus sisa air mata di wajahnya lalu beranjak ke arah pintu. 

"Si-siapa?" Tanyanya dengan suara pelan saat sudah memegang gagang pintu itu. 

"Ini aku, Sejun. Apa aku boleh berbicara denganmu sebentar?"

Hayoung mengatur nafas sebentar sebelum membuka benda tinggi di depannya itu.
"A-ada apa, oppa?"

"Aku hanya ingin menawarkan minuman jus ini padamu karena membuatnya lebih tadi"

"Te-terima kasih" Hayoung menerima gelas berisi jus mangga dari tangan lelaki ini. 

"Apa aku boleh masuk ke dalam? Aku hanya merasa penasaran dengan beberapa peralatan teknologi yang kau punya" 

"N-nde...." Hayoung menggeser berdirinya dan membuka lebar pintu untuk Sejun. 

"Kau mempunyai peralatan yang lengkap untuk bermain game" 

Perempuan itu tidak tahu maksud sebenarnya dari Sejun untuk masuk ke kamarnya ini karena pandangannya mulai memperhatikan sekitar selain komputer yang dibicarakannya tadi. 

"Kenapa kau membuang banyak kertas seperti ini?" 

Hayoung langsung mengambil gumpalan kertas yang sudah di ambil oleh Sejun. 

"I-ini hanya coretan asal ku saja... Bukan sesuatu yang penting"

"Apa kau mendapatkan hukuman dari sekolah?" Penglihatan lelaki itu sangat cepat dan juga tajam untuk memperhatikan tulisan yang tertera pada kertas lain di atas meja belajarnya. 

Love Is Not A GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang