Aureen.
Kinan namanya. Manusia terpaling gak sabar dan cerewet setelah Grisha. Manusia dengan seribu laki-laki yang menghampirinya. Manusia yang sekarang peluk-pelukin gue karena katanya udah salah faham. Lucu juga mengingat dia ngebentak gue tempo lalu. Apalagi dia menyadari katanya pas beres ngebentak gue –dia nangis di toilet.
Setelah acara pelukan itu, dia pamit duluan karena katanya harus jemput orang tuanya di Bandara. Membuat gue diam menunggu ojek online di trotoar. Gak mudah sebenarnya buat sekedar nunggu ojek seperti ini di malam hari Jakarta. Kalau Raka tahu gue yang sekarang udah bisa mandiri dan nyetir sendiri, dia pasti marah-marah karena bisa-bisanya gue lupa gak isi bensin dan menyebabkan gue yang harus pake jasa ojek ini karena mobilnya baru selesai diservice.
Lalu sekarang gue dikagetkan saat kedatangan sosok yang bahkan gak pernah gue temui sebelum-sebelumnya. Duh, bahkan seisi kantor aja tahu, Gara ini sutradara sekaligus ketua team yang kerjanya diluar terus. Susah untuk bertemu dengan dia. Katanya kalau ketemu dia harus pake janji segala.
Gak tahu gimana ceritanya gue yang menuruti Gara buat ikut ke mobilnya –bahkan mengikuti dia yang harus balik lagi karena ponselnya ketinggalan.
"Emmmh –Sa lepash-in!" teriak seseorang membuat gue menghentikkan kaki gue tepat di lorong toilet.
"Lo kenapa Kan? Lo kenapa berubah akhir-akhir ini, lo katanya bisa nerima gue asal gue gak minta status hubungan.. tapi kenapa lo—"
Arkan brengsek. Batin gue meraung-raung disana.
Enggak. Gue gak ingin mendengar ataupun melihat lagi. Karena adegan selanjutnya membuat gue menutup mata dan berlari keluar lagi. Iya... disana ada Arkan yang lagi berciuman dengan Clarissa. Membuat hati gue mencabik-cabik marah. Membuat darah gue berdesir hebat. Membuat gue ingin sekali membabi buta disana kalau saja gak ada Gara. Kejadiannya begitu cepat saat Gara dan Arkan saling memukul dan berteriak kesal.
Sekarang. Gue merasa bersalah sekaligus berterimakasih, karena cowok yang sekarang memandang gue itu sudah mewakilkan perasaan yang ingin gue keluarkan. Karena kalau gak ada dia... mungkin gue yang akan maju mewakili Grisha. Memukulnya dengan membabi buta, mengeluarkan perasaan kecewa gue yang teramat.
"Aureen?" panggil Gara lagi. Entah keberapa kali dia memanggil gue, karena gue selalu sibuk dengan pikiran gue yang berkecamuk. "Gue ada pertanyaan," lanjutnya tiba-tiba.
"Kenapa... Mas?" tanya gue canggung, mengingat dia yang terus memaksa gue untuk gak manggil dia dengan embel-embel Bapak.
"Lo udah lama deket sama Bayu?" tanyanya.
"Lumayan sih Mas... dia kan emang ketua team gue," jawab gue tersenyum. Dia diam sebentar dan menghela nafas. "Maksudnya... konteksnya ke cewek-cowok,"
"Hah?" tanya gue gak mengerti.
"Enggak –gak apa-apa, lupain aja. Yuk, sekarang gue anter ke rumah sakit?"
Oh iya... gue hampir lupa kita mau kemana. Dia seperti mau melepaskan seatbelt dan menukar posisi menjadi dia yang mengemudi lagi saat tangan gue menahan lengannya. "Gue aja... Mas, yang nyetir," usul gue.
Dia gak menjawab. Dia hanya memandang gue lagi lalu mengangguk.
***
Butuh empat puluh menit yang padahal dua puluh menitan aja cukup buat pergi ke rumah sakit, mengingat gue yang nyetir. Well, mobil Gara manual, dan tinggi banget...jok mobilnya aja sekarang gue majuin biar gue enak nyetirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reen
Teen Fiction(SELESAI) Tentang kehidupan manusia di muka bumi beserta kenangan manis pahitnya. [Hunrene Lokal] ©asreeysi, 2020.