33. Promise

150 23 0
                                    

Di dalam sebuah ruang perawatan klinik, Hayoung masih menangis saat tangannya diberikan beberapa obat tetes dan dibalut dengan perban tipis di sana. Tangisannya bukan hanya karena rasa sakit dari lukanya itu, tapi juga karena teringat dengan perlakuan teman-temannya tadi di sekolah. Dia terlalu lama menahannya sampai baru bisa mengeluarkan segala kesedihannya sekarang. Terlebih dengan rasa bersalahnya saat mendapat teguran dari lelaki yang tinggal satu rumah lagi dengannya mengenai kehadiran lelaki lain di sana. 

"Lukanya akan membaik kalau terus di obati secara teratur" Ucap seorang dokter kepada Sejun. 

"Obat-obatan ini akan membantu penyembuhannya lukanya" Dia menunjukkan beberapa botol di depan lelaki ini dan mulai menjelaskan kegunaannya. 

Sementara Hayoung masih terdiam memandangi perban yang melilit telapak tangannya itu. 

"Nde, terima kasih banyak, dokter" Ucap Sejun sebelum menghampiri Hayoung. 
"Apa kau bisa berjalan?"

Perempuan itu menatapnya sebentar sebelum turun dari pinggir tempat tidur pasien. Dia menolak bantuan lelaki ini yang ingin memegangi lengannya saat hendak menuju ke arah pintu. Hayoung sedikit membungkukkan badan ke arah dokter yang masih berada di sana sebelum keluar dari ruangan itu. 

"Tunggulah di sini. Aku harus membayar biaya pengobatanmu tadi"

Hayoung tidak menanggapi apapun sampai Sejun meninggalkannya untuk menuju ke arah lain. Dia kembali menatap lukanya yang sudah tertutupi perban dan plester kecil di beberapa bagian lengannya. Sesekali dia menghela nafasnya pelan sebelum mengangkat kepalanya lagi. Dia sedikit terkejut saat mendapati Sehun sedang berdiri memperhatikannya dari luar pintu kaca klinik ini. Lelaki itu mulai mengalihkan pandangannya dan kembali melihat ke arah langit yang mulai beranjak gelap. 

"Ke-kenapa kau bisa berada di sini, oppa?"

Sehun menengok dan perempuan yang dilihatnya tadi sudah keluar dari pintu klinik di dekatnya. 

"Bagaimana bisa kau mendapatkan luka-luka ini?" Pandangannya beralih ke lengan Hayoung. 

"A-aku....." Dia merasa ragu untuk mengatakannya. 
"A-aku hanya terlibat percekcokan dengan beberapa teman di sekolah tadi"

"Mwo?"

"Be-berjanjilah untuk tidak memberikan hukuman ataupun melaporkannya kepada guru lain atau Kepala Sekolah mengenai hal ini. A-aku baik-baik saja.."

Sehun menghela nafasnya dan mulai memegangi tangan perempuan ini dan meneliti kembali perban di sana. Kemudian dia melepaskan genggamannya.

"Apa masih terasa sakit sampai kau bisa menangis seperti tadi?"

"N-nde..."

Sehun bisa melihat ada sisa air mata di sisi kedua indra penglihatannya. Dia menghapusnya pelan dan mulai saling melakukan kontak mata dengan perempuan ini. Mereka lama terdiam dengan pikiran masing-masing. 

"Apa aku boleh memelukmu sekarang?" Sehun mengeluarkan pertanyaan yang mengejutkan. 

"Nde?"

"Aku.....hanya ingin melakukannya sebentar"

Hayoung tidak mengerti maksud dari lelaki ini dengan permintaan mendadaknya itu. Tapi kepala Hayoung perlahan mengangguk pelan dan membuat Sehun memajukan langkahnya supaya bisa dengan mudah meraihnya. Dengan perlahan, Sehun memeluknya dan mulai menenggelamkan kepalanya di sebelah pundak perempuan ini. 

"Apa kau bisa menenangkanku sekarang?"

Suara di sebelah telinganya, membuat Hayoung mengangkat kedua tangannya untuk mengelus lembut punggung lebar lelaki ini. Dia tidak tahu kenapa dia melakukannya, tapi setelah mendengar helaan nafas dari Sehun, dia merasa kalau lelaki ini sedang mengalami sesuatu yang lebih berat dariny hari ini. 

Love Is Not A GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang