45. mau apa? kenapa?

411 100 32
                                        

45. Mau apa? Kenapa?

Purnama Putra Yohannes. Anak satu-satunya dari sebuah keluarga yang masih utuh dan baik-baik saja. Sepertinya. Sampai suatu saat sang mama jatuh sakit dan hanya mampu terbaring dirumah sakit, purnama rasa semua kehidupan keluarganya mulai berubah. Dan yohan dihadapkan pada sesuatu yang selalu dibencinya. Memilih. Memilih sesuatu yang seharusnya tak ia pilih. Karna keduanya teramat berarti.

"papa liat kamu jarang ikut kegiatan gereja lagi. Kenapa?"

Purnama yang tengah mengikat tali sepatunya sembari duduk di undakan tangga didepan geraja mendongak menoleh kesamping. Kemudian ia mendapati sang papa yang berdiri tegap dengan bahu kokoh. Purnama kembali menunduk, "Purnama lagi sibuk kegiatan dikampus, banyak lomba yang mau Purnama ikutin." Ucap Purnama tanpa berani menatap sang papa.

Sang papa terkekeh, "kamu tau, seberapa banyak uang yang kamu dapatkan dari lomba yang kamu ikuti ga akan cukup untuk membiayai pengobatan mama kamu." Ucap sang papa tegas lalu berdiri didepan putra satu-satunya itu.

Purnama menghela nafas. Ini. Inilah alasan mengapa Purnama selalu enggan pulang ke rumah. Inilah alasan kenapa Purnama lebih suka dikontrakan daripada balik pulang ke rumah, atau mengikuti kegiatan keagamaan yang lainnya. Karna ini, karna papanya. "Purnama ikut lomba bukan untuk coba biayai mama kok. Emang mau nambah pengalaman aja buat dunia kerja nanti." Ucap Purnama.

Bohong, jelas.

sang papa hanya terkekeh lalu mengusap pucuk kepala Purnama lembut, "kamu tau konsekuensinya. Kamu harus pilih papa, kalau kamu mau pengobatan mama kamu lancar." Ucap sang papa. "Dan satu lagi... Papa akan kenalkan kamu pada seseorang. Dia sudah siap untuk jadi ibu barumu." Ucap sang papa lalu beranjak dari sana.

Meninggalkan Purnama dengan beribu tanda tanya, beribu rasa marah dimana ia selalu diingatkan kalau dirinya berada diposisi yang tidak berdaya. Apa yang bisa diharapkan dari anak sepertinya? Belum punya penghasilan tetap, masih bergantung pada sang papa. Yang bisa Purnama lakukan adalah menurutinya meski benaknya belum mampu menerimanya.

Purnama menghela nafas sekali lagi, lalu mengusap wajahnya kasar. Merunduk membiarkan dirinya menangisi apa yang selama ini selalu menjadi beban untuk dirinya. Pikirannya kembali terngiang ucapan gus kepadanya.

'hidup itu bukan untuk milih Tuhan. Tuhan itu cuma satu, manusia-manusianya aja yang ga sama.'

Benar, seharusnya begitu. Bukankah perbedaan itu sebenarnya indah? Tapi kenapa Purnama tak bisa merasakannya? Kenapa Purnama harus dibuat benci dengan perbedaan hingga harus memilih salah satunya? Purnama cuma ingin satu hal, iya tidak mau membuat mama-nya berakhir sendirian.

Purnama bangun dari duduknya, lalu mengeluarkan sepucuk surat dari balik jas yang dikenakannya. Mendekat kearah sebuah kotak surat disana. Kemudian Purnama memasukannya kedalam kotak, dalam hati berharap bahwa surat yang berisi harapan dan doa nya kepada Tuhan akan segera dikabulkan.

Setelahnya, Purnama melangkah pergi darisana. Meninggalkan gereja dengan langkah berat dan wajah tertunduk. Kepalanya terasa berat, seperti tertimpa pening yang bertubi-tubi. Purnama menyentuh bagian belakang kepalanya yang terasa berat, memijatnya seraya berjalan lurus menyebrangi jalan. Hingga dirinya harus tersentak sesaat tubuhnya ditarik paksa ke pinggir bersamaan dengan bunyi klakson kencang dari mobil yang berlalu kencang dihadapannya yang jatuh tersungkur.

[✔]1.tongkrongan dunia : rumah ke rumahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang