Suara berisik di dalam sebuah kamar membuat sepasang suami-istri yang sedang berada di area ruang tamu harus membicarakan banyak hal terkait penghuni kamar itu yang belum keluar dari sana sejak kemarin.
"Apa waktu satu bulan liburan sekolahnya hanya akan dihabiskan dengan bermain game seperti itu? Kenapa kau malah membiarkannya untuk kembali tinggal di sini?" Ayah Hayoung berbicara kepada istrinya.
"Aku hanya mengizinkannya untuk tinggal selama libur sekolahnya saja. Tapi aku terkejut saat dia membawa tas besar berisi semua pakaiannya kemarin ke sini"
"Sehun juga ikut membantunya dengan membawakan peralatan komputernya. Aku tidak tahu apa yang terjadi pada mereka berdua lagi sekarang. Lelaki itu bahkan hanya menyampaikan permintaan maafnya padaku tanpa menjelaskan apapun lagi"
"Kurasa Sehun sudah mulai merasa lelah untuk menghadapi sikap anak kita itu. Nilai pelajarannya selama semester ini juga mengalami penurunan yang sangat pesat"
"Seharusnya dia berusaha lebih keras lagi supaya Hayoung bisa terus bertahan di rumah itu. Aku merasa malu pada diriku sendiri karena akan mengira rencana penempatan mereka di satu rumah bisa menghasilkan sesuatu sesuai dengan harapanku"
"Setidaknya Sehun sudah mencobanya. Kedua orangtuanya belum memberitahukan apapun terkait hal itu"
"Anak muda zaman sekarang memang sangat sulit untuk di atur dan dinasehati. Cara apa lagi yang harus kita gunakan supaya Hayoung bisa meningkatkan nilai-nilai sekolahnya lagi di semester depan?"
"Apa kita harus membiarkannya seperti itu?"
"Mwo? Apa kau ingin Hayoung tidak naik kelas dan membuat namaku menjadi buruk di mata para tenaga pengajar?"
"Kau terlalu mementingkan reputasimu tanpa memikirkan perasaan anakmu sendiri yang harus tinggal dengan seorang lelaki"
"Apa sekarang kau mulai membelanya?"
"Tidak. Aku hanya ingin kita memikirkan kembali tindakan gegabah kita berdua kemarin hanya karena keluarga mereka menghubungi kita kembali setelah lama tidak bertemu. Lagipula pembahasan kita dengan mereka juga sudah mencakup masa depan kedua anak itu yang mungkin akan sulit untuk dipersatukan dalam satu rumah kembali nantinya"
Ayah Hayoung mulai terdiam memikirkan kalimat yang disampaikan istrinya ini.
"Apa kau ingin kita berdua bekerja sama untuk mengajarinya sekarang?""Aku tidak tahu... Hayoung sudah bukan anak kecil lagi dan pasti akan menolak dan sulit untuk mengikuti perintah kita"
"Kau benar. Mungkin kita memang harus membiarkannya seperti itu sampai dia tumbuh lebih dewasa nanti"
"Apa kau tidak bisa memikirkan rencana lain? Kenapa kau bersikap pasrah seperti ini?"
"Aku hanya berusaha untuk menyetujui ucapanmu tadi"
"Carilah rencana yang lebih bagus lagi. Aku tidak ingin masa depan Hayoung hancur hanya karena ketidaksanggupan kita untuk membimbingnya dengan baik" Wanita itu mulai beranjak dari sofa. Dia beranjak menuju ke arah sebuah pintu kamar yang tidak jauh dari tempat mereka duduk tadi.
"Yaa! Apa kau ingin mati? Cepatlah bersembunyi!" Suara sang anak semakin terdengar jelas saat Ibunya membuka pintu itu.
Wanita paruh baya itu masuk ke dalam tanpa sepengetahuan Hayoung dan memperhatikannya yang sedang sibuk dengan perangkat komputer di depannya.
"Aigoo, anak ini..." Dia melihat beberapa pakaian yang tergeletak begitu saja di atas tempat tidur.
Hayoung masih belum menyadari kehadiran seseorang di dekatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Is Not A Game
Fanfiction[COMPLETED] Guna mengubah anaknya untuk menjadi seorang pelajar yang lebih baik lagi, kedua orang tua Hayoung harus menempatkan anaknya di salah satu rumah bersama dengan teman semasa kecilnya yang berprofesi sebagai seorang guru. Kegemarannya pada...