Gara.
"Lo mabok, Kan?!" suara dentingan lagu yang keras ini membuat gue harus teriak-teriak menanyakan keadaan sosok lelaki tinggi itu yang udah gak karuan. Dia sesekali mengetuk-ngetuk kepalanya ke meja, setelah itu meminum lagi minuman haram ini yang gue udah bisa tebak –pasti ada sesuatu yang gak beres terhadap dia.
"Kan... Arkan!" panggil gue lebih keras. Yang dipanggil hanya mengerjapkan matanya menatap gue, lalu tersenyum mengejek sambil meminum lagi winenya.
"Lo kok tahu gue disini?"
Goblok. Gue pengen banget ngeluarin kata itu kalau aja gak inget Arkan lagi mabok. Emangnya gue cenayang apa bisa tahu dia disini kalau orangnya gak neleponin?
"Ayok, ikut gue, lo udah gak bener Kan," gue mengangkat lengannya yang berat. Gue bahkan udah bisa menebak kalau dia bakal gak bisa jalan. Secara bau alkoholnya aja udah masuk ke hidung gue dengan jarak yang gak deket ini.
Butuh perjuangan sampai gue tiba dimobil dengan badan Arkan yang sudah tertidur pulas disebelah kemudi gue. Dia bahkan sesekali mengigau gak jelas. Membuat gue menghela nafas. Arkan ini... kalau udah kayak gini pasti gak jauh dari masalah sama Grisha. Pasti.
Ini nih yang buat gue males buat pacaran. Lihat Arkan dan Grisha yang berantem terus-terusan aja bikin pusing. Halah.
Gue menatap ponsel gue yang ternyata gak berbunyi, mencari asal suara sebentar karena ternyata suara ponsel Arkan yang sedari tadi mengeluarkan suara.
"Halo Grish?"
Belom sempat gue bilang kalau Arkan lagi mabok. Cewek ini malah dengan rusuhnya menyuruh gue buat ke apartmentnya karena katanya Aureen gak sadarkan diri.
Gue dengan sigap segera pergi ke komplek apartment Grisha dengan bantuan maps. Mengingat gue belom pernah ke tempat dia.
Sesampainya disana, gue memijit beberapa kali bel pintu unit no 903 karena kata Grisha mereka ada didalem. Gak butuh dua menit saat pintu terbuka menampilkan sosok Grisha yang mukanya sudah memerah.
"Aureen... dia pingsan.. trus badannya panas banget.." katanya terbata-bata. Gue gak mikir panjang lagi saat ikut berlari ke dalam melihat Aureen yang terkulai lemas di sofa.
"Mas.. dibawa ke rumah sakit aja langsung apa gimana?" tanya Grisha. Gue sekarang sedang sibuk menelepon seseorang disebrang sana.
"Halo, Ena?" panggil gue saat Ena mengangkatnya. "Kenapa kamu malem-malem nelefon?" katanya yang gak gue indahkan, gue sekarang udah menceritakan gimana keadaan Aureen, suhu badannya berapa, dan mengukur nadinya dengan jarum jam gue.
"Suruh aja temen kamu itu pake baju yang tipis. Gak usah pake selimut! Biarin tunggu sebentar sampai dia sadar, trus suruh makan dan minum obat," jelas Ena panjang. Gue hanya mengangguk-angguk menatap Grisha yang melihat gue juga dengan cemas. Tadinya gue mau mengucapkan kata terima kasih yang jarang banget gue utarakan saat Ena berucap asal, "Pacar kamu kenapa tuh sampai sakit kayak gitu? bawa dong ke rumah!"
Idih... gak jadi deh gue bilang makasih ke dia. Ngeselin kan emang?
"Buka aja jaketnya, lo bisa tolong bantuin dia buat ganti baju ke baju yang lebih tipis? Biar gue beli obat ke depan dulu Grish," usul gue, Grisha tampak mengangguk cepat membuat pergerakkan membuka jaket Aureen yang tebal.
Gue menatap sosok yang masih tak sadarkan itu dengan pelan. Gak tahu apa yang gue rasakan, karena semakin gue menatap dia, semakin gue ingat pada seseorang yang tadi gue telefon.
![](https://img.wattpad.com/cover/229385588-288-k972025.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Reen
Teen Fiction(SELESAI) Tentang kehidupan manusia di muka bumi beserta kenangan manis pahitnya. [Hunrene Lokal] ©asreeysi, 2020.